1

17K 1.9K 579
                                    

chenle tidak tahu apakah ini bisa disebut nasib baik atau buruk, bertemu lagi dengan pria yang sudah menghancurkan hatinya hingga pada titik terdalam dan terancam kehilangan pekerjaan--sekaligus berarti dirinya tidak perlu bertemu lagi dengan pria itu.

chenle benar-benar gugup, dia tahu pasti dirinya telah membuat kesalahan hingga atasannya memanggilnya. namun menyangkut pautkan pekerjaan dengan masalah pribadi benar-benar tidak bisa dia terima karena pada kenyataanya chenle bahkan tidak tahu jika atasannya yang sekarang adalah jisung.

"apa aku benar?" tanya yang lebih muda ketika chenle tidak juga memberi jawaban.

sejujurnya dia amat rindu, sangat, rasanya jisung ingin sekali menarik tubuh kecil itu ke dalam dekapannya. memeluk dengan begitu erat dan menghujami wajah yang terlihat makin memukau itu dengan ciuman. namun dia sadar diri. apa yang sudah dia lakukan tidak termaafkan. dia sudah melakukan kesalahan terbesar dengan mencampakan yang lebih tua meski pada saat itu dirinya juga tak ingin berpisah. andai saja dirinya lebih kuat...

jisung tak akan kalah dari sisi dirinya yang lain.

dan dia tak akan kehilangan chenle.

berdeham sekali, chenle berusaha membalas tatapan jisung dengan tenang. sudah bertahun-tahun dia hidup dengan topeng dingin di wajahnya. seharusnya bukan perkara sulit bagi chenle untuk memasang topengnya di depan pria ini. namun... dia jisung. pria yang sudah menorehkan luka pada hatinya. seseorang yang menjadi penyebab kehancuran hidupnya, tubuh chenle bergetar. dia membuka mulutnya tapi tidak tahu harus memulai dari mana.

"aku tahu apa yang sudah aku lakukan memang tidak termaafkan, aku paham betul kenapa kau berusaha sekeras itu menghindariku--

"saya tidak tahu." chenle menyela. kepalanya tertunduk dalam, jari-jarinya yang kecil dan kemerahan itu bertaut resah.

tatapan jisung terlihat begitu sendu. keinginan untuk meraih telapak tangan itu, membawanya ke dalam genggaman tangannya begitu besar.

"saya melewatkan acara perjamuan--dan, kita sudah benar-benar selesai. maksud saya, tidak seharusnya saya mencampur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaaan." tenggorokan chenle tercekat, begitupula jisung. punggungnya seperti terbakar, lalu rasa panas di kelopak matanya juga benar-benar menyebalkan. chenle tidak mau menangis, dia harus kuat. dia ingin membuktikan bahwa dirinya baik-baik saja setelah semua yang dia lalui.

kehilangan bayinya.

dicampakan orang yang begitu dia cintai.

lalu kehilangan kedua orangtuanya.

perasaan sepi menyeruak dengan tak tahu diri. dapat chenle rasakan napasnya mulai tercekat.

"hyunjun yang menawarkan dirinya sendiri untuk mengantar dokumen yang saya kerjakan."

"pasti dia tidak memberitahumu untuk mengurangi jumlah order."

chenle mengangkat wajahnya, jisung sudah berdiri di depannya. tubuhnya tinggi menjulang dan di bawah tatapan tajam itu si zhong ini merasa
begitu kecil.

"sebentar lagi akan diadakan rapat direksi, karena masalah ini--banyak pihak yang merasakan dampaknya."

chenle kembali menunduk.

"maaf." suaranya terdengar begitu pelan. mencicit seperti tikus terjepit.

"kau sudah tidak memakainya?"

chenle tersentak. dia mengambil satu langkah mundur saat jisung menunduk ke arahnya.

"cincin itu... kau sudah tidak memakainya." meski hanya berani menatap sekilas, chenle bersumpah sempat melihat mata jisung yang memerah.

back | chensungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang