3. [Perjalanan Menuju Statia]

7 1 0
                                    

Setelah pertempuran kami dengan polisi-polisi Lacour. Akhirnya kami tiba di kantor agen khusus sekitar pukul satu pagi.

Harvey membaringkan dirinya di kasur yang sangat nyaman itu. "Hah ... melelahkan ya tadi." Ujarnya, aku mengangguk mengiyakan karena memang pertempuran itu memakan banyak energi.

"Hah .... kakiku yang malang." Aku mengusap kaki kananku sehabis kena peluru tadi dan untungnya aku cukup cerdik untuk itu.

"Nasib baik lukanya sudah sembuh," Fohlcon duduk di sofa, di sebelah kananku. "Jejak lukanya  hilang."

"Ah .... sebenarnya bukan hilang, aku hanya menukarnya dengan Krutz tadi." Aku tertawa kecil seakan membayangkan betapa menderitanya Krutz sekarang.

Kulihat Fohlcon dan Harvey tertawa cukup kencang. "Ahaha ... kasihan Krutz." Aku sih tidak peduli dengan polisi berbadan gendut itu. Yang terpenting sekarang aku sudah tidak merasakan sakit.

"Sudahlah, yang terpenting kita selamat." Aku menyudahi perbincangan ini. Bukankah yang terpenting aku dan kedua temanku tidak berakhir di sel lagi?

"Kau tak punya belas kasihan ya Vi." Aku dan Fohlcon tertawa. "Kau baru tahu Fohl?"

"Aku sih tahu dari dulu." Fohlcon menjawab dengan nadanya yang sombong.
Seketika Harvey melihat kami berdua dan melambaikan tangannya. "Kalian jangan lupakan aku di sini."

"Kami tidak melupakanmu, tuan Harvey Terraford." Aku berujar dengan tegas bercampur jengkel.

Kemudian dia membuang muka dan tengkurap. Aku yakin ia sedang merajuk. Terbukti ketika Fohlcon berujar. "Yah ... merajuk dia."

Aku menghela napas jengah."Harvey berhenti merajuk seperti itu!" Aku cukup jengkel melihatnya sikapnya jika sudah seperti ini.

kemudian ia berbalik dengan wajah konyol seraya menjulurkan lidah. "Bercanda, wlee." Katanya.

Aku berdiri dan membuatnya meneguk saliva. "Sialan! Awas kau Harvey jelek," dan terjadilah acara kejar-mengejar di ruangan kamar itu.

Harvey melompat di sekeliling ruangan. "Akan aku gelitiki kau, Harvey bodoh!" Aku berlari mengejarnya saat ia menambah kecepatan larinya.

Kemudian terdengar teriakan dari Fohlcon. "Berhenti kalian! Lihat kamar ini!" Aku dan Harvey berhenti berlari. Menatap Fohlcon yang sedang duduk di sofa lalu berhadapan.

"Akan aku gelitiki kau nanti, Harvey." Ujarku menatapnya tajam. Fohlcon berdiri, ia menunjuk sekeliling kamar dan kami bergantian.

"Bereskan kekacauan ini, kalian berdua!" Fohlcon berujar tegas. Ia menunjuk koper-koper dan tas kami yang berserakan.

Aku menunjuk Harvey dengan muka yang dibuat melas. "Harvey yang pertama, Fohl." Fohlcon membuang mukanya enggan menatapku.

"Dia yang pertama mau menggelitiku!"

"Tapi, kau duluan yang membuatku geram!"

"Dia yang mengeja---" suara Harvey terhenti ketika Fohlcon berteriak. Ia menunjuk kami berdua dengan muka kesalnya.

"AKU TIDAK PEDULI! AKU MAU TIDUR, KALIAN BERESKAN LALU TIDUR!" Kata Fohlcon dengan suara tinggi dan langsung tidur di tempat yang kurasa milik Harvey.

"Cih gara-gara kau, Vio!" Katanya dengan nada pelan. Aku sih tidak peduli Harvey mau menggerutu seperti apa.

Aku menghampiri Fohlcon yang tertidur dan menariknya dengan kasar. Enak saja dia membentak aku yang seorang gadis ini.

"Fohlcon! Berani-beraninya kau MEMBENTAK SEORANG WANITA HAH?!" Kataku dengan nada yang dibuat tinggi.

Blue CodeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang