Pemulung dan Tegas

26 1 0
                                    

“Ya udah, ambil hikmahnya aja, Nak, mungkin guru mau buat siswanya lebih peduli lingkungan,” kata ibuku ketika kuceritakan tentang kewajiban setiap siswa membawa botol plastic setiap minggu.

“Tapi, Bu, buat apa coba? Aku gak yakin siswa bakal peduli lingkungan dengan hal semacam ini. Yang ada, mereka pasti punya akal yang bikin mereka gak perlu ngumpulin sampah dan akhirnya, lingkungan ya tetap gitu-gitu aja dan gak bakal ada kesadaran terhadap lingkungan.”

“Terus, kamu mau ngapain?”

“Er… I don’t know, Mom,” selesai mengatakan itu, aku langsung mengambil kantong kresek, mengambil sepeda dan pergi berkeliling kampung, “sesekali nyoba jadi pemulung.”

***

“Widih… banyak banget punyamu, dapat dimana?” kata temanku saat melihat aku membawa kantong kresek besar penuh botol plastic.

“Ya mulung lah, hahaha,” jawabku.

“Widih… serius?” Tanya temanku. Aku mengangguk dengan bangga, “Aku… boleh minta gak? Aku gak dapat sama sekali nih, gimana?”

“Hm… gimana ya? Setornya harus 10 kan?” temanku mengangguk, “Nah… bagaimana kalau untuk 10 botol plastic kau bayar seribu?”

“Ok, nih,” katanya sambil memberikan uang seribu rupiah padaku.

“Sip, thank’s!” aku ambil uang tersebut dan kukasih 10 botol plastic dari kantong kresekku, “Nih, botolnya.”

Beberapa saat kemudian tiba-tiba banyak temanku yang datang menghampiriku sambil membawa uang seribuan, “Eh, katanya kamu jual botol plastic ya?”

“Ya, kenapa?”

“Seribu buat 10 botol, kan?” aku mengangguk, “Nih, aku beli 10 botol, aku males ngumpulin.”

Satu per satu siswa membeli botol plastikku, dan akhirnya kantong kresek besarku digantikan lembaran uang seribuan, “Lumayan nih kalau minggu depan kayak gini lagi,” pikirku.

“Eh, Bro, minggu depan bisa pesan lagi, gak?” aku mengacungkan jempolku padanya.

“Alhamdulillah, rejeki tambahan nih!” pikirku.

Akhirnya selama beberapa minggu aku bisa nambah uang jajan dengan profesi baruku, PEMULUNG.

“Nah, betul kan kata ibu, pasti ada hikmahnya,” kata ibu suatu hari saat aku sedang menghitung lembaran duit seribuan, aku hanya tersenyum.

Email MisteriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang