Sebutir Kisah Pemimpi

8 0 0
                                    

"Oke, aku duluan ya. See you," Cowok itu berlalu dari hadapanku. Senyum merekah di bibirnya.

"Siapa tadi namanya? Oiya, Vian. Beda 1 huruf lah sama namaku hihi. Apaan sih gak jelas banget deh," batinku sambil senyum-senyum sendiri. Untung aja aku ingat ini bulan puasa, jadi harus bisa nahan nafsu hahaha.

Udara di siang hari ini sangat panas. Peluh membasahi sekujur tubuhku, mulai dari kepala, tangan hingga kaki. Memang benar di Universitas Bhakti Nusa ini banyak pepohonan rindang, tapi herannya tidak bisa mengurangi sengat matahari. Ditambah lagi kendaraan yang berlalu-lalang di jalan raya tanpa terputus sedikitpun. Tiga orang satpam yang diturunkan ke jalan tak mampu mencegah kemacetan, karena ya memang jalan raya tak lagi berfungsi sebagaimana mestinya.

Banyak penjual kaki lima yang berjajar di pinggir jalan hingga membuat jalan kian menyempit dari waktu ke waktu. Pernah suatu ketika aku mendengar cerita dari seorang teman di SMA, dia pernah bertanya kepada seorang penjual, "Bu, kok lebih milih jualan disini sih? Kan ini jalan raya, selain bahaya buat Ibu sendiri, juga bahaya buat pengendara. Belum lagi kalo nanti ada satpol PP yang lagi operasi, Ibu gak takut?"

Jawabannya cukup mengejutkan, "Ngapain saya harus takut, lha wong saya sudah bayar sewa tempat ini kok. Disini kan tempatnya anak-anak mahasiswa, jadi banyak yang beli, laris dagangan saya. Ya namanya saya juga butuh uang buat sekolah anak saya. Cukup saya aja yang susah, jangan anak saya. Biar anak saya sekolah buat ngejar mimpinya, biar jadi orang nanti"

Ah, jawaban itu kadang membuatku merasa malu...

#Episode-4

TENTANG SEBUAH MIMPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang