Krisna

8 1 0
                                    

Sebulan aku berada disini di tempat ini, hari ini bu Kris menyuruh kami untuk rolling tempat duduk dengan sistem bergeser satu anak satu anak, kebetulan rolling kali ini aku sebangku dengan Krisna, dan tempat ini di kelilingi dengan gengnya mulai dari depan kanan depan samping kiri, kiri depan. Keadaan ini membuatku menjadi akrab dengan teman laki-laki di kelas ini.

Ella duduk dengan salah satu teman Krisna yang waktu itu minta duduk sebangku sama aku namanya Riko, dia anaknya bandel, tidak bisa diam dan selalu protes membuat aku jadi kasihan sama Ella yang hanya bisa pasrah saat di protes si Riko.

Aku dan Ella selalu bersama, dulu sebelum aku masuk sini Ella termasuk salah satu antek si Angel dia tidak mau dikalahkan dengan siswi mana pun mulai dari penampilan, gaya, kecantikan, dan kepintaran dia harus menjadi yang terdepan maka dari itu dengan masuknya aku di sekolah ini dan banyaknya tawaran lomba dari guru membuat dia iri dan menggiring antek-anteknya untuk selalu menghujat apa pun yang aku lakukan.

Sampai pada suatu hari setelah dari kantin.
“Ella sini deh, aku arep omong karo koe,” panggil Firna salah satu antek si Angel. Kenapa aku menyebutnya antek karena mereka jika disuruh Angel selalu nurut tidak pernah membantah sedikit pun.
“Ono opo to?” tanya Ella. Saat Ella dipanggil Firna berbisik-bisik sama Ella dengan selalu menatap aku, aku sangat merasa sekali kalau yang sedang dibicarakan adalah aku. Memang benar saat Ella kembali dia langsung laporan ke aku.
“Qill, masak kata si Firna gayamu norak, kayak orang ndeso,”
“Aelah emang orang ndeso kali aku,”
“Terus dia bilang katanya kamu jangan sok cantik dan sok pinter,”
“Kalau ngomong nggak pakai pikiran itu ya gitu, asal ngablak aja tuh mulut belum tau dia siapa aku,”
“Aku tau kok siapa kamu, kamu Aqilla kan murid baru pindahan dari Madiun.
“Polos amat sih koe,”

Tak hanya satu dua kali mereka mengejekku seperti ini, aku tidak ambil pusing dengan segala hujatan dari mereka yang aku bingungkan adalah sebenarnya Ella berpihak di siapa sih kok dia diajak sana sini oke, dan aku rasakan dia seperti mengadu domba. Akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan Ella biar saja dia menjadi antek si Angel yang cantiknya nggak pernah luntur sampai kapan pun tidak ada yang bisa menandingi kecantikannya.

Setelah tidak sama Ella semua aku lakukan sendiri seperti berangkat sekolah, jajan, dan pulang sekolah aku sendirian. Namun, itu hanya berlangsung sebentar karena aku yang tidak betah jika tidak punya teman akhirnya aku sekarang ngikut gengnya Krisna walaupun cewek sendiri tapi aku tidak akan merasa kesepian jika sama mereka.

Aku sangat nyaman berteman dengan mereka, mereka yang ricuh, urakan yang diimbangi dengan kepintaran masing-masing.

Suatu waktu saat aku pergi ke kantin bersama Krisna and the geng aku mendengar bisik-bisik kakak kelas tentang diriku tak hanya satu kali ini aku mendengar dan bisik-bisik itu berasal dari orang yang sama, batas sabarku telah habis mendengar semua ocehan mereka yang menjatuhkan aku.
“Maaf tadi kakak bilang apa? Aku nggak punya malu,” sambarku membuat mereka sedikit terkejut.
“Iya, kenapa emang bener kan kamu itu nggak punya malu,”
“Apa yang membuat kakak menyebutku tidak punya malu?”
“Emang ada ya seorang cewek masih murid baru ke mana-mana perginya sama cowok,”
“Terus apa masalahnya, cowok juga manusia kan,” ucapku mulai emosi.
“Hei kan ada teman cewekmu kenapa nggak sama mereka?”
“Teman cewek yang gak guna itu,”
“Loh kok nyolot sih,”
“Lah yang nyolot itu siapa aku Cuma memperjelas kalau teman cewek yang kakak maksud itu gak guna buat aku,”
“Songong juga ni anak,”
“Harusnya sebelum kakak-kakak yang cantik ini menghujat aku cari tau kebenarannya dulu kak, aku jalan sama cowok-cowok karena kau nggak punya teman cewek mereka nggak ada yang mau nerima aku bahkan mereka membenci aku,”
“Ya emang koe pantas di benci orang banyak!”
“Asal kakak tahu ya selama disini aku tidak pernah mencari masalah sedikit pun sama semua orang yang ada disini, jadi apa alasan aku dibenci ha?” bentakku sambil menunjuk kakak itu.

Teman-temanku yang jalan duluan seketika menoleh dan mendapati aku tengah beradu argumen dengan kakak kelas tengil itu, Krisna mengetahui hal ini langsung menuju aku dan menyeret aku untuk pergi.
“Eh kamu ngapain udah biarin ayo pergi!”
“Diam gak usah melu-melu,”
“Oya satu lagi teman kamu yang satu ini tidak bisa kamu percaya karena apa dia yang telah memberitahu aku sama teman-temanku tentang kejelekan kamu,” kata kakak itu sambil menunjuk Krisna.
“Oh jadi kamu sama saja dengan mereka, hanya pura-pura baik tapi nyatanya? Emang tau opo koe tentang aku sampai koe ngelek-ngelek aku ha,” bentakku pada Krisna sambil mendorong tubuhnya.

Aku kembali ke kelas dengan perasaan campur aduk sedih, kecewa, marah jadi satu, tak habis pikir dia yang aku anggap baik ternyata hanya pura-pura baik.

Mungkin aku tidak di takdirkan mempunyai teman disini. Aku langsung memindahkan tas Krisna di bangku depan tepatnya di sebelah Rio yang kebetulan kosong. Aku tidak peduli dengan Krisna yang dari tadi ada di sampingku.
“Kenapa di pindah?” pertanyaan dari Krisna sama sekali tidak aku hiraukan.
“Marah ya?” tanyanya lagi sambil sedikit menunduk tepat di wajahku.
“Pergi aku benci karo koe, aku paling benci sama orang yang udah ngejatuhin harga diri aku di depan orang banyak!”
“Maaf,”
“Gak butuh maaf teko koe, lagian apa maksudmu ngejelekin aku kayak gitu di depan kakak kelas pula,”
“Aku gaada maksud buat,” belum selesai dia bicara langsung aku sela
“Udahlah pergi sana males aku liat kamu!”

Aku benar-benar marah, tidak habis pikir dengan apa yang telah dilakukan Krisna bisa-bisanya dia menebarkan cerita tentang kejelekanku, tau apa dia tentang aku, aku juga baru dekat dengan dia belum ada sebulan tapi dia sudah sok tau dengan kehidupanku.

Apakah disini aku tidak boleh mempunyai teman?, apakah disini aku harus selalu sendirian? Aku bingung dengan apa yang telah terjadi disini.

PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang