Ch. 4 : Shiro (2)

38 7 1
                                    

Peringatan!
Dalam chapter ini sedikit mengandung
kata-kata kasar. Harap kebijakan para pembaca buat baca aja. Tapi resiko tanggung sendiri.
( ╹▽╹ )
Selamat membaca!

Chapter 4
= Shiro (2) =

{ Miyu pov }
"Heh, tahan dia." pinta Vanessa memiringkan sudut bibirnya. Sarah dan Laura mengangguk dan mereka menahan ke dua tanganku.

"Ka-kalian mau apa?! Lepasin!" meski aku bilang begitu, mereka gak akan mendengarkanku.

Vanessa mengambil segenggam tanah. "Heh setan, buka mulut lu!"

"Ng-nggak!" ah... Aku punya firasat buruk tentang ini. Kayaknya kalau aku nggak kabur, bisa tambah gawat.

Plakk!!
"Apa sih. Disuruh buka mulut doang kok nggak mau. Kan gua cuma pengen masukin tuh tanah doang. Masalahnya dimana sih!?"

Justru itu masalahnya! Dia udah gila beneran ya? Wajahku jadi kotor gara-gara dia menamparku dengan tangan yang masih megang tanah tadi. Aku harus beneran kabur sekarang. Tapi gimana? Cengkraman Sarah dan Laura kuat banget.

"Ah br*ngs*k! Tangan gua jadi kotor tau! Lu gak tau ya usaha gua nahan jijik buat ngambil tuh tanah demi lu doang!?" teriak Vanessa kesal dan mengelap tangannya di lengan bajuku.

Demiku katanya. Lucu banget.

"Heh setan! Lo tuh harusnya tau diri dikit dong! Dikasih makan kok nggak mau. Gimana sih! Hahaha!" bentak Laura sambil tertawa.

"Dia maunya yang elit kali! Nes, harusnya tadi lu kasih batu ama cacing biar makin manteb bego! Wahahahha!!" goda Sarah ikut-ikutan.

"Idih, jijik banget anj*ng! Lo aja yang ngasih begituan ke dia! Gua sih ogah!" tolak Vanessa dengan mengerutkan dahinya.

"Oiya, gue dapet inspirasi! Nes, gantiin dulu nih bentar!" ucap Laura. Ia langsung berlari ke arah suatu tempat. Vanessa langsung menahan tanganku.

"Udah dong... Lepasin. Tanganku masih sakit." kali aja mereka mau dengerin kalau aku ngomong baik-baik.

"Hmm... oke, kita lepasin."

Eh? Mereka berdua beneran ngelepasin tanganku.

"Kesempatan kabur!" batinku.

Sret-- bugh!
Niatnya begitu. Ternyata pas aku pengen lari, baru satu langkah, Sarah langsung menendang kaki-ku dari depan. Alhasil kalau aja kedua lututku nggak menahan tubuhku tadi, mungkin aku bakal jatuh lagi.

Bugh!
"Akh!! Hoek!"
Sarah menendang perutku keras sekali. Sampai mual rasanya. Bahkan tubuhku menabrak dinding.

"Siapa yang nyuruh lu buat kabur?" tanya Sarah dengan tatapan sinis.

Akhirnya mereka menendang, memukul, menampar, dan melakukan apapun itu yang bisa membuat mereka tertawa dengan puasnya kepadaku. Luka dan memar terus bermunculan di tubuhku. Padahal luka yang kemarin-kemarin juga ada yang belum sembuh.

Aku hanya bisa melindungi kaki-ku dengan memeluknya agar aku bisa berjalan nanti. Walau begitu, tetap saja kaki-ku terkena tendangan mereka.

"Oi! Liat nih gue bawa air yang udah dicampur pake tanah ama saos!" teriak Laura yang tiba-tiba datang denga air dibotol plastik.

"Tanah plus saos? Seriusan? Dengernya aj bikin gua jijik." ucap Sarah heran namun tetap terlihat senang.

"Aa! Lu berdua curang banget udah mukulin dia!" seru Laura kesal kepada Vanessa dan Sarah.

"Banyak bacot lu! Terus itu air mau diapain?" tanya Vanessa menyilangkan ke dua tangannya.

"Pake nanya. Udah jelas buat nyiram si setan lah! Hahahaha!!" jawab Laura dengan bangga dan membuka tutup botolnya.

Ia menyiram seluruh tubuhku dengan air itu. Mereka bertiga tertawa dan meninggalkanku di sini. Sedih banget. Tapi air mataku sama nggak keluar. Pikiranku kosong. Biar saja lah seperti ini. Aku ingin istirahat dulu.

~~||~~
[ 15 menit kemudian ]

Sepertinya aku udah kuat buat jalan. Aku berusaha untuk duduk dan menyenderkan badanku ke dinding ini. Aku menghela napas panjang. Ukh... Badanku sakit semua.






"......."











Lengket.














Bau.













Dingin...

Aku memejamkan ke dua mataku sebentar. "Apa aku bolos aja ya? Di sini juga jarang banget orang lewat."

Yah... Sekali-kali menenangkan pikiran kayak gini nggak apa-apa kan?

~~||~~
[ 3 jam kemudian ]

"Ah... Sepertinya aku udah tidur kelamaan. Jam berapa sekarang?"

Ukh... Percuma aja tadi aku memeluk kaki ini. Sama aja. Sakit-sakit juga akhirnya. Jalanku jadi sempoyongan. Kepalaku sakit banget. Jadi pusing.

Setiap aku berjalan melewati murid-murid, mereka semua melihatku dengan tatapan jijik. Aku cuma ingin ke toilet dan membersihkan kotoran yang ada di pakaianku. Sesampainya di toilet, mereka semua berlari keluar karena merasa takut ketika melihatku.

Kriet-- brak!
"Gak apa-apa.. tenang.. semuanya baik-baik aja."

Lebih baik aku di sini sampai semuanya pulang. Setidaknya aku tidak perlu mendengar cemohan dari mereka. Di dalam sini aku merasa lebih baik.

~~||~~

Sepertinya aku udah kelamaan di sini. Makin gelap sekarang. Aku harus pulang sekarang. Aku lupa kalau ada Shiro di rumah. Dia pasti kelaparan ya?

"Aduh.. tas-nya berat banget." aku baru sadar kalau tas ini belum aku lepas dari tadi pagi. Bahuku jadi pegel banget.

Beberapa menit kemudian aku sampai di rumah.

"Aku pulang."

"Miyuuu!!!"

"Uwaak!?" tiba-tiba Shiro mendarat di wajahku. Nih kucing kenapa lagi sih!?

"Lepasin ih! Sakit tau!" bentakku yang menarik tubuh Shiro dari wajahku.

"Bisa-bisanya kau pulang malem begini!? Abis ngapain sih!" tegur Shiro sambil merontak-ronta dari tanganku. Akhirnya aku menurunkannya.

"Wajahmu kenapa? Terus kenapa kau jadi kotor dan bau kayak gini? Abis kecebur got ya?" Shiro melemparkan banyak pertanyaan kepadaku.

"Berisik. Aku pengen nyiapin makanan buat kamu!" bentakku lagi. Kayaknya aku bakal debat sama kucing ini lagi.

"Aku udah makan! Sekarang urusin tuh badanmu dulu!"

"Ha? Gimana caranya kamu makan? Kan bungkus makanannya belum aku buka? Jangan-jangan kamu robek ya!?"

"Nggak! Tadi aku nyariin kamu tau! Yah sekalian jalan-jalan ama nyari makan lah."

"Ho? Jadi kucing kayak kamu bisa khawatir juga ya?"

"Ng-nggak tuh!? Aku cari kamu gara-gara bosen doang di rumah! Lagian coba liat noh tangan kananmu! Darahnya netes!"

Apa? Wah ternyata benar. Apa gara-gara tadi aku digebukin jadi lukannya makin melebar ya? Aku lupa kalau luka yang sebelumnya juga belum sembuh. Ternyata Shiro beneran khawatir sama aku ya? Hehe. Manis banget.

"Wah kamu perhatian banget!" aku mengelus kepalanya sambil tersenyum kecil.

"A-a-apaan sih!? Ja-jangan pegang-pegang! Tanganmu kotor ih!"

"Iya iya aku mandi dulu. Pake malu-malu segala. Hihihi." aku baru tau kalau wajah Shiro bisa memerah.

"Ya udah sana!!"

Lucu banget sih. Perasaanku jadi membaik gara-gara Shiro. Sepertinya aku bersyukur karena merawat dia. Yah walau pun sikapnya emang nyebelin sih.

.
.
.
.
.
~~▪■▪~~
Bersambung
~~▪■▪~~

Beautiful White Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang