Perasaan di pantai berlainan dengan di rumah. Emakku khawatir denganku. Sedangkan aku berperasaan berbunga-bunga. Di sepanjang jalan pulang menyanyi. Aku mengetuk pintu rumah. Mengucap salam berkali-kali.
‘’inikah laku kau, disuruh beli ikan malah melonte kemano mano!!’’ ujar orang yang buka pintu.
Ia memarahiku di depan pintu. Seakan tak terhormatnya diriku. Merasa tak dihargai. Rasa asmara berubah jadi pahitnya brotowali.
‘’emak kau dah betahun nunggu ikan tu, coba lah mikir pake otak kau. Jadilah kau orang tak bersekolah. Jadi pula tak berbudi. Tak ado betino macam kau yang magrib baru balek. Apo bedanya kau dengan orang diluar yang puas dengan jantan.’’ Sambungnya.
‘’Awak memang tak berbudi, tak berakal tak berotak, janganlah ayah yang terhormat melakukan anaknya tak beraji seperti ini’’ sahutku pelan sambil bibir gemetar dan mata berair serta tertunduk.
Ia naik pitam. Matanya merah. bibirnya tak bisa digigit lagi. Urat tangannnya kencang. Secepat kilat ia mengacungkan tangannya.
‘’berrraniii kau melawannnn!!!!’’
teriaknya lalu ia membiarkan tangannya hendak mendarat di pipiku.Secepat kilat ditangkis pelindungku. Lalu emakku berkata.
"Udahlah bang jangan gara-gara ikan abang buat masalah besak,tak berubah perangai abang,kalo macam ni abang masaklah dewek ikan tu!
Emakku merenggut sekantong ikan tu dari tangan ku dan memberikannya pada ayahku. Emakku merangkulku, membawaku ke kamar, sedangkan ocehan ayahku masih terdengar.
Ibu dengan anak macam pinang di belah dua!!!
****
Hidup tak ada arti jika dirumah. Pelindungku kadang juga makan hati. Aku tak tahu salah aku apa. Ia memperlakukanku beda dari pada anaknya yang lain. Aku berusaha menuruti kehendaknya. Akan tetapi tak pernah di hargai. Pagi ini ia menyuruhku menjaga adik-adikku. Walaupun luka kemarin masih tergores dihati namun aku mencoba bersabar.
Kuturuti kemauannya berharap ada pembukaan hati atasnya. Aku sendirian di rumah. Ayah pergi kerja bersama orang china, entah apa yang ia kerjakan dan setahuku selama hidupku haram atas mataku melihat duitnya. Sedangkan emak bekerja seperti biasanya. Kuajak adikku main dihalaman rumah. Halaman rumahku lumayan besar, dan sering dijadikan tempat bermain bola sepak, maupun yang lain oleh para pemuda. Barisan kembang sepatu yang memetak halaman menjadi len baginya. Lengkap dengan perkarangan bunga di dekat tangga. Membuat halaman asri dan hijau.
Aku bertanya pada mereka hendak main apa. Bermain bekal usul romi, bermain edeng usul azis dan bermain kejar-kejaran usul bujang. Akhirnya aku memutuskan untuk bermain bekal. Bekal adalah perkataan khusus melayu jambi untuk menyebut kelereng. Tertawa ,gurauan, yang selalu menghiasi permainan kami.
Bujang yang paling kecil sering kami kalahkan, sedangkan romi sangat piawai dalam bermain, azis yang tak kalah bersaing dengan romi. Seringkali bujang keluar masuk rumah, untuk mengambil bekalnya seglock dibelikan ayah. Ia orang yang selalu dimanjakan ayah diantara para anaknya.
Dunia khayal datang saat aku memutuskan untuk berhenti bermain. Surga akan jatuh ke dunia saat titisan adam dan hawa memilki rasa sakinah, mawadah, warahmah. Riuh tawa, gurauan di lingkungan rumah akan menambah bulir-bulir kenikmatan cinta. Akankah emak maupun ayah terpikir kesana. Alangkah bahagianya kami jika mereka bersatu pikir, rasa maupun kasih sayang. Berhenti dari lamunan saat terdengar suara gaduh dari perang mulut antara romi dan azis.
‘’Abang dak nganjak’’ kilah romi.
‘’iyo tadi disiko, tadi abang dendak door’’ sahut azis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Pucuk Putat
LosoweCerita tentang Gadis Melayu Malang yang kehilangan kepercayaan akan cinta lalu terbuang.