Disclaimer: this chapter contains explicit materials
—Tere
Kalau ngomongin soal Janit, kadang gue nggak ngerti apa yang ada di dalam kepalanya.
"Janit, this is gonna hurt and I want you to tell me if you feel like I'm hurting you—"
"Fuck, Re, just put it in"
Oke, konteks.
Gue, Ananda Tere Subagja, mengakui bahwa gue memiliki reputasi khusus di kalangan temen-temen gue, khususnya mereka yang berjenis kelamin perempuan. Fuckboy they say, man-whore kalau kata Bram, gigolo bahkan kalau kata Keefan dan Kanaya—however you phrase it, kalian pasti ngerti 'kan maksudnya apa?
Gue nggak masalah sih sejujurnya dengan semua sebutan itu, serius. I do sleep with a lot of girls, gue bahkan udah nggak ngitung lagi berapa cewek yang udah gue tiduri sejak pertama kali gue meginjakkan kaki di kampus ini. Beberapa memang berakhir gue pacari, namun sebagian besar hanya bertahan satu malam. Dua, paling mentok.
I know how bad it sounds. Dan gue paham kalau sekarang kalian pasti sudah siap melemparkan julukan-julukan seperti yang dilemparkan Bram, Kanaya, dan Keefan pada gue. But hear me out, as bad as you think it is, even I still go by some rules.
Kalau lo kenal sama gue, pasti lo tau bahwa gue sebisa mungkin menghindari tidur dengan mereka yang masih perawan. Ya I know, keperawanan in itself adalah sebuah konstruksi sosial semata, tapi kenyataannya masih banyak orang—cewek, cowok, sama aja—yang menganggap bahwa apa yang ada di antara dua kaki perempuan itu semacam segel yang bisa rusak dan mempengaruhi keseluruhan nilai dari pemiliknya. Personally, I call bullshit on that, tapi sayangnya pengalaman gue berkata lain.
Berdasarkan pengalaman, cewek-cewek yang kedapatan gue sebagai orang pertama yang tidur dengan mereka sebagian besar berakhir dengan rumit. Ada yang menjadi terlalu attached dan otomatis menganggap gue sebagai kekasihnya, ada yang playing victim, ada yang meminta pertanggung-jawaban (dalam hal apa coba? Orang gue selalu keluarin di luar), ada yang menuduh gue penjahat kelamin—wah gila macem-macem deh. You don't know how often I got girls crying on my doorway thinking what I did to them, I do it with my heart.
Which is dead wrong. Gue telah terlatih mematikan fungsi hati gue saat gue tidur dengan seseorang, dan dengan mereka yang masih perawan... well, gue cuma bisa bilang, mereka mungkin belum berpengalaman dalam melakukan hal yang sama.
And that's how I decided to make the rules. No sleeping with virgins to avoid further complication.
Jadi, kalian bisa bayangin 'kan gimana kaget dan paniknya gue malam ini saat Janit bilang kalau dia ternyata belum pernah sama sekali melakukan sexual intercourse dengan laki-laki? Sumpah, jantung gue nyaris copot rasanya. Bayangan bahwa gue akan menjadi orang pertama yang menyentuhnya sejauh ini membuat gue berkali-kali berhenti untuk memastikan bahwa ia benar-benar yakin atas apa yang tengah ia lakukan dengan gue sekarang.
Masalahnya, pengen gue udahin tapi nanggung, pengen gue lanjutin tapi bingung. 'Kan gue jadi serba salah.
Well, alright, sebelum gue cerita lebih jauh, mungkin lo semua harus tau dulu bagaimana gue dan Janit bisa berakhir seperti ini sekarang. You see, it was a widely known secret kalau gue dan Janit memiliki sesuatu di antara kami berdua. Lo nggak usah tanya tapi sesuatunya itu apa, karena bahkan gue aja nggak yakin gue bakal bisa jelasinnya. Yang pasti gue tahu adalah kami berdua memiliki sesuatu yang membuat kami saling menarik satu sama lain sejak pertama kali dipertemukan dalam kelompok ospek jurusan kami dulu.
Janit is... intriguing. Gini, cewek cantik tentu menarik perhatian gue, seperti Mita misalnya. Dia cantik, memiliki postur yang aduhai, dan dengan mudah bisa gue dapatkan sebagai pacar gue. Selesai sampai di situ. Tapi cewek kayak Janit, cewek pintar yang nggak segan-segan menantang gue dalam adu debat (meskipun seringnya receh dan nggak penting) dengan serentetan argumen yang pedas tapi logis, wah gue yang dibuat gila karenanya.
She excites me in a way any other girls can't. Melihatnya dengan dahi terkerut dan bibir yang tertekuk sedikit ke bawah setiap kali kami berseteru, menggerakkan sesuatu dalam diri gue yang nggak bisa gue rasakan saat bersama cewek-cewek lain. And I stand by what I said, she looks goddamn sexy when she frowns like that.
Gue tahu cepat atau lambat perseteruan ini akan berakhir di ranjang. After all, seorang Ananda Tere Subagja nggak bisa membawa perempuan yang dia inginkan untuk tidur dengannya? Ternoda dong reputasi gue.
Gue sadar gue menginginkan Janit dan gue tau, in some dark twisted way, dia juga menginginkan gue. Jadi, saat malam ini kami berdua berakhir saling bertaut di ranjang kamar kost gue setelah sebelumnya menghabiskan dua botol amer dan bir di Takor, sejujurnya gue sudah nggak terkejut lagi. It's bound to happen sooner or later. Gue dan Janit, kami berdua sudah pasti akan terjadi cepat atau lambat.
But then she dropped the bomb on me.
"Re, gue belom pernah..."
"...what?"
"...Went this far. Gue belom pernah... sejauh ini sama siapa pun"
Gue yang tadinya tengah sibuk mendaratkan ciuman di bibir dan lehernya pun berhenti, menarik kepala gue, dan menatap Janit dengan sorot kaget yang gue yakin nggak bisa disembunyikan lagi.
"Holy shit..."
"Don't 'holy shit' me, asshole."
"Nggak, lo pasti bohong, Nit. Gue nggak percaya."
"Emangnya gue keliatan lagi bohong sekarang??"
Dia malah menaikkan intonasi bicaranya. Gue menelan ludah.
"No shit... No... Nggak... Nggak mungkin lo belom pernah. Sama mantan-mantan lo? Nggak, Nit, lo pasti bohongin gue 'kan?"
Selanjutnya, yang gue rasakan adalah tamparan ringan di pipi gue. "Gue bisa bohong tentang banyak hal, tapi nggak soal ini."
"Lo... serius?"
"I'm dead serious."
"Shit..."
Dan begitulah ceritanya kami bisa sampai di titik ini.
Gue berada di atasnya, pakaian kami telah tanggal sejak berapa menit yang lalu, desah saling bersahut, dan tubuh saling bertaut. Gue nggak percaya apa yang telah gue lakukan. Oh no wait scratch that, gue nggak percaya apa yang telah Janit lakukan terhadap gue.
It was years and years of me playing by the rules, and here tonight, she single-handedly made me break my own rules.
Holy shit, Janitra. The things you do to me...
KAMU SEDANG MEMBACA
Rule of Three
Storie d'amoreOmne trium perfectum. Everything that comes in three is perfect... ...ly messed up. (Warning: strong language and explicit materials)