0.0 - Prolog

287 69 7
                                    

.
.
.
.

***

Minggu kedua di bulan Juni. Awan kelabu perlahan menyelimuti langit, menghalau sinar matahari mencapai bumi siang itu. Namun alih-alih dingin, atmosfer di sekitar sini kelihatannya semakin panas.

Aku memandangi kedua orang yang tengah bersitegang itu dengan penuh minat.

Oke, kurasa bukan aku saja, kini beberapa orang mulai mendekat dan turut menyaksikan betapa konyolnya pertengkaran ini.

"Udah ngerasa di atas awan?" teriak salah satu diantaranya dengan dagu terangkat.

Cewek dengan rambut panjang sepinggang itu menatap lawan bicaranya dengan mata berapi-api dan penuh dendam. Atau bisa kukatakan, sorot kebencian yang begitu dalam.

Sedang cewek satu lagi, hanya menunduk malu. Tampak sekali cewek dengan rambut pendek itu ingin kabur dari situasi yang tak menyenangkan ini.

Lyra dan Ishana. Sepasang saudari yang selalu mengingatkanku dengan cerita Bawang Merah dan Bawang Putih.

Pada hari-hari biasa, mereka memang tidak pernah akur. Lebih tepatnya, Lyra sering mencari-cari masalah dengan saudarinya. Dari pandanganku pribadi, Lyra selalu iri pada Ishana. Cewek itu kerapkali mempermasalahkan setiap keberhasilan dan pencapaian Ishana yang memang siswa cemerlang dan teladan.

Seperti hari ini.

Namun aku tidak tahu pasti apa yang menyulut kemarahan Lyra hingga cewek itu mengamuk di depan perpustakaan begini.

Apapun masalahnya tapi kan perselisihan dengan keluarga sendiri tidak layak untuk dipertontonkan di depan umum. Sayangnya, cewek itu sepertinya tidak punya otak untuk berpikir demikian. Dia memang tidak tahu malu.

"Berani-beraninya lo menyombongkan diri di depan semua orang!" teriak Lyra lagi dengan tajam. "Lo bener-bener menjijikkan tau nggak!"

Melihat Ishana hanya bergeming, Lyra mendecih. "Kenapa lo diem?"

"Lo harusnya tau diri," sambungnya. "Inget, lo cuma numpang idup sama gue!"

"Nan, udahlah.. jangan ribut disini-"

"Diem lo, nggak usah ikut campur!" Lyra menatap garang cowok yang baru saja bersuara itu. Lalu beralih menatap Ishana lagi.

"Dia sekali-kali harus dikasih ajar, biar tau tempatnya! Semua harus tau betapa piciknya cewek ular ini. Segalanya tentang dia itu palsu, dia cuma nyari perhatian semua orang dengan pura-pura alim!" cecarnya pedas sambil menunjuk-nunjuk wajah Ishana yang perlahan mulai bercucuran air mata.

Oke, diam-diam aku sedikit menikmati drama hari ini.

Kesal sebab Ishana tak menyahut, Lyra mendekatinya dan mencekal dagu Ishana dengan kasar. "Udah, ga usah pura-pura nangis. Dasar cewek muka dua! Orang-orang nggak akan kasihan dengan air mata buaya!"

Lyra kini tertawa sinis, "dan lo bangga banget ya jadi ranking satu? Lo ngerasa udah hebat ya? Biar apa sih lo bawa-bawa nama gue dalam obrolan kacangan elo tadi? Biar orang liat betapa hebatnya lo dibanding gue? Lo tau, lo nggak lebih hebat dari gue. Tanpa gue, lo bukan siapa-siapa, hei!"

Kilatan nyalang dari mata Lyra kini semakin jelas. Kali ini cewek itu berbicara dalam suara rendah."Gue jadi makin benci sama lo, harusnya lo nggak ada di hidup gue. Nggak di rumah, nggak di sekolah. Nggak tau terimakasih, dasar parasit!"

Selepas menandaskan kalimat jahat itu, Nanda mendorong saudarinya dengan kasar hingga tersungkur ke lantai.

Ishana yang malang masih saja diam, tapi aku bisa melihat luka di matanya. Ingin sekali aku menolong cewek itu tetapi bak diberi lem super, kakiku tidak bisa digerakkan.

Siswa lain pun tak ada yang membantu Ishana.
Layaknya hari-hari biasa, mereka hanya menonton. Mungkin mereka takut dengan Lyra.

Tapi Lyra tidak se-mengerikan itu. Dia hanya anak manja yang haus perhatian dan penuh ambisi menjadi nomor satu. Padahal selain wajah cantik, cewek itu sama sekali tidak punya apa-apa untuk dibanggakan.

Ironis sekali, jadi tak heran kalau dia merasa terancam dan cemburu dengan keberadaan Ishana yang selalu bersinar.

Aku menatap Lyra dengan kesal. Cewek itu selalu bertindak kelewatan. Dia bukan hanya menghina dan merendahkan Ishana tapi juga menjadikannya tontonan gratis di depan semua orang.

Aku penasaran, kenapa ya Ishana tidak pernah melawan?

Kenapa dia diam saja diperlakukan begini kejam?

Apakah-

Bel nyaring tanda pulang sekolah menyadarkan kami semua agar kembali ke urusan masing-masing dan pergi dari sini secepatnya. Namun sebelum kekacauan ini benar-benar selesai, aku mendengar Lyra mengucapkan ancaman terakhirnya.

"Denger, sekali lagi lo bertingkah, jangan harap lo bisa nunjukin muka jelek lo itu di rumah gue lagi!"

Meskipun tak mengatakan apa-apa, namun aku dapat merasakan sakitnya menjadi Ishana. Selalu direndahkan dan dituduh macam-macam.

Cewek itu sepertinya terlalu lemah dan baik untuk melawan Lyra. Dia perlu seseorang yang kuat dan berani untuk membalaskan semua ini. Seseorang yang tanpa segan menyingkirkan para penindas kaum lemah dan mampu memberi pelajaran kepada si egois yang tak pernah memikirkan perasaan orang lain.

Apakah ini kesempatan bagiku?

***

.
.
.
.

well, how was it?
mind leaving a ⭐ or comment?
follow me, i'm cool af dearinee😉

1. Tangled StringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang