6. Meet

4.4K 661 35
                                    

Langit mendung seperti sudah siap menjadi penonton di atas sana. Dinginnya suhu udara tak menjadikan suasana menjadi lebih baik. Seperti air jernih yang kemudian diteteskan setetes tinta hitam. Kedua pasang mata bertemu, atmosfer canggung seketika menguasai sekeliling mereka. Mengambil alih ketenangan yang ada. Taehyung mendeham guna mencairkan suasana yang sejatinya tidak berdampak jelas. Memberi respons berupa anggukan kecil, pertanda bahwa seseorang yang bertanya barusan mendapat izin untuk duduk di sebelahnya.

Sial. Dari ke semua tempat, Taehyung mempertanyakan mengapa harus tempat ini. Ketimbang, mengapa mereka baru bisa bertemu sekarang atau mengapa ketika hatinya belum siap sama sekali. Orang itu, ingin sekali Taehyung peluk dengan erat saat ini. Mengusap pucuk kepala itu lembut, menghirup aroma khas yang selalu meninggalkan jejak di indranya. Taehyung akui dia rindu semuanya. Tetapi situasinya menahan kesemua yang dia miliki bersama rindu.

"Apa kabar... Hyung?"

Tak bisa menduga bahwa itulah awal mula percakapan mereka. Sejatinya rasa malu segera mengerubungi Taehyung. Dunia seolah menertawainya di kursi penonton. Suara itu. Suara yang seringkali mampir di mimpinya. Suara yang sebenarnya sudah terekam lengkap di benaknya. Taehyung merasakan debaran di dadanya begitu kencang, bukan seperti pertama kali jatuh cinta. Karena kali ini diiringi rasa nyeri yang luar biasa.

"B-baik. Kau?"

"Tentu. Aku tidak menyangka kita bisa bertemu di sini," ungkap pemuda manis dengan setelan serba biru muda itu. Jeon Jungkook tampak bersinar di bawah langit mendung yang mencekam.

Tanah berumput yang basah. Embun yang setia menempel pada apa saja. Diam menjadi peneman mereka selanjutnya. Taehyung berusaha mengatasi dirinya sendiri. Untuk tidak luluh, melunturkan harga dirinya demi bisa memeluk seseorang di sebelahnya. Saat ini mereka hanyalah dua manusia yang saling mengenal. Tidak lebih. Tapi siapa yang tahu, bahwa ada rentetan kenangan di belakang mereka. Kenangan yang selamanya akan sama. Tak peduli bagaimana keadaan mereka sekarang. Kenangan itu tetap ada. Seolah seperti parasit, memeluk Taehyung erat.

Di dalam benaknya, seluruhnya terputar dan kini dia bersama seseorang yang ada di benaknya. Namun sedihnya, mereka tidak memiliki perasaan yang sama. Sibuk dipermainakan begitu banyak kenangan yang mendadak singgah. Sebuah tepukan pada bahunya menyadarkan Taehyung seketika.

"Hyung... maaf jika ini lancang. Tapi, apakah kau tidak membutuhkan barang-barangmu lagi di apartemen?"

Saat itu juga, Taehyung ingin menangis. Namun dunia menahannya dengan segenap dinding pertahanan yang entah sejak kapan kembali ada.

--

Tempat yang masih sama. Bahkan letaknya masih Taehyung hafal dengan jelas. Aroma percampuran yang masih terasa spesial untuknya. Taehyung berdiri tepat di mulut lorong apartemen ini. Menatap lantai semi kayu yang terlihat mengilap. Tembok putih tulang yang bersih. Tidak ada yang berubah. Tempat ini selalu memberinya kehangatan dan ketenangan yang tiada duanya. Taehyung baru menyadarinya, ketika semuanya telah dia hancurkan begitu saja, seolah tanpa beban ketika itu. Dan kini, seluruhnya datang kepadanya dengan suka rela dalam keadaan hancur.

Melepas sepatunya, Taehyung segera berjalan menuju pintu berwarna cokelat yang berada di dekat ujung lorong. Membuka pintu yang sejatinya tidak pernah dikunci. Dulu, mereka sepakat untuk tidak mengunci pintu satu sama lain. Privasi mereka tetap ada namun tidak seketat seperti ketika mereka belum memutuskan untuk hidup dan tinggal bersama. Dan Taehyung menyadarinya, menyadari bahwa privasi itu menjadi ketat olehnya sendiri. Ketika pintu itu dibuka, nuasana kamarnya tidak berubah. Seisi kamarnya tertata rapi sesuai pada tempatnya. Taehyung tertegun, seingatnya dia meninggalkan kamar dalam keadaan sangat berantakan. Dia hanya sempat membawa beberapa pasang baju karena memilih pergi sesegera mungkin.

"Maaf aku sudah masuk ke kamarmu tanpa izin, Hyung. Tapi aku merasa perlu membereskan kamarmu juga, beberapa hari lalu aku baru membereskannya."

Taehyung menoleh ke arah Jungkook yang berdiri di dekat mulut dapur. Pemuda manis itu menatapnya berbeda kali ini, tidak ada tatapan hangat yang begitu manis di matanya. Yang kini hanya tatapan peduli, ya, Jungkook tetaplah menjadi dirinya sendiri. Seseorang yang peduli tanpa pamrih, dan semakin hancurlah hati itu mengetahuinya. Benar, Jimin benar, kini Jungkook jauh lebih baik darinya. Tanpa membalas, Taehyung memilih masuk dan menutup pintu.

Kamarnya dalam keadaan sedikit gelap. Remang-remang dari lampu tidur di nakas. Menghampiri kasur dan menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur single itu. Taehyung rubuh saat itu juga, air matanya meleleh. Bahkan kamarnya kini masih memberikan kehangatan yang semakin membuat air matanya deras meluruh. Bedanya, kehangatan itu dia dapatkan sendirian. Tanpa peneman dengan hati yang benar-benar remuk, ingin sekali membuang hatinya yang menjadi tidak berdaya pada suasana yang kini dia hadapi. Taehyung menangis dalam diam, tak mempedulikan harga dirinya sama sekali kali ini.

Suatu penyesalan yang tak mampu dia gambarkan sama sekali. Taehyung tak mampu membuka mata, tangisnya membawa dirinya kembali menuju alam bawah sadarnya. Kesemuanya menggelap, tangisnya mereda meski sejatinya tanpa suara.

Tanpa dia sadari. Bahwa masih ada kecil harapan untuk semuanya. Rupanya, kekhawatiran itu bukan semata peduli, melainakan cinta itu masih ada di sana. Di sudut kecil dia bersembunyi.


zurück : we try again [TAEKOOK] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang