Prancis, 2016.
Tiga tahun lalu. Satu bulan setelah kecelakaan.
Perlahan Esom membuka matanya. semuanya nampak gelap, tak ada yang terlihat olehnya ketika suara Yumi menggelegar di telinganya.
"Esom, kau sadar. Syukurlah."
Esom mengguncangkan kepalanya, berharap dengan begitu dia bisa melihat paling tidak setitik cahaya. Namun, upayanya sia-sia, semua masih nampak gelap.
"Yumi, kita ada di mana? Kenapa di sini gelap sekali?"
Pertanyaan Esom membuat Yumi tertegun.
"Esom, apakah sungguh gelap?" tanya Yumi.
"Benar-benar gelap, Yumi. Ada apa denganku?"
Yumi terlihat cemas. Segera dia memanggil dokter.
|||
"Kuharap kau bersabar," kata Yumi, mencoba untuk menenangkan Esom. Dokter mengatakan bahwa Esom mengalami kebutaan sementara. Namun, dokter tidak bisa memastikannya megingat bahwa yang cedera bukanlah kornea Esom, melainkan pusat syaraf mata di kepalanya.
Esom meghela nafas panjang. Dia berpikir bahwa setidaknya dia di selamatkan tuhan atas kejadian yang menimpanya tersebut.
"Sebentar lagi ulangtahunku, bagaimana jika kau hadiahkan tongkat pembantu padaku? Kurasa aku lebih membutuhkan itu dibandingkan yang lainnya," kata Esom, membuat Yumi tersenyum miris.
"Baiklah akan aku hadiahkan itu padamu."
Pintu kamar rawat Esom terbuka, menampilkan sang ibu tiri, dan Mary dari sana. Mereka terlihat cemas. Namun, kecemasan mereka terlihat sangat tidak tulus.
"Esom, aku senang kau sudah sadar. Tapi sangat di sayangkan bahwa kau kehilangan pengelihatanmu. Aku turut berduka," ungkap Mary.
Esom tersenyum kecil, seolah dia tidak terbebani dengan apa yang menimpanya, "terimakasih atas perhatianmu, Mary. Kudengar kau membantu di perusahaan selama aku koma, pasti sulit menggantikanku di sana, terimakasih banyak," kata Esom tulus.
"Itu bukan masalah, yang terpenting sekarang adalah kesehatanmu," kini sang ibu tiri mengungkapkan perasaan palsunya. Bukan Esom tidak tahu kebahagiaan ibu tiri, dan saudara tirinya atas apa yang menimpanya. Namun, Esom ingin menghargai ayahnya mengingat sang ayah cukup menyayangi mereka.
|||
Esom mencoba untuk beradaptasi dengan kebutaannya, dia menelusuri kamar rawatnya dengan membentangkan tangan ketika suara pintu kamar rawatnya terketuk.
"Masuk," katanya memersilahkan.
Pintu itu terbuka, menampilkan dua lelaki Prancis dari baliknya.
"Nona, kami dari tim penyelenggara acara pundi amal waktu itu, kami datang untuk mengungkapkan kesedihan kami atas apa yang terjadi padamu," kata salah satu dari mereka.
"Kami tidak tahu bahwa incident itu akan terjadi, maafkan kami," orang lainnya menimpali.
Esom hanya bisa menghela nafas, "mau bagaimana lagi, lagipula meskipun kalian minta maaf beribu kali, kondisiku belum tentu akan membaik, jadi lupakan saja, dan pastikan lain kali kalian memeriksa segalanya dengan lebih cermat!" tukas Esom.
"Baik, nona. Kami juga ikut berduka dengan apa yang meimpamu, kami...,"
"Berhentilah membahas ini, aku merasa akan menuntut kalian jika kalian terus membahasnya!" sela Esom, membuat kedua lelaki Prancis itu terdiam.
"Kalau begitu kami undur diri, sekali lagi kami minta maaf atas semua yang terjadi," kata mereka, sebelum mereka pergi meninggalkan kamar rawat Esom.
KAMU SEDANG MEMBACA
Punishment: Day With You
Novela JuvenilBerlatar belakang cerita memilukan yang menimpa Minamata, Jepang. pada tahun 1958, yang di kenal dengan tragedi sindrom Minamata, di mana ratusan orang mati akibat penyakit aneh dengan gejala kelumpuhan syaraf hingga gangguan jiwa. beralih pada tahu...