Withdrawal

110 18 30
                                    

Luz tidak memercayai isi pikiran Dinar sebelum jatuh terkulai di lengannya. Sempat-sempatnya gadis ini berimajinasi romantis tentang ciuman seorang pangeran setelah berhasil diselamatkan! Rupanya, ia sedang berurusan dengan seorang pemimpi kelas berat.

Kegusarannya lantas buyar ketika ia menemukan ceruk terbuka di bawah bukit cadas. Ia membawa Dinar ke sana untuk berjaga-jaga dari apa pun yang bisa muncul di langit kemudian. Tempat itu cukup terlindung, tetapi tidak gelap maupun pengap, sekaligus nyaman untuk melakukan proses pengobatan. Ia sandarkan punggung gadis yang tak sadarkan diri itu pada dinding yang cukup datar.

Luz tidak membuang banyak waktu. Ia segera memindai seluruh cedera di tubuh gadis itu dengan cekatan dan teliti. Sebagian besar energinya hanya mendeteksi luka lecet dan memar, tetapi Luz menemukan masalah cukup serius pada tempurung lutut yang retak dan ada perdarahan dalam rongga perut yang mengkhawatirkan. Ia pun memutuskan untuk memulai dari lutut terlebih dahulu. Alhasil, Dinar terbangun dan memekik tertahan.

"Sakit?"

Samar-samar, Dinar mendengar suara seseorang bertanya padanya. Tatkala berhasil membuka mata, wajah Luz yang berlumuran bercak darah kering hingga tampak coreng-moreng adalah hal pertama yang ia lihat. Warna rambut Luz yang semula cerah laksana jahe pun turut berubah menjadi kehitaman. Iris cokelat terang milik Pangeran Torri terlihat kontras di antara semua warna gelap itu.

"Ini bukan darahku." Luz menimpali suara di kepala gadis itu.

Dinar mencoba mengingat semuanya. Serangan monster, kelebatan cahaya misterius, hingga kecelakaan yang menimpanya. Lalu, ia merasakan nyeri tajam pada perut dan kaki. Dinar pun mengerang pelan.

"Bertahanlah sebentar. Aku sedang mengobatimu."

Dinar menoleh ke sumber rasa sakit tadi dan baru menyadari apa yang sedang dilakukan oleh Luz. Kesatria itu tengah berkonsentrasi memusatkan energi pada lututnya—Dinar mencoba menyimpulkan dari sensasi hangat berdenyut yang sedang ia rasakan. Apakah kesatria ini Baymax? Ia sendiri tidak habis pikir kenapa dirinya bisa terluka dan juga bisa merasakan sakit sungguhan akibat serangan tersebut.

Isi pikiran Dinar pun sungguh mengganggu Luz. Sang kesatria merasa bersalah karena telah gagal memenuhi peran sebagai seorang pelindung. Luz terlalu meremehkan energi gelap yang menyelimuti mimpi gadis ini, sedangkan kekuatannya sendiri telah mencapai batas. Beruntung jika ia bisa bertahan sedikit lagi karena Luz tahu waktunya hampir habis.

"Apakah kamu perlu melakukan ini?" Dinar menahan dengan risi tangan Luz yang mulai bergerak ke bagian atas lututnya. Agaknya, bagian itu sudah pulih karena sekarang terasa jauh lebih baik.

"Aku tidak akan berbuat yang aneh-aneh," kata Luz singkat karena waktu tersisa tidak banyak. Ia akan memaksa gadis ini bila memang harus.

"Aku bisa menyelesaikan ini dengan cara yang lebih cepat, tetapi kau mungkin tidak akan menyukainya." Luz memberikan pilihan.

"Apa itu?"

"Cara yang pernah dilakukan Ikram kepadamu."

Telinga Dinar memerah mendengar. Ia tahu apa arti kata-kata Luz barusan hingga ia diam terpaku. Kejadian dengan Ikram dulu adalah lain hal. Waktu itu, ia masih polos dan belum tahu apa-apa, tetapi sekarang situasi mereka jelas berbeda.

"Bukankah sebelum jatuh pingsan, kau berharap begitu?" Luz setengah mengejek.

Ya, waktu itu ia "sekarat" dan mungkin saja sedang berhalusinasi hingga pikiran tercela itu sempat singgah dalam benaknya. Namun, akal sehatnya sekarang sudah kembali. Lagi pula ..., Dinar bergidik memandang sekujur tubuh Luz. Ia takkan mau dicium oleh seseorang yang berlumur darah anyir kering menjijikkan. Tidak. Refleks Dinar menutup mulut sempurna dengan jemari bundar berisi miliknya.

BEYOND THETA (DARK ROMANCE-FANTASY) TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang