Bunga-bunga Harapan

12 0 0
                                    

Sekelumit cerita di bangku SMA membuatku semakin bersemangat untuk terus melangkah di dunia baru yang akan beriringan dengan fase dewasaku.

Sudah 5 menit aku berdiri di pinggir jalan -- menunggu angkot yang lewat, tapi tidak kunjung datang. Matahari memuntahkan teriknya dengan begitu gagah kepada bumi. Aku mengelap keringat di dahi dengan tanganku. "Ah, panas sekali.."
Kakiku sudah pegal-pegal rasanya. Aku hanya bisa menghentak-hentakkan kaki saking kesalnya tidak juga ada angkot yang lewat. Taman diantara jalan yang terpisah di Universitas Bhakti Nusa mengalihkan pandanganku. Sejuk melihatnya. Bunga warna-warni yang saat ini sedang banyak digemari -- terutama oleh petani. Mereka menyebutnya bunga refugia.

Setelah memastikan tetap tak ada angkot yang lewat, akhirnya aku putuskan untuk berjalan-jalan sejenak, mengindahkan pandangan yang sedari tadi telah buram akibat lalu-lalang kendaraan.

Semakib dekat dengan taman, aku menangkap sesosok orang yang tak asing bagiku. "Dia kan..."

"Hai, Vian ya?" sapaku padanya.

"Eh, Dian... Belum pulang juga?"

Aku tersenyum mendengar pertanyaannya. "Gak boleh pulang aku"

90 derajat dia memalingkan badannya padaku, "Hah, sama siapa?"

"Sama pak angkot hehe.. Abis dari tadi gak ada angkot lewat sih," jawabku ngasal sambil cengengesan.

Kontan saja dia tertawa mendengar jawabanku. Aku beranjak dari arahnya saat pandanganku menangkap sekuntum bunga yang sungguh indah. "Eh mau kemana?"

Aku tak mempedulikan panggilannya.

"Kamu suka bunga?" Aku menoleh. Dia sudah berdiri tepat disampingku.

"Nggak juga sih. Tapi entahlah, bunga ini terlihat sangat indah hari ini. Andai bisa aku petik..."

"Jangan dipetik. Kamu sentuh aja kalo memang kagum dengan keindahannya. Biarkan dia tumbuh dan menghiasi Universitas Bhakti Nusa dengan keindahannya. Dia juga pasti ingin hidup, sama dengan kamu. Ingin hidup dan menanam bunga-bunga harapan di Universitas ini, bukan?"

Aku terkejut mendengar kalimatnya yang yaaa bisa dibilang cukup puitis.
"Kamu belum tau apa-apa tentangku... Permisi !"

Aku memilih untuk pergi dan enyah dari hadapannya. Dari kejauhan, aku melihat ada angkot lewat. Aku menyorakinya. Banyak orang dan mahasiswa yang menoleh kearahaku. "Bodo amat dah..."

Angkot pun berhenti berkat teriakan seorang Bapak yang berjualan di pinggir jalan. Aku sempat mengucapkan terima kasih pada Bapak itu sebelum angkot membawaku ke tengah keramaian kendaraan.

Kalimat Vian masih jelas terekam di telingaku, dan aku hanya bisa menahan sesak yang bertubi-tubi ini sendiri didalam angkot.

"Kamu belum tau apa-apa tentangku..."

#Episode-5

TENTANG SEBUAH MIMPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang