C6 Hampir Nostalgia

12 0 1
                                    

"Tapi Rai, kenapa kamu masih menyimpannya? Kupikir sudah kau jauhkan semua benda-benda yang kau anggap laknat itu?"

"Yang bentuknya berkas saja yang kusingkirkan, kalau hal-hal yang sekiranya masih bisa membantu di masa depan masih kusimpan. Termasuk senjata pun aku masih punya. Kau juga pasti masih menyimpan senapan itu, kan?"

"Ya, datang ke sini, ke rapat ini membawa senapan, rasanya nostalgia."

"Hei, kau jangan menghilangkan nyawa orang, lho, kali ini. Soalnya kita tidak punya backup." pandanganku beralih ke tas panjang yang dibawa Nadya. Ya kalian tahu lah isinya.

"Nggak nggak. Aku membawanya hanya karena aku ingin. Aku tidak berniat melakukan penembakan atau apapun karena ngrakitnya susah."

Aku sudah mempersiapkan diriku untuk melewati detektor logam, meski senapan Nadya merupakan senapan rakitan. Namun, meski detektor logam berbunyi pelan saat Nadya lewat, tidak dilakukan pengecekan sama sekali, dan ternyata ketika aku lewat, detektor itu juga berbunyi. Petugas hanya mempersilakan kami lewat begitu saja.

Dasar brambang, bikin deg-degan woi!

"Lift atau tangga?"

"Tangga, seperti biasa. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi, kan?"

Baru saja kami menaiki tangga hingga lantai 2, orang-orang berbondong-bondong turun. Mereka terlihat membicarakan suatu kejadian.

"Terjadi lagi, ya?"

"Iya, tembakan lagi. Bukannya WLO seharusnya sudah bubar, ya?"

Deg! Mereka membicarakan WLO?

"Rai" Nadya menarik lengan bajuku pelan. Aku yang paham, langsung membawa Nadya memasuki lantai 3 dan membicarakannya agak jauh dari tangga.

"Apakah yang mereka maksud 'tembakan ancaman' dari kita seperti biasa itu? Bukannya sejak Saka tidak ada, kita sudah berhenti melakukannya?"

Aku mengangguk. Memang kenyataannya sang sniper yang sering menjahili acara ini adalah Nadya. Namun hal itu terjadi sebelum Saka meninggal, dan ketika rapat tersebut masih sering diadakan di luar negeri. Sepertinya ada yang aneh selama dua tahun ini.

"Apakah WLO punya sniper sampingan selain diriku? Wah dasar Pak Tua tak tahu terima kasih!"

"Tidak, setahuku yang masuk kelompok eksekutif dan diberikan peralatan memadai untuk misi mengganggu ya hanya aku, kau, dan Lussi yang jelas-jelas tidak suka menembak."

"Jangan-jangan kau?"

"Aku butuh jawaban serius dan kau malah melantur."

"Kau, kan, nggak pernah serius denganku. Kapan mau mengklaim?" astaga, disaat seperti ini.

Aku hanya menghela nafas, "Kita bisa bicarakan hal tersebut saat sedang dinner santai. Sekarang kita fokus dulu."

BUAM!! PYAR!!!

Aku dan Nadya saling bertatap muka. Oke, jika situasinya tidak serumit ini, aku pasti akan mengagumi kecantikannya, tapi mari tinggalkan hal itu dulu.

"Rai!" aku mengangguk, dan langsung berlari ke atas, sementara Nadya kembali turun.

Bib bib

"Halo."

"Rai, kau ada di lokasi?"

"Ya, aku dalam perjalanan menuju lantai 4."

"Jangan naik."

"Hah? Kenapa?"

"Kau pasti mendengar suara berdebum dan kaca pecah atau suara keras lain, kan?"

"Ya."

"Ada helikopter yang menabrak lantai tempat rapat tersebut dilaksanakan. Aku meretas CCTV gedung lain untuk melihat kondisi rapat, dan menyaksikan sendiri kejadian itu."

HUJAN DI MUSIM PANAS 2nd SEASONWhere stories live. Discover now