02 | I have Reasons

80 9 3
                                    

Awas aja kalo kejadian kayak kemarin keulang hari ini. Gue semprot deh, beneran! –Yoona.

Memang aku tidak pernah tidak tersenyum ketika melihat kalimatnya di kertas ini yang tidak seberapa. Tetapi sekarang rasa senang itu bercampur dengan penasaran. Aku mencabut kertas itu seperti biasa. Lalu cepat-cepat aku melihat ke seluruh penjuru sisi rumahku.

Memang bodoh, sih. Mana mungkin dia meninggalkan jejak. Itu sama saja membunuh dirinya sendiri yang malu-malu meong karena tidak berani menunjukkan wujud aslinya. Baiklah, aku tidak akan menyerah. Akan kulanjutkan di sekolah. Karena ada satu clue yang baru kudapatkan kemarin; bahwa dia berada di sekolah yang sama denganku.

***

Gue semprot lo!

Aku tidak fokus selama pelajaran Biologi, walaupun jika fokus pun otakku tidak mumpuni juga. Tetapi kata-kata itu benar-benar mirip dengan perkataan Rena dan si inisial R. Namu kata-kata seperti itu juga memang banyak digunakan orang yang sedang kesal. Mana mungkin juga orang seperti Rena menjadi penggemar rahasiaku. Aku saja bergidik membayangkan bahwa dia sebenarnya adalah bucin alias budak cinta. Lalu mengapa aku harus mengambil pusing ini?

***

Aku memejamkan mataku di atas ranjang UKS, tetapi tidak tidur. Ya, aku kembali lagi ke sini, menunggu dibangunkan oleh Rena. Walaupun pemikiran ini sungguh absurd, but who knows? Tetapi, kuharap aku tidak kena serangan jantung tiba-tiba jika teori ini memang benar.

Aku mengintip sedikit, tidak ada tanda-tanda kehadiran Rena di sini. Hanya ada Shila, anggota PMR yang tidak terlalu dekat denganku, namun saling menenal. Ia juga sudah hafal bahwa aku sering ke sini walaupun tidak sedang sakit. Maka dari itu, ia tidak memusingkan kehadiranku di sini yang hanya numpang tidur, kecuali jika sedang diperlukan untuk siswa yang benar-benar sakit.

"La, Rena hari ini ada ke UKS?" tanyaku pada Shila yang sedang menangani siswi di ruang sebelah.

"Nggak."

Aku hanya ingin memastikan seberapa besar kemungkinan bahwa Rena adalah R dengan mendengar lagi cara Rena memarahiku, jika melihat aku tidur di sini pasti dia akan marah. Tetapi hari ini bukan jadwalnya. Baiklah, akan kucoba lagi ketika jadwalnya tiba.

"Kalo gue pergi sebentar, anak orang gak akan lo apa-apain 'kan?" tanya Shila padaku sambil menuju pintu keluar.

"Gue mau tidur," jawabku sekenanya. Tidak rugi juga tidak ada Rena di sini, aku bisa menumpang tidur dulu sebelum besok-besok Rena sudah kembali datang memarahiku.

Aku memejamkan mataku, memiringkan badan ke samping kanan. Entah mengapa rasanya sulit sekali tidur hari ini, apa karena efek rasa penasaran yang tak kunjung terjawab? Aku membuka kembali mataku.

Wah!

Aku benar-benar tidak menyesal datang ke UKS hari ini, berkat Rena yang tidak muncul di hari ini, aku jadi bisa bertemu dengan siswi manis di ruang sebelah ini. Tirainya memang tidak tertutup sepenuhnya.

Namun tiba-tiba saja dia yang juga tidur ke arah kiri—secara tidak langsung menghadapku—ini membuka matanya. Gawat! Aku seperti orang linglung sekarang, bingung ingin berbuat apa.

"H—hai." Akhirnya sapaan canggung itu yang refleks keluar dari mulutku. Kira-kira apa yang sedang dia pikirkan sekarang? Laki-laki tukang kerdus?

"Hai juga." Huh, ternyata dia membalas sapaanku dengan baik. Aku pikir image-ku akan buruk. Dia juga membalas disertai dengan senyuman, ternyata juga dia mempunyai lesung pipi yang membuatnya terlihat semakin manis.

Apa ini yang dinamakan love at first sight? Hehe.

"Kemarin gue lihat lo yang dibopong ke UKS." Aku bingung harus senang atau miris. Dia mengajakku berbincang lebih dulu, tetapi itu adalah topik yang kuhindari sekaligus membuatku malu.

"E—eh, lo tau juga? Iya, itu gue." Aku berusaha menjawab setenang mungkin.

"Emang kenapa bisa sampe kayak gitu?"

Aku memutar tubuh menjadi menghadap ke atas. Sebenarnya aku malas membahas hal seperti ini, tetapi berhubung yang bertanya adalah cewek manis ini, jadi akan kujawab saja. "Aneh 'kan? Gue emang aneh, nggak kayak cowok pada umumnya yang jago olahraga dan lari doang nggak bakal sakit. Kenapa ya Tuhan nyiptain kaki gue kayak gini?"

"Sorry, gue boleh kasih saran?"

"Kalau semua saran dari lo sih gue terima, hehe." Tidak! Seharusnya aku menarik ucapanku, itu menampilkan image seorang lelaki kerdus kalau kata Rena yang selalu mengucapkan itu setiap kali melihat cowok yang sedang menggoda cewek.

"Lo itu spesial. Tuhan sayang sama lo, makanya lo itu beda dari cowok lainnya. Lagian, bisa main bola dan jago olahraga itu bukan sebuah kewajiban untuk laki-laki 'kan? Setiap manusia berhak bersinar dengan caranya sendiri. Lo bisa berbeda, nggak klise, lo bisa bersinar menggunakan cara yang nggak biasa dari cowok kebanyakan. Paham 'kan maksud gue?"

Aku masih diam, mencerna semua omongannya.

"Kalau gitu gue ke kelas duluan, ya. Bye!"

Ketika dia sudah membuka pintu, aku menginterupsinya. "Nama lo?"

Tetapi dia tidak menjawab pertanyaanku. Namun, aku cukup senang. Aku merasa lega mendengar dia berbicara seperti itu, padahal kami baru saling kenal. Sepertinya aku tidak perlu lagi memusingkan si R ataupun Rena atau siapa pun itu. Karena dia, aku seperti menemukan diriku kembali, mengenal kembali diriku yang sebenarnya. Aku sangat bersyukur hari ini.

***

Aku #LoveYourselfIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang