☆
Di bawah langit yang berhambur bintang, Renjun menggunakan senter untuk menemani perjalanan. Membawa kakinya pergi ke suatu tempat dengan langkah pelan yang terseret berat, menyusuri jalan setapak di tengah hutan. Tarikan nafas diselingi batuk yang keluar dari bibir pucatnya sesekali memecah hening mencekam di sepanjang jalan.
Seolah tak pernah tau hal buruk, ia terus bergerak maju tanpa ragu. Walau semakin lama nafasnya semakin habis, tak menjadi halangan untuknya mencapai tujuan.
Hembusan angin dingin yang menusuk tulang tak juga ia hiraukan, baginya selembar selimut wol yang membalut bahu menjuntai sampai kaki sudah cukup untuk menghangatkan tubuh.
Karena yang ada dalam pikirannya hanya satu: sampai tujuan dan mengambil sesuatu yang penting dari sana lalu kembali pulang dan tidur.
Sesuatu yang penting itu, membuatnya tak bisa tidur tenang jika tidak ia bawa pulang.
Papan penanda jalan yang terlihat di ujung belokan sana membuat senyum lega terbit menghiasi wajahnya. Tungkainya segera bergerak lebih cepat dengan sisa tenaga yang ada, mencapai ujung jalan setapak yang menyambung dengan ladang rumput luas di depan sana.
Sebuah rumah yang berdiri kokoh tersinari cahaya rembulan di tengah padang rumput menjadi yang pertama kali Renjun lihat begitu kakinya menginjak kawasan lapang tersebut. Tanpa ragu ia segera menghampiri bangunan tersebut walau angin dingin kembali menerpa tubuh dan menghempas helaian rambutnya dengan kencang.
Pintu penuh debu itu terbuka perlahan dari luar, mengizinkan seberkas cahaya masuk menerangi pengap dan gelapnya ruangan. Kepala Renjun melongok masuk dengan hati-hati dan bola matanya bergerak aktif memeriksa keadaan. Hingga dirasanya tidak ada hal yang mencurigakan, ia memberanikan diri untuk masuk sepenuhnya ke dalam.
"Uhuk!"
Butiran debu yang terbang bebas merangsang batuk keluar dari tenggorokan, dan membuat rongga dadanya terasa sulit mengembang untuk mengambil nafas. Namun, Renjun tidak menyerah, dengan senter yang masih ia genggam, dirinya mulai mencari benda penting itu ke semua tempat yang dapat dilihatnya.
Tadi siang, benda itu tak sengaja ia tinggalkan di bangunan yang tampak seperti kandang ternak tak berpenghuni ini.
Selanjutnya ia memutuskan untuk melangkah lebih dalam, mengarahkan cahaya senternya ke sebelah kanan dan menemukan rak tempel di sisi ruang. Dan ternyata, benda miliknya berada disana.
Boneka beruang coklat yang terhalangi pigura photo usang.
Renjun segera mendekati rak itu, menyingkirkan figura dan mengambil bonekanya yang sudah tertutupi serabut debu di bagian kepala. Ia menepuk boneka itu pelan, membebaskan butiran debunya mengudara di depan wajah yang kontan mengundang batuk keluar lagi dari tenggorokan dan menambah sesak pada saluran pernafasannya.
"Aduh —uhuk!"
Suara batuknya menggema dalam ruangan tersebut, memecah hening dan menerbangkan beberapa burung yang berdiam di atap.
Lantas sekuat tenaga ia menahan diri, mengatur nafasnya dan meredakan batuknya perlahan. Kedua kakinya yang kini mulai hilang tenaga menjadi tanda bahwa ia harus segera pergi dari bangunan itu.
Namun, sebelum niatnya itu terjadi. Saat senternya tidak sengaja terarah terang pada sesuatu seperti kandang besi di pojok ruang yang gelap, telinganya menangkap suara geraman makhluk hidup dan sekilas melihat jerami - jerami di dalam sana tergerak.
Renjun seketika berhenti bergerak, keningnya mengkerut dan matanya ikut memicing untuk menajamkan penglihatannya. Siang tadi, dirinya tidak sempat melihat kurungan besi itu karena terburu-buru.
"Ha-halo?", Renjun bersuara dengan ragu.
Ternyata suara menggeram itu muncul lagi menjawab Renjun, suaranya yang terdengar mirip serigala membuat Renjun mengubah sikapnya menjadi waspada. Dan berbagai macam kalimat tanya yang menyerbu pikiran, membuatnya malah tidak sadar mendekati kandang yang tertutupi dedaunan liar tersebut.
Lalu tiba-tiba siluet dari makhluk itu bergerak, dengan cepat Renjun mengarahkan cahaya senternya ke dalam kandang. Menyoroti penampakan figur makhluk itu yang kini bangkit berdiri dan membuka bola matanya yang beriris abu terang; menatap tajam penuh ancaman pada Renjun dari dalam sana.
Seketika Renjun merasakan nafasnya menderu sesak dan jantungnya berdegup ekstrim, sepasang pupil matanya melebar terkejut, dan keringat dingin mendadak mengucuri pelipis serta membasahi telapak tangannya yang bergetar.
Kreatur itu semakin tinggi berdiri, hingga bayangannya menutupi wajah Renjun. Dan kembali menggeram dengan suara yang lebih keras lagi menggema. Renjun bisa lihat dengan jelas bagaimana tangan besar berbulu itu mengeluarkan kuku-kuku panjang nan tajam yang membuatnya semakin kalut dan lemas. Ia tanpa sadar melangkah mundur menjauhi kandang tersebut; menyebabkan selimut wol yang membaluti tubuhnya terinjak sehingga terlepas dari bahu dan jatuh ke tanah.
Rasanya Renjun ingin segera pergi dari sana, tapi rasa penasaran memelankan langkahnya saat ia menyadari bahwa makhluk itu menyerupai manusia. Maka dengan senternya yang masih digenggam kuat ia arahkan perlahan menuju wajah makhluk itu,
....semakin dekat...
...leher..
...sedikit lagi...
Dagunya—
"GRAAH!!"
Brak!
"AH!"
Renjun meloncat terkejut, auman keras dan kandang yang bergoyang itu membuatnya refleks melempar senter dan segera berlari keluar dari sana sekuat tenaga dan secepat yang ia bisa untuk kembali pulang ke rumah.
Meninggalkan makhluk mengerikan itu di dalam sana kendati masih tersisa banyak tanda tanya di otaknya.
﹏﹏﹏
Holla!
Thanks for reading!
If you like this story, please tap the star below!
♥♥♥♥♥♥
◑﹏◐
Yay?
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Meet Me After Sunset || ON HOLD
Fanfiction[CHAPTERED] Makhluk mengerikan yang Renjun temukan pada malam itu ternyata berubah menjadi seorang lelaki kumal yang memberikan saat-saat terbaik dalam hidupnya. Namun, ia selalu menghilang sehabis petang. -a beauty and the beast kind of story. ...