Part 5 : Takut ulat.

2.7K 272 3
                                    

°
°
°

Kedatangan Azizah disambut dengan begitu ramah oleh ibunda Jafar. Ketiga adiknya langsung pamit ke kamar masing-masing untuk istirahat sebelum berangkat mengaji jam dua nanti. Kini, di sebuah ruang tamu duduk ibunda Jafar, Jafar sendiri dan juga Azizah.

“Hana kok pucet mukanya?” tanya ibunda Jafar sembari merangkul bahu Azizah.

Azizah menoleh dan menatap terkejut ke arah ibunda Jafar. Masalahnya dia memang jarang pake make up yang tebal, ke kantor juga dia hanya memakai pelembab, bedak tipis, dan juga lipbalm. Toh ada ketentuan untuk tidak memakai make up berlebihan di kantor.

“Lagi datang bulan ya?” tanya ibunda Jafar, lagi. Azizah makin terkejut. Memangnya dia kelihatan jika sedang datang bulan? Padahal kan nggak mungkin orang tau, kalau Azizah nggak ngomong. Niatnya dia memang nggak mau ngomong biar saja sampai maghrib. Tapi karena bundanya Jafar sudah tau, ya sudah Azizah tidak mungkin berbong.

“Eh iya tante,” jawab Azizah pelan. “Tapi pagi dapet tamu bulanan, maaf ya tante.”

“Loh kenapa minta maaf? Kan kamu nggak salah. Udah makan belum? Kalo nggak puasa, makan dulu aja. Kamu punya maag kan?”

Bundanya Jafar ini cenayang ya? Batin Azizah langsung. Dia kan belum cerita apa-apa, tapi ibunda Jafar seolah tahu banyak hal tentangnya.

“Jadi, sahur tadi pagi percuma ya?” tanya Jafar dengan cengiran lebarnya. Azizah tidak berani menatap ke arah Jafar, rasa bersalah menyelimutinya.

Afwan,” bisik Azizah, pelan sekali.

“Kamu ini gimana sih, ini nak Hananya kan jadi sedih. Udah Hana makan dulu yuk, nanti maag kamu kambuh.”

Azizah menurut, dia beranjak dari duduknya lantas mengikuti langkah ibunda Jafar menuju dapur. Sekilas dia melihat Jafar yang tampak diam di tempatnya. Dalam hati Azizah sedikit takut jika Jafar akan marah padanya.

***

Setelah dipaksa menyantap beberapa lembar roti tawar oleh bunda Jafar karena dia menolak makan nasi, akhirnya tepat pukul tiga lebih sepuluh menit setelah ibunda Jafar sholat ‘asar, mereka langsung meluncur menuju halaman belakang rumah yang ternyata ditanami berbagai macam sayuran dan juga bunga yang berjejer di dekat kolam ikan. Bundanya Jafar memang bilang jika dia hobby bercocok tanam, melihat langsung bagaimana kebun luas di belakang rumah yang penuh dengan tanaman hijau dan bunga, Azizah percaya.

Sembari menunggu ibunda Jafar yang tengah mengambil tempat untuk menaruh sayuran yang akan mereka petik, Azizah mengamati bunga-bunga mawar merah yang berjejer cantik di teras belakang. Ada juga yang berwarna putih, pink, dan ungu gelap.

Setengah takjub -karena di rumahnya di kampung dia hanya punya yang warna merah itupun tidak secantik yang ada di rumah Jafar ini- Azizah berjongkok di dekat tanaman mawar itu lantas menyentuh kelopak-kelopaknya yang tampak menawan.

“Cantik ya?” celetukan dari arah belakangnya itu membuat Azizah yang masih terpukau pada keindahan bunga mawar itu lantas buru-buru berbalik demi mendapati Jafar yang berdiri menjulang di belakangnya dengan cengiran lebar andalannya.

“Kamu nggak marah?” tanya Azizah langsung, mengingat Jafar tadi tampaknya agak kesal karena makanan sahur yang dia antar untuk Azizah percuma. Atau mungkin itu hanya pikiran negatif Azizah? Azizah nggak tahu lah ya, padahal biasanya dia itu jarang berpikir negatif pada orang lain. Tapi kali ini dia benar-benar merasa bersalah dan berpikir Jafar pasti kesal padanya. Ya siapa yang nggak kesal sih? dibela-belain ngantar sahur jam tiga, ternyata nggak guna.

Geser dong!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang