Tak ada ruang yang lebih menjijikkan selain ruang bercat putih dengan kursi panjang dan wajah murung siapa pun yang menduduki. Di sini rumah bagi orang-orang yang memburu sehat atau kebugaran, atau setidaknya mengembalikan keadaan, tapi keadaan sama dengan waktu, takkan pernah sama.
Kata orang lain Izrail di sini jail dan suka-suka, kau boleh percaya tapi aku hampir tak percaya, meski dalam kondisi tertentu mau tak mau aku harus percaya.
Dulu seorang ibu temanku berakhir di situ, ruang serba putih yang katanya milik pemerintah. Aku tak menyaksikan bagaimana ia pergi untuk selamanya. Tapi masa aku membesuknya serasa sebentar lagi aku kaku, lemas, membusuk, membelatung, jadi tanah. Sakit dan kematian itu menjijikkan, menakutkan, memuakkan.
Tapi aku yang kadang-kadang kehilangan Tuhan, harus hati-hati pada diri sendiri, yang kadang kasar berkata, semena-mena berbuat dan di luar kemanusiaan. Agamaku membebat kepala, turban, surban, tasbih, dan kiblat sering menjadi kilatan pedang, yang menakutiku akan bahaya kepala dipenggal.
Kubang Raya, 13 Juni 2019
YOU ARE READING
Menjadi Aku; Sekumpulan Puisi
Poetry#6 in Sastra (Feb, 20th of 2019) #1 in Refleksi (Feb, 20th of 2019) #1 in Refleksi (Feb, 27th of 2019) #1 in Refleksi (Feb, 28th of 2019) #11 in Pengakuan (Mar, 1st of 2019) #351 in Sastra (Mar, 13th of 2019) #373 in Sastra (Mar, 13th of 2019) #39 i...