5 | | Trip Itu Dan Malam-malam Sesudahnya

209 31 7
                                    


Di hari-hari berikutnya tentu saja Faviola menjadi canggung jika harus berdekatan Daniel. Tapi satu hari, entah kenapa hari itu mereka memiliki jadwal yang sama. Terpaksa bersama mengantarkan vaksin ke dekat Amasaman, jauh di Utara. Nyaris sepanjang jalan mereka membisu, dan seharusnya mereka bisa terus saling membisu sampai kembali ke camp. Sayangnya, hawa yang terlalu panas membuat Land Rover mereka kehilangan air radiator lebih cepat dari biasanya. Sambil mendinginkan mesin-juga meminta air-, mereka menunggu di sebuah kios yang menjual Sari Nanas Asam. Haus dan terik cuaca kala itu, membuat mereka tergiur minuman tersebut sehingga mau tak mau duduk berbagi meja kayu berdebu di pinggir jalan. Maka terjadilah, mau tak mau, sebuah pembicaraan. Daniel yang mengawali.

"Semalam sangat panas."

"Ya, Daniel."

"Aku tak bisa tidur belakangan."

"Bukan urusanku."

"Kau harus tahu itu gara-gara kau."

"Bagaimana bisa?"

"Kau pikir aku ini apa? Pohon? Mana mungkin aku tidak memikirkan kata-katamu!"

"Bukan urusanku!"

"Gadis keras kepala. Egois."

Faviola melirik kesal, berpikir Daniel tengah memandangnya marah. Tapi ia terkejut sebab Daniel justru sedang menatapnya teduh lalu memberinya sebuah senyum sewaktu mata mereka bertemu. Membuat Faviola seketika sebal memberengut berusaha keras menahan air mata yang tanpa kompromi mendesak keluar menggenangi sudut-sudut matanya. Yang akhirnya berakibat fatal berupa Daniel menahan senyumnya sambil melempar pandang ke jalanan berdebu. Senyum lelaki itu menghipnotis Faviola sampai ke tulang.

"Kau mau mati ya, Daniel?" gerutu Faviola.

Tawa Daniel tak bisa ditahan lagi. Ia tergelak geli lalu menatap Faviola sungguh-sungguh.

"Harusnya kau tak katakan itu padaku, Gadis Kecil!"

Faviola mendengus sambil membeliak, menutupi wajahnya yang memanas, yang ia yakin pasti juga memerah. Tawa pelan Daniel memastikan hal itu. Tentu saja, kulitnya yang pucat tak pernah cukup tebal menutupi perasaannya.

"Ah, Faviola. Kau sungguh-sungguh tak berpikir panjang ya kemarin itu."

Faviola memandang Daniel yang duduk bersandar. Yang juga terus menatapnya sambil memutar-mutar gelas.

"Bodoh kau, Gadis Kecil. Aku ini laki-laki dewasa, harusnya kau tahu aku bisa jadi sangat berbahaya untukmu yang naif begitu."

Faviola menghela nafas, tak suka Daniel menganggapnya begitu.

"Baiklah, kau benar. Lalu selanjutnya apa?" gumam Daniel gamang.

Faviola merasa seketika dadanya terasa lapang. Seluruh perasaan yang pepat yang menyumpeki hatinya, seketika raib entah ke mana. Ia tak bisa tidak tersenyum. Lega dan tulus memandang Daniel.

Daniel jelas terkesima saat itu, perlahan menunduk dan bicara pelan, "Kau terlalu cantik."

Faviola tak lagi bisa menahan diri, senyumnya makin lebar dan dia sungguh-sungguh ingin melompat memeluk Daniel.

"Kau betul-betul gadis kecil manja yang baru melihat dunia rupanya. Merepotkan saja." gerutu Daniel menyadari Faviola sama sekali tidak memahami maksud ucapannya.

"Kau banyak bicara, Daniel. Tutup saja mulutmu dan biarkan aku memandangimu."

Daniel berdecak, "Lalu selanjutnya apa? Ini tidak akan berjalan baik kupikir."

AFTER CHARLIE: An Intro to B L A C K E NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang