Prologue - Rule of Three

7.7K 390 46
                                    

Jadi begini ceritanya.

Aku dan Tere. Kulit bertemu kulit. Kemejaku di atas lantai dingin kamar kostnya. Kausnya mengikuti tanpa butuh waktu lama. Bibirnya di leherku. Jemariku di bahunya.

Satu. Dua. Tiga.

Satu. Dua. Tiga.

Aku menghitung, entah kenapa aku selalu menghitung.

Satu. Dua. Tiga.

"Jesus Christ..."

Tentu saja. Tentu saja tidak akan terlewat; parau umpatannya atas sosok yang dituhankan umat kristiani tersebut meski menurut catatan sipil, agama Tere adalah islam. Aku hampir saja tertawa. Dasar infidel.

Satu. Dua. Tiga.

Satu. Dua. Tiga.

Berapa kali tiga sudah terlewat kini?

Sial, aku selalu menghitung tapi tetap saja aku kehilangan jejaknya. Setiap kali, kalau kalian mau tau. Aku selalu kehilangan jejak hitunganku setiap kali Tere dan aku berada di atas satu ranjang di bawah remang lampu kamarnya yang sempit ini.

Sudahkah ini mencapai 10 kali tiga? Atau 15? Atau bahkan 20?

"Holy shit..." lagi, Tere mengumpat di antara engah nafasnya.

"Re—"

"Shit shit shit shit..."

Satu. Dua. Tiga.

Tiga hitungan terakhir, lalu usai. Aku dan Tere terengah di tempat masing-masing. Kepalanya terkulai di tengkukku sementara tubuhnya masih enggan pindah dari atas tubuhku. Aku terkekeh pelan dan menepuk bahunya dua kali.

"Geser. Lo berat"

Satu tawa singkat dan Tere pun berguling, berpindah ke sisi kosong ranjangnya. Aku menarik selimut kemudian menyingsingkan anak rambut yang tanpa sadar telah malang melintang di wajah dan dahiku yang basah keringat.

"Okay that was..."

"...biasa"

"So, the magic tissue didn't work"

"Nope. Not like I expected it to be"

Aku dan dia terdiam, bertukar lirik, lalu tertawa nyaris bersamaan. Tere beringsut, menopang tubuhnya dengan satu lengan seraya menatapku sambil tersenyum tengil.

"Harusnya kita coba yang satu lagi"

"Yang bungkusnya warna item maksud lo?"

Ia mengangguk. "Mm-hm. Yang bikin cowoknya si penulis Vice itu tahan sampe 5 lagu Swans"

Lagi, aku terbahak mendengar komentarnya. "Nggak pegel apa ya"

Tere mengangkat bahu lalu menyeringai. "Entah. Mau nyoba?"

Aku menggeleng dan mendorong tubuhnya hingga ia jatuh kembali dalam posisi telentang. Ia terbahak meski selanjutnya ia merubah posisinya untuk menghadap ke arahku sambil merentangkan tangannya.

"Won't you snuggle with me?"

"Don't you have somewhere to be?"

"Well... yeah," Tere mengendikkan bahu kemudian melongok untuk menatap jam dinding. "Gue harus jemput Lia sih 15 menit lagi"

Bang. The shot has been fired. Pelurunya menghajar hatiku tanpa ampun. Kukira setelah tiga tahun melakukan ini, aku telah berhasil membentuk sistem imun yang solid. After all, tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk menjalin relasi seperti... ini.

Rule of ThreeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang