Who?

176 24 2
                                    

Tuk.. Tuk.. Tuk

Suara sepatu heels dua orang  perempuan yang saling bertautan menggema di lantai lorong kampus yang sudah sepi. Waktu memang sudah senja. Pantas saja hanya tersisa segelintir mahasiswa yang masih disibukkan dengan segala tugas kampus. Dan biasanya mereka adalah para mahasiswa semester akhir yang sibuk mengerjakan tugas akhir atau sekedar konsultasi dengan dosen.

"Yerin-ah, mianhe aku duluan. Aku harus mengurus ibuku." ucap Yuna tak enak hati. Dia tahu Yerin tak membawa mobil. Dan kini dia tengah khawatir mengingat hari semakin malam.
"Yak! Gwaenchana! Sampaikan salamku pada eommonim." Yerin tersenyum lebar. Mencoba meyakinkan dia tidak keberatan pulang sendirian.
"Aa!" Yuna meganggukkan kepala mengerti.
"Jaga diri baik-baik eoh!" ucapnya kemudian sembari memeluk erat Yerin.

"Yak! Choi Yuna. Aku hanya akan pulang dari kampus bukan untuk berangkat wamil." Yerin memutar bola matanya bosan.

"Sudah sana cepat pergi! Kasihan eommonim menunggu." Yerin mendorong tubuh Yuna.

"Hey! kamu mengusirku?" ucap Yuna tidak terima. "Baiklah. Aku pergi." ucapnya kembali karena melihat Yerin yang sudah melotot padanya.

.


Kini Yerin berjalan sendirian. Dia mengeratkan mantel yang menutupi tubuhnya. Dinginnya udara seakan menusuk setiap inchi kulitnya.

"Yerin-ah!"

Panggil seseorang dari belakang. "Jimin oppa!" Yerin tersenyum menampakkan eyesmile dan indian dimple miliknya.

"Mau pulang?" Tanya Jimin berasa-basi. Sebuah pertanyaan yang Jimin sendiri tahu jawabannya dan dia tetap menanyakannya.Yerin hanya menganggukkan kepala sebagai jawabannya. "Bagaimana kalau pulang bersamaku" Tawar Jimin tak luput dengan senyuman mautnya.

'Ya Tuhan. Kenapa dia begitu tampan saat tersenyum.Tentu saja aku mau Park Jimin. Aku tidak akan bisa menolak tawaranmu,' batin Yerin.
Belum sempat Yerin menjawab, tiba-tiba ponsel Jimin berbunyi. Mengharuskannya menunggu hanya untuk menjawab telepon.

"Eoh! Apa? Sekarang? Baiklah!"
Yerin hanya melirik pada Jimin yang sedang berbincang diponselnya. Lamat-lamat terdengar suara jimin yang sedang mengobrol dengan seseorang diseberang telepon. Jujur saja dia sedikit penasaran karena sepertinya itu telepon penting.

"Yerin-ah. Jeongmal mianhe. Tiba-tiba aku ada urusan mendadak. Jadi aku tidak bisa mengantarmu." Jimin sangat menyesal saat mengucapkanya.

Yerin tertawa hambar. "Pasti itu sangat penting.Gwaenchana. Aku masih bisa naik bus atau taksi mungkin." Yerin mencoba meyakinkan bahwa dia baik-baik saja. Yerin memang kecewa, tapi mau bagaimana lagi. Tidak mungkin dia merengek dan ngambek kan? Memang dia siapa? Siapa tahu memang Jimin punya urusan yang lebih penting darinya. Mohon digaris bawahi lebih penting dari dirinya.

"Akan aku antar lain kali. Aku berjanji." ucap Jimin sebelum pergi meninggalkan Yerin.

🐤🐤🐤


.



.



Yerin memandang indahnya kota Seoul di malam hari dari balik jendela mobil. Dia memutuskan naik taksi daripada masih harus menunggu bus dihalte. Saat taksi berhenti karena terhalang lampu merah, tanpa sengaja manik matanya melihat sosok Park Jimin yang mengendarai sepeda motornya. Tapi yang membuatnya bingung siapa perempuan yang duduk di jok belakangnya. Saat dia masih hanyut dalam pikirannya lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau, yang otomatis Jimin bergerak maju meninggalkannya.
"Ahjussi, tolong ikuti motor sport didepan. Cepat!" Perintahnya kepada supir taksi yang ditumpangi. Setelah beberapa menit membuntutinya, Sepeda motor Park Jimin berhenti disebuah restoran yang cukup mewah. Mereka berdua memasuki restoran tersebut. Yerin ikut masuk kedalam restoran setelah membayar taksinya tentu saja. Dia duduk di sebuah meja kosong yang agak tersembunyi agar tidak ketahuan. Tapi dia masih bisa melihat dengan jelas dimana meja Jimin dan perempuan itu.

SAVE Me (hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang