Prolog

557 24 0
                                    

"Irene, model cantik yang belum lama ini menghebohkan jagat hiburan dalam negeri karena kabar menghilangnya, telah ditemukan dini hari tadi di kawasan Lembang Sari no 3 dalam keadaan tidak sadarkan diri. Saksi mata menemukan gadis tersebut di dekat tempat pembuangan sampah dengan hanya mengenakan pakaian dalamnya saja, pihak berwajib yang dihubungi warga segera mengevakuasi korban ke rumah sakit Kartini guna mendapat perawatan medis. Tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai keadaannya saat ini. Pihak keluarga yang dihubungi pihak rumah sakit saat ini belum memberikan keterangan apapun, selain hanya membenarkan bahwa korban ditemukan benarlah Irene. Kami akan terus memberitakan perkembangan beritanya pada Anda. Demikian Breaking News."

Aku mematikan TV, tak tertarik dengan program acara yang mulai bermain setelahnya. Mengambil serbet, aku mulai melanjutkan pekerjaan membersihkan meja-meja kosong yang sebenarnya tidak terlalu kotor. Melihat jam yang menunjukkan pukul delapan, aku menghela napas pelan. Satu jam sebelum cafe buka, betul-betul tidak bersemangat untuk berkerja hari ini.

Anita, salah satu teman kerjaku mendekat.

"Lo udah denger soal model yang diculik itu?" tanyanya seraya menata saus dan kecap serta alat makan di meja.

"Irene? Udah ditemukan katanya," balasku singkat.

"Iya, tapi keadaannya itu loh, mengenaskan." Aku menatap Anita, mengamati ekspresi seriusnya.

"Denger dari mana? Pihak keluarga aja belum kasih keterangan." Aku meneruskan ke meja lain, tapi Anita mengikuti.

"Tch ... Lo tau kan kakak gue perawat di RS Kartini? Dia denger dari temennya sesama perawat yang kebetulan ikut menangani korban," bisiknya bersemangat. Aku menarik napas, tau betul anak ini tak akan berhenti sebelum mendapat respon dariku.

"Lalu?" tanyaku datar, ingin cepat menyelesaikan obrolan tak penting ini dan segera melanjutkan pekerjaan.

"Katanya korban mengalami cidera parah, lidahnya dipotong, ah bukan, dari lukanya, terlihat lidah korban dikoyak paksa, menyebabkan korban tak mungkin bisa berbicara lagi." Aku mulai tertarik dengan pembicaraannya.

"Apa maksudmu?" tanyaku.

"Iya, seolah pelaku menarik lidah korban hingga putus." Anita tampak bergidik seolah ikut membayangkan keadaan korban. "Dan matanya, kedua matanya mengalami kerusakan parah, dokter terpaksa mengangkat salah satu bola matanya karena mulai mengalami pembusukan. Namun satu mata yang dibiarkan kemungkinan tak lagi berfungsi."

"Wow, jadi gadis itu tidak cuma bisu, tapi juga buta. Pelakunya benar-benar kejam," komentarku. Kali ini, gantian aku yang bergidik ngeri.

"Dan tuli," Anita dengan santai menimpali. Aku mendongak.

"Tuli?" Anita mengangguk.

"Yup, cidera kepala menyebabkan dia kehilangan fungsi telinga. Ah entah apa lagi yang diderita gadis malang itu, yang jelas, ini benar-benar mengerikan, bahkan tim medis yang menanganinya sempat shock melihat keadaan korban."

"Anita, Rendra, kalian dibayar untuk kerja, bukan malah asik mengobrol," Heru, manager cafe, menegur kami dari ruangan pribadinya. Anita menggerutu pelan dan segera melanjutkan pekerjaan.

"Maaf, Pak." Aku melanjutkan pekerjaan. Memastikan semua staf sudah di posisi dan melakukan tugas masing-masing.

Jam menunjukkan pukul 8.55 saat tanda tutup diganti dengan tanda buka, dan kesibukan kami pun dimulai.

---

Hai hai, masih ingat saya? Saya kembali dengan cerita baru (gak juga sih, karena cerita ini sudah pernah di-up di fb) anyway, untuk yang menanyakan soal RAKD, tenang, saya gak melupakan cerita itu kok, dan akan segera kembali meng-update lanjutan kisah Ara dan kawan-kawan hahay. Belakangan saya sedang sangat sibuk, dan belum lagi serangan writer block parah T_T tapi saya tetap menulis beberapa paragraf setiap ide datang dan semoga akan segera bisa dipost

Terimakasih yang masih setia mendukung ❤❤❤ love you guys

TerrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang