3 | | Demi Sekarang Dan Masa Lalu

190 37 3
                                    


Faviola kuyu duduk di bangku alumunium yang dingin, memandang petugas yang bahkan sedari tadi hanya menatap layar monitornya. Sedikit gemas ia mendengus dan menghentakkan punggungnya ke sandaran. Petugas itu hanya melirik sekilas.

"Dengarkan aku!" seru Faviola.

Jemari petugas itu berhenti bergerak sebentar, sangat sebentar lepas dari ergonomic keyboard yang menurut Faviola berbentuk sangat aneh dan konyol.

"Bersabarlah, Madeimoselle. Tinggal sepertiga halaman lalu aku akan mendengarkanmu."

Faviola diam menatapnya. Petugas yang duduk tegak dengan jemari tanpa henti mengetik dan matanya hanya mengarah pada dua arah bergantian, layar monitor dan kertas yang terlipat di sisi kanan itu. Faviola perlahan merasa kasihan padanya. Bagaimana rasanya duduk di situ, mendengar orang bicara sepanjang hari? Mungkin ada yang sampai meneriakinya gara-gara tidak sabar. Atau bahkan menerima amarah dikarenakan alasan yang tak berkaitan dengan dirinya? Pantas saja ia tak mau memandang Faviola.

"Baiklah, Mademoiselle. Kita mulai."

Faviola tetap menatapnya, lurus dan nanar menelisik petugas itu. Seragam biru muda yang kusut, bagian lehernya menekuk tak sejajar. Kancing yang sudah tak erat, suara yang mencoba tenang meski tetap terdengar lelah. Rambutnya coklat terang, nyaris merah. Berminyak dan masai anak-anak rambut di sisi telinganya. Mungkin usianya 45 tahun atau lebih. Tapi mungkin juga kurang, sebab pekerjaan macam ini pastilah menguras emosi. Membuat orang terlihat menua dengan cepat.

"Nama?"

"Faviola."

"Nama marga?"

Faviola diam sejenak. Sudah lama ia tidak pernah menggunakan nama keluarga ayahnya.

"Mademoiselle?"

Faviola menghela nafas, "Pavlona..."

Si Petugas menghentikan jemarinya di udara. Faviola merasa hatinya mencelos. Petugas ini tahu dirinya, setidaknya pernah mendengar tentang nama keluarganya.

"Demedoff?" tanyanya hati-hati.

Faviola mengangguk lesu, "Tadinya."

Si Petugas meliriknya. Mata mereka bersirobok dan Faviola tahu selanjutnya si Petugas akan bertingkah berbeda.

"Baiklah, Countess Demedoff. Saya akan mengantar Anda pulang."

Faviola berdecak, "Itu bisa kau lakukan nanti. Tolong biarkan aku melapor."

Si Petugas menatapnya sebentar. Kemudian ia kembali pada layar. Tangannya mengetikan nama lengkap Faviola.

"Tujuan Anda melapor, Ma'am?"

"Saya ingin mengajukan diri sebagai penjamin seseorang yang kalian tahan paksa barusan."

Petugas itu kembali memandangnya, "Baiklah. Siapa namanya?"

"Abshaar."

"Abshaar siapa?"

"Entahlah."

"Ma'am, tolonglah."

Faviola mengemeretukan giginya, ia mulai kesal.

"Aku hanya tahu dia dulu Tukang Susu di l'arrondisement 16 sampai empat bulan lalu!"

"Ma'am..."

"Kau, dengarkan! Kalian memukulinya dan membawa dia kemari belum sampai dua jam lalu. Tanpa mencari tahu permasalahan sebenarnya!"

"Oh, Abshaar yang itu." desis si Petugas.

Faviola menatapnya tajam. Mencoba menduga apa yang ada dalam pikirannya. Petugas itu menggumam-gumam tak jelas sambil mencari-cari sesuatu di antara tumpukan kertas yang berdebu. Kelihatannya dia menemukan apa yang dicari, ternyata selembar kertas. Dia menariknya, menyodorkannya pada Faviola.

AFTER CHARLIE: An Intro to B L A C K E NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang