Just Lalita - Part 9

33 8 0
                                    

Entah udah kali ke berapa Lalita terkekeh geli karena memikirkan statusnya yang sekarang telah berubah menjadi istri sah dari Pak Daren.

Lelaki yang saat ini masih terlelap di sebelahnya sambil memeluk Piter erat. Kalau Piter bangun lebih dulu dari abangnya itu, Lalita yakin dia akan mandi kembang tujuh hari tujuh malam.

Kalau pasangan baru untuk malam pertama, biasanya setelah pesta, langsung tidur sambil kelonan. Tapi, Malam pertama Lalita bukanlah malam pertama seperti pengantin pada umumnya.

Dia yakin kalau kamar pengantin ini menjadi tempat pengungsian manusia kecapekan.

Dengan kepala yang sedikit terangkat, dia mengintip ke arah bawah ranjang. Dan benar, dia melihat adanya manusia tidur di bawah beralaskan karpet tebal. Hanya Daren, Piter dan dirinya saja yang tidur di ranjang. Arney dan Tata juga tidur bersama para lelaki.

Sebelum tidur, Daren sempat misuh-misuh dengan malam pertamanya yang sangat-sangat jauh dari ekspektasi. "Pada nggak ngotak semua. Kamar pengantin malah di jadiin tempat pengungsian manusia kecapekan." Celoteh Daren. Lalita ingat banget dengan tampang kesal Daren, tapi nggak lama, dia langsung ketiduran di samping Lalita.

Rasa capek Lalita hilang karena adanya mereka. Lalita benar-benar bisa tertawa lepas di balik raut sedih karena kehilangan Kakeknya. Lalita mengira dirinya tidak akan bisa sesenang ini di hari pernikahan yang tidak dia inginkan. Tapi dugaannya salah. Dia senang, dan bersyukur bisa mengenal mereka semua terutama, Daren.

Seharian penuh dia tidak menyentuh hp sama sekali. Mumpung libur dan mereka semua masih tidur. Dia menggapai hp-nya dan melihat ada dua pesan whatsapp dan satu misscall dari Brandon.

Brandon
|Ta, dimana?
|Knpa chat gue ga dibls?

Lalita buru-buru beranjak keluar dari kamarnya sambil menunggu nada dering telpon berganti suara.

"Halo ndon?"

***

Jam menunjukkan pukul tujuh malam.

Setelah bangun tadi dan telponan dengan Brandon, Lalita buru-buru mandi dan pergi ke tempat Brandon.

Sekarang ponselnya ramai dengan panggilan masuk dari para manusia yang numpang tidur di kamarnya tadi.

Brandon merhatikan. Hampir semua nama laki-laki muncul di layar ponsel Lalita, dan dia tidak pernah kenal dengan mereka.

"Siapa?" Tanya Brandon. Dia baru saja selesai olahraga malam, di temani Lalita.

"Teman gue, udah pada kerja sih." Sebenarnya Lalita bingung mau menjawab apa. Melihat Brandon yang natap dia dengan tatapan menuntut, terpaksa dia jawab, walaupun tidak sepenuhnya benar.

"Lo main sama om-om sekarang?"

Lalita mendelik, "Hah? Gila lo."

"Tuh?"

"Apasih. Lo kira gue cewek yang kayak gituan?"

"Canda, bego." Ujar Brandon sambil acak-acakin rambut Lalita. "Mau makan?"

"Ayo. Dimana?" Kebetulan Lalita juga lapar.

"Terserah lo mau makan dimana."

"Gue ngikut lo,"

Brandon menghela nafas, "Yaudah," dia beranjak dari duduknya sambil mengulurkan tangan ke Lalita. Uluran tangannya malah dibalas dengan pukulan pelan dari Lalita.

"Ga usah sok romantis," katanya.

Brandon cuma geleng-geleng heran. Susah emang buat ngerti apa maunya cewek. Gak romantis salah, pas diromantisin malah ngejeklah, disuruh ga usah romantislah atau apalah itu. Serba salah, bukan?

***

Masih ada yang baca cerita ini ga sih? Wkwk.
Maaf ya gak update-update. Ga ada ide soalnya :v

Just LalitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang