Vernige, pasar pusat.
Drap drap drap.
Dua orang remaja sedang berlari dengan tergesa-gesa. Sepertinya, keberuntungan sedang berpihak pada mereka saat ini. Nyatanya, mereka sedang berada di pasar. Banyak orang di sini, tapi entah kenapa tidak ada satupun yang menghentikannya.
Cukup kalian tahu, bahwa mereka---dua orang remaja itu---adalah kami.
"Berhenti kalian!" teriak seseorang di belakang kami.
Kami berlari dengan kencang dan bersembunyi di suatu gang kecil. Aku tidak tahu kemana gang ini membawa kami.
"Hah ... hah ...."Dia terengah-engah. "Di mana segel itu, Vio?" Aku mengeluarkan sebuah kotak dengan tulisan-tulisan kuno lalu menyerahkannya. Ia adalah teman seperjalananku, Harvey Terraford.
"Ini," kataku.
"Sudah, ayo kita kembali ke kantor agen khusus. Badanku rasanya remuk seharian berlari." Aku dan Harvey berjalan keluar gang dengan perlahan. Kami tetap waspada melihat sekitar.
Banyak orang melihat kami. Tetapi, untungnya tidak ada satupun yang mengenali. Cukup lama kami berjalan kaki dari pasar pusat hingga ke kantor agen khusus.
"Hah ... melelahkan ya, tadi." Harvey membaringkan badannya di sofa, sudah sebulan ini ia tidur di sana. Aku merasa kasihan padanya.
Aku membaringkan tubuh yang terasa remuk ini di tempat tidur. Harvey tiba-tiba bangun dan menunjukku. "Aku sudah sebulan tidur di sini, ayo kita bertukar." Matanya memelas, aku bangkit dan mengiakan permintaannya. Ya karena kasihan.
"Baiklah, kau boleh tidur di kasur hari ini," kataku sambil berdiri.
Ia kegirangan dan meloncat dari sofa ke kasur. "ASYIIIIIK!"
Aku menghempaskan tubuhku di sofa dan berkata, "Hanya hari ini! Selebihnya tidak akan!" tetapi kelihatannya dia tak peduli.
Lalu tiba-tiba, suara ledakan dari luar gedung terdengar sangat kuat.
DUAAAAAAR.
Suara ledakan terjadi. Belum beberapa menit kami beristirahat, Mereka kami sudah dikejutkan oleh tembakan yang berasal dari arah jendela.
"Astaga. Apa itu?" Aku terlonjak kaget begitupun dengan Harvey.
Harvey berjalan menuju ke arah di mana ledakan itu terjadi. "Ini bom asap, Vio. Sepertinya mereka sudah tahu."
"Satu."
"Dua."
"Tiga."
"Mata-mata Statia! Keluarlah! Jika tidak semua gedung ini akan hancur dalam 10 detik."
"Benar, kan?" Harvey menghampiriku. Ia menatap sekeliling waspada. Matanya tajam.
"Bagaimana mereka bisa tahu keberadaan kita? Bukankah tadi kita sudah lolos?" Aku mengeluarkan tongkat. Bersiap untuk segala sesuatu yang terjadi nantinya.
Karena, percayalah kalian. Kantor kami dikepung sekiranya ratusan polisi dan helikopter. Harvey mengenggam tanganku. Sepertinya ia tahu bahwa aku sedang gelisah.
"Tenanglah, Vio. Kita kan terpilih sebagai mata-mata Statia, ini saatnya. Kita harus menunjukan pada mereka semua, bahwa Statia itu kuat."
"Hah ... yah, kamu benar. Ayo kita lawan mereka dan tunjukan betapa hebatnya Statia," kataku dan berlari ke arah pintu keluar, dengan hati-hati.
Aku memegang tongkat dengan waspada, begitu pula dengan Harvey yang sudah mengacungkan tongkatnya ke atas. Tanda bahwa tongkat itu siap untuk digunakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Code
FantasyVioletta Airish. Gadis yang terkenal dengan kepribadian yang tomboi dan cuek pada sekitar. Tiba-tiba menjadi mata-mata di negaranya. Iya, itulah aku. Aku murid di Gerunce, Statia. Aku dan teman seperjalananku dipilih untuk menjadi mata-mata. Iya, ka...