chenle menginap di rumah keluarga kecil donghyuck hingga sabtu siang. sorenya dia kembali ke apartemen tempatnya tinggal, meskipun dohyun merengek dia tetap tidak bisa tinggal lebih lama karena besok minggu pagi perusahaan tempatnya bekerja mengadakan kegiatan lari marathon yang wajib diikuti seluruh karyawan, hanya karyawan yang sedang hamil atau dalam keadaan khusus yang bisa meminta ijin untuk tidak ikut.
chenle tidak suka berolahraga, dia juga tidak pernah berolahraga entah olahraga seringan apapun itu. dia hanya suka menonton saja, apalagi kalau pertandingan basket. jadi tidak heran jika dirinya tidak punya sepatu untuk ikut lari marathon. awalnya chenle berniat untuk membelinya di sore hari, lalu dia bertemu daehwi--temannya saat masih kuliah di jurusan kedokteran dulu dan berakhir dengan berbincang di cafe hingga larut.
beruntung daehwi punya sepatu yang dapat dipinjamkan, meski ukurannya satu nomor lebih kecil dari ukuran kaki chenle--pemilik kulit pucat ini tidak ambil pusing, toh hanya dipakai sehari, ah, tidak, bahkan tidak sampai setengah hari.
maka sepulang dari cafe dimana dia menghabiskan waktu dengan daehwi, begitu sampai apartemennya chenle hanya menyiapkan celana training dan kaus lengan pendek yang akan dia pakai besok. baru setelah itu dia mandi dan memasak makan malam.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
tepat setelah chenle selesai dengan sup yang dia masak dan menaruhnya berdampingan dengan semangkok nasi, bel apartemennya berbunyi. suara familiar mengalun dari interkom.
"oiiiyy chenle! aku membawakanmu kimchi!"
memutar bola mata, chenle balas berteriak menyuruh tamunya menunggu sebentar sementara dirinya berjalan untuk membuka pintu.
"kau ini kenapa sih suka datang tiba-tiba?" pertanyaan dengan nada jengkel ini menjadi sapaan pria kelebihan kalsium yang kini tersenyum lebar memamerkan gusi dan juga giginya yang rapi.
"kau sedang memasak apa? baunya enak sekali!" tanpa menunggu dipersilahkan masuk pria itu melepas sepatunya dan masuk ke tempat tinggal chenle hingga sang tuan rumah memutar bola matanya lagi.
"yakk! lai guanlin! itu makan malamku!"
guanlin tersenyum tanpa dosa. "hehe, kau masak lagi saja. aku sangat lapar."
chenle mendengus, menghentakan kakinya dengan kesal lalu mengambil tiga buah kentang dari kulkas. saat chenle mengupas kentangnya, guanlin membuka percakapan.
"ngomong-omong... aku bertemu jisung tadi."
gerakan tangan chenle terhenti selama beberapa detik. dia tidak menoleh ketika menimpali perkataan guanlin.
"dia bekerja di perusahaan yang sama denganku--juga menjadi atasanku."
"chenle, kau... baik-baik saja?"
bahu si rambut blonde bergetar saat guanlin menyentuhnya dan membalik tubuh kecil itu, wajah chenle sudah dipenuhi air mata.
"tidak ada gunanya menghindar, namun jika rasanya benar-bebar sakit aku akan membantumu bersembunyi darinya. kau bisa keluar dari tempatmu kerja sekarang." kata guanlin yang kini sudah menarik chenle ke dalam pelukannya. sementara yang lebih muda terisak lebih keras, menangis lebih banyak dan membasahi pakaian guanlin dengan air matanya.