Ch. 3 : Shiro

27 9 1
                                    

.
Peringatan!
Terdapat kata kasar di dalam chapter ini. Harap kebijakan pembaca untuk baca aja, tapi resiko tanggung sendiri.
( ╹▽╹ )
Selamat membaca!
.

Chapter 3
= Shiro =
________
{ Miyu pov }
"Hn..?" perlahan ku buka kedua mataku yang tertutup. Ugh... Silau sekali. Sepertinya aku harus menyipitkan mata ini.

"Tunggu.. selimut?" kok rasanya aku seperti lagi berbaring? Lampu gantung itu terlihat jelas banget. Aku meraba tempatku berbaring saat ini, ini bukannya sofa ruang tamu?

"Kok aku bisa tiduran di sini? Siapa yang mindahin? Aku kan... tinggal sendiri..," gumamku yang masih bingung.

"Hua!! Ku-kucing tadi!" begitu tersadar aku sontak langsung mencari kucing putih tadi yang ku obati. "Kucingnya kemana?! Ini kan sofa yang aku pakai buat naruh kucing tadi."

Aku mencari kucing itu di semua tempat. Tapi aku gak bisa menemukannya. Apa dia kabur ya? Tapi kan jendela dan pintu di tutup semua. Kabur lewat mana dia?

"Berarti kalau dia kabur, artinya dia udah sehat dong? Ha... Ya sudahlah. Setidaknya aku tau kalau dia akan baik-baik saja."

Aku memutuskan untuk kembali ke ruang tamu karena mengingat kotak P3K nya belum ku bereskan.

Meow!

"Itu suara kucing! Jangan-jangan," aku bergegas berlari ke ruang tamu dengan sedikit berharap jika itu benar-benar suara kucing putih tadi.

Benar saja, kucing putih itu sedang berdiri di sofa yang dipakai untuk mengobatinya. Entah kenapa perasaanku menjadi lega sekali ketika melihatnya ada di sini.

"Aa.. syukurlah kau baik-baik saja," perlahan kaki-ku rasanya sangat lemas. Aku membiarkan tubuhku terjatuh ke lantai dengan posisi duduk dan kedua kaki yang membentuk huruf w.

Meow!

Kucing putih itu berjalan ke arah ku sembari mengeong. Ia menempelkan pipinya ke kaki-ku sambil mendengkur senang. Aku dengan senang pun ikut mengelus kepalanya dengan lembut.

"Oh? Luka-luka yang tadi kemana? Perban yang ku kasih juga gak ada..," gumamku dalam hati. "Kok bisa hilang?"

Kucing itu tiba-tiba saja berada di pangkuanku sambil melambaikan ekornya yang panjang ke kanan dan kiri.

Ini pertama kali nya aku merasa nyaman dengan keberadaan seekor kucing. Rasanya aku benar-benar senang ketika tau jika ia masih di sini.

Aku menggendong kucing itu sejajar dengan wajahku. Aku tersenyum lepas. "Aneh ya. Masa' seekor kucing bisa membuatku senang seperti ini,"

"Mulai hari ini namamu Shiro ya. Hehe..,"

~~||~~

Meow! Meow!
Kayaknya aku dengar suara kucing. Kok rasanya badanku berat ya? Kayak ada yang nindihin... Masa bodo' deh, masih ngantuk ah.

Meow!
"Bangun woi! Telat nanti!!"

"Aw!?" Seperti ada yang ngomong? Ternyata Shiro menampar wajahku dengan cakarnya hingga aku kaget dan terbangun. Aku memegang pipiku yang dicakar olehnya. Untung saja bukan dibagian plester luka yang dicakar...

"Wah... Dasar kucing gak tau diri, malah nyakar. Udah diobatin juga!" Kesel banget, bangun-bangun malah dicakar kucing.

Grrh!! Miaw!
"Sekolah bego! Molor mulu kerjaannya!"

Lah... Bentar..
"Shiro bisa ngomong anjirrr!!!" Seriusan nih kucing yang ngomong?? Kok bisa??! Jangan-jangan suara yang tadi juga Shiro??

Miaw!
"Lebay dih! Cepetan berangkat gak luh! Mau ngerasain tamparan kucing lagi hah!?"

Apaan sih? Kenapa jadi Shiro yang marah-marah dah!? Kan aku yang dicakar, dia minta maaf juga gak!! Kucing sialan.

Grrh!!
"Elah kelamaan!! Cakar beneran nih!!"

"Iya iya!! Aku siap-siap dulu!!"
Wah parah. Gak beres nih kucing. Udah tiba-tiba bisa ngomong. Nyebelin lagi. Nyesel kemarin aku pungut dia. Mana tadi dia beneran pingin nyakar lagi. Kucing gila....

~~||~~

"Ya udah, aku berangkat dulu. Awas ya kalau berantakin rumah! Gak dikasih jatah makan baru tau rasa."

Miaw!
"Gak usah bawel! Udah mau telat, berangkat sono!"

"Dari tadi kan kau yang ngoceh terus kambing!" Ih emosi banget tinggal sama kucing kayak gini.

Grrh! Miaw!
"Paan sih, gua kucing! Mata lu udah minus berapa sih?"

"Ish. Tau ah!" Braak!
Bodo amat lah pintunya dibanting. Emosi banget gustiiii. Kok bisa gitu,  Shiro yang kemarin berubah jadi 180° derajat! Yang kemarin mah kalem-kalem aja. Lah sekarang malah bar-bar kek gini.

"Aw.. bekas dicakar tadi lupa diobatin."

Ya sudahlah, cuma cakaran kucing doang gak seberapa ini mah. Luka-ku yang lain lebih besar dan sakit dari pada ini.

~~||~~

"Buahahaha!! Si setan dicakar kucing guys!" teriak Vanessa tiba-tiba ketika aku baru memasuki kelas.

"Kucing aja benci sama dia! Wahahaha!" sambung Sarah yang sedang memegang minumannya.

"Berisik." bentakku tanpa sadar. "Ups..,"

"Apa lu bilang?! Wah udah berani dia guys." ucap Laura menyeringai.

"Akh!!" Vanessa menarik rambutku dan menyeretku keluar kelas.

"Ikut gue sekarang!" pinta Vanessa dengan tatapan sinisnya.

"Tu-tunggu! Bentar lagi masuk! Kalian gak boleh kelu-- akh!"

"Halah, bacot!" Sarah melempar minuman yang ia pegang ke arah ketua kelas, Lisa.

"Tinggal bilang kita berempat ke uks kok ribet banget sih! Gak usah belagu deh lo!" seru Laura yang terlihat kesal dengan sikap Lisa.

~~||~~

Bruk!
"Nah... Enaknya setan ini kita apain ya? Hmm."

Vanessa mendorong badanku ke tembok. Ah sial. Padahal luka di punggungku waktu itu belum sembuh. Ini salahku juga, kenapa aku bentak mereka sih...

"Setan songong kayak gini mah, diapain juga, selalu bisa bikin kita ketawa! Hahaha!" jawab Sarah dengan menyilangkan kedua tanganya.

"Eh eh! Vanessa, gue boleh pukul dia sekali gak? Soalnya greget banget tadi pas dia bentak kita." tanya Laura kepada Vanessa.

"Oh boleh dong! Tapi lu harus pukul dia sampe jatoh! Kalo gak, lu yang bakal gue tampar nanti." jawab Vanessa senyum sinis.

"Hahhaa! Gak perlu lu bilang juga, gue udah niat begitu!!"

Aku hanya bisa terdiam ketika melihat Laura sudah mengepalkan tangan kanannya dan akhirnya mengayunkannya tepat di pipi kiriku yang terdapat plester luka.

Bugh--!!

Aku langsung terjatuh ke tanah, tangan kananku yang menahan tubuhku terkena goresan batu-batu kecil. padahal perbannya baru diganti dua hari yang lalu. Pukulannya sakit banget.

Ah... Kapan selesainya sih? Capek.

.
.
.
.
~~▪■▪~~
Bersambung
~~▪■▪~~

Beautiful White Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang