01. Abigail Eros

35 9 3
                                    

Aku tidak tahu lagi bagaimana kondisiku saat ini. Pasti sangat mengenaskan. Mereka menghajarku begitu membabibuta. Mereka berenam, sedangkan aku sendiri.

It's not fair, okay!

Mereka adalah lelaki gym, sedangkan aku hanya lelaki playstation. Apa-apaan ini? Awalnya, aku 'kan hanya berusaha bercanda dengan bos mereka.

Bercanda, bukan apa-apa. Toh, setelahnya aku tertawa dan meminta maaf.

Tetapi percuma meminta maaf pada manusia-manusia seperti geng Python ini. Mereka sudah tidak memiliki belas kasih dan hati nurani. Seperti nama kelompok mereka, Python, mereka sudah berubah menjadi binatang, berubah menjadi ular berbisa. Didekati secara baik-baik mereka mendesis. Tersentuh mereka mematuk dan menyemburkan bisanya.

Sialan!

Mimpi apa sih aku semalam? Mengapa sampai bisa melakukan kesalahan fatal hingga aku babak belur macam maling jemuran yang ketahuan warga begini. Bedanya, mereka salah, sehingga dikeroyok massa, sedangkan aku, sudah imut, polos, hanya bergurau saja habis ditangan preman sekolah ini.

Domba macam aku melawan enam serigala?

Astaga! Aku sudah tidak berharap untuk menang. Mungkin, opsi yang diberikan padaku cuma ada dua...

Satu. Lari.

Dua. Mati.

Ya Lord! Masih bisakah aku tetap kelihatan cool jika begini? Wajahku yang imut ini pasti sudah membiru dan penuh luka. Setelah ini pasti para gadis akan menjauhiku.

Kenapa Dewi Fortuna tidak memihakku di saat seperti ini? Kenapa Dewi?!

“Lihat nih si pahlawan kesiangan sudah tepar!” seru kakak kelasku, anggota geng Python, yang tidak salah namanya adalah Radika. Lelaki itu tertawa meremehkanku.

Sial! Kalau saja kalian satu lawan satu denganku, mungkin aku masih punya kesempatan untuk menghabisi mereka satu per satu.

Ya, mungkin halusinasiku terlalu berlebihan barusan.

Si lelaki Cina yang terdampar di Indonesia, yang kutahu namanya Bobby itu menendang rahangku cukup keras. Lantas dia tertawa keras. Tawanya itu terdengar menyakitkan di telingaku. Lalu, lelaki itu berkata merendahkanku, “Kalau nggak bisa berantem itu jangan sok pahlawan. Pakai ngerendahin si King lagi. Dasar Loser nggak tahu diri!”

Wah, aku dikata loser? Merekalah loser. Mereka menyerangku bersamaan. Itu tidak seimbang.

Malas mengurusi mereka lagi. Aku ingin segera bangkit, kabur, dan mengunci diri di kamar, tempat amanku selama ini. Tetapi tubuhku yang sudah remuk bak rengginang ini tidak tahu harus apa. Tasku masih terpasang di tubuhku. Jadi, kalau aku kabur, aku tidak perlu kehilangan barang-barang pentingku, seperti perkakas sekolah dan ponsel.

Astaga! Aku lupa! Aku belum mengabari Mama sama sekali. Aku tidak bilang kalau sekarang sedang ada jadwal latihan teater mendadak. Ditambah, sekarang hari mulai gelap dan bedebah-bedebah sialan ini masih menyanderaku di gang kotor ini.

Maafkanlah putramu yang manis ini, Mamski!

Darahku sekarang mungkin sudah merembes keluar. Ah, sudah keluar, dari sudut bibir, dan hidung terutama. Darahku banyak keluar di sana. Pedih sekali rasanya menyadari aku tidak pernah terluka seperti ini sebelumnya.

The Hidden Destiny (On Hold) 🙏Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang