2. Dika Reykusuma

32 1 1
                                    

Aku sang penyendiri, menyukai ketenangan, menyukai sunyi. Tapi bukan sunyi yang menakutkan.

Ketika hujan orang lain akan menggerutu, memaki, karna tak dapat keluar untuk pergi ketempat yang mereka inginkan.  Aku dikamarku malah membenamkan diri pada  kasur empuk dan alunan musik yang sering ku setel di Handphonku, membaca buku sastra karya penulis terkenal yang paling ku sukai, menonton komedi receh yang sangat berhasil membuat tawaku pecah setiap waktu. 

Jika kalian bertanya apa aku tidak bosan, seperti itu?  Jawabannya tidak.

----
SAD (Social Anxiety Disorder) atau lebih dikenal dengan fobia sosial / kecemasan berlebih pada dunia sosial.

Saat itu umurku 9 tahun. Aku, Ayah, ibu kakak kakaku, pergi liburan ke kampung ayahku di jogja. Sungguh itu adalah pengalaman yang sangat membekas diingatanku, yang membuat tubuhku rasanya lemas jika mengingatnya. Tapi, akan kuceritakan mengapa aku menjadi seperti Dyara yang sekarang.

Kedua kakak laki lakiku yang sangat tampan, yah itu menurutku. Tapi, yang lain juga bilang gitu. Dika Reykusuma dan Danu Reykusuma. Yahh mungkin kalian belum tau, mereka berdua adalah kembar identik.

.....Okeyyy nanti aku akan Bahas tentang mereka lebih lanjut. Kali ini aku hanya membahas tentang Dika Reykusuma.

Hari itu aku menggunakan sepatu pink faforitku. Kak Dika bilang kalau aku bakalan diketawain orang jika pake itu, tapi aku nggak peduli.  Kak Dika mah suka gitu, ngeledekin buat gue nggak percaya diri.

Pasar begitu ramai, terdengar banyak  ibu ibu yang saling tawar menawar dengan para penjual. Terus saja ku melangkah, dan tampak sangat jelas wajah bosan itu, yahh wajah kak Dika yang sejak tadi merasa bosan dengan tingkahku yang banyak milih. Kutatap setiap sudut pasar, dan aku menemukan sebuah barang yang sangat ingin ku beli. Kutarik baju kak dika dan membawahnya pergi untuk bergegas ke penjual barang tersebut.

Skkkkkk.. Argghh.. Tubuh kak Dika seakan kaku, berat.  Suaranya seperti tersedak membuatku terhenti, teriakan semua orang dipasar membuatku menoleh. Mataku membelalak, tubuhku lemas, rasanya aku seperti sedang berada di mimpi.

Kak Dika Ditikam. "Kak Dikaaaaa..." langsung saja air mataku membuyar keluar, dadaku sesak.  Kuguncang tubuh Kak Dika yang bersimbah darah, aku tak tau harus bagaimana, umurku masih 9 tahun. Aku sangat takut, robekan yang sangat jelas kulihat diperut sebelah kiri kak Dika.

Jantungku berdetak tak karuan,  seluruh tubuhku gemetar, "aku takut. Ayah, Ibu..! Kak Dika..", rasanya aku tak mampu, "Kak Dika... Kak Dika... suaraku perlahan melemah."

------

Sayu kudengar suara ibu dan Kak Dyenda. "Sayang kamu udah siuman? Ibu sangat khawatir." wajah ibu terlihat sembab, sepertinya dia menangis semalaman.

"Bu..  Kak Dika mana?  Dyara mau ketemu Kak Dika. Aku sangat merasa bersalah,  ini semua karnaku ini takan terjadi jika aku tidak mengajak Kak Dika pergi ke pasar.  Sungguh.. Kak Dika, Dyara minta maaf. Kak Dika tolong sadar, aku rindu sama ledekan kak Dika yang jahat itu.  Kalau Kak Dika nggak bangun nanti Kak Danu bakal jadi makin PD. Aku tau Kak Dika nggak mau itu terjadi kan.? "

Karna tangisku yang tak berkesudahan membuatku tak sadarkan diri lagi. Tiba tiba mata sayu yang lemah itu perlahan ku buka, dan kudapati disana Wajah Ayah, Ibu kak Dyenda,  Kak Danu dan terakhir pria yang sejak tadi kutangisi, iyahh.. Kak Dika. Kak Dika sedang duduk dikursi roda, wajahnya pucat karna kehilangan banyak darah.

"Dyara...  Kakak minta maaf yah! Gara gara Kak Dika, Dyara nggak jadi deh beli Sepatu roda. "
"Nggak..  Ini bukan salahnya Kak Dika ini salahnya Dyara seharusnya kita nggak usah ke pasar. Dyara nyesel banget,  maafin Dyara yah Kak Dika. Aku sungguh menyesal, aku nggak mau kehilangan kakak kakak yang ku sayangi. "
"Apaan sihh..  Kamu itu kekasih kakak jadi nggak usah minta maaf, kakak nggak bakalan mutusin kamu kok. Dengan wajahnya yang tampan itu, dia mencoba merayuku. "
"Bu.... Liat tuh Kak Dika,  malah becanda. " "Iyahh..nggak usah saling nyalahin,  ini itu udah takdir dari Allah. Udah nggak usah nangis yah sayang..  Kak Dika nggak papa kok,  tadi kata dokter Kak Dika besok udah boleh pulang buat dirawat dirumah aja. "

"Tuh kan..! Kak Dika itu nggak papa" Kak Dika mencoba menghiburku, walaupun sebenarnya dia terlihat kesakitan.  "Dasar penipu" Kak Dika malah tersenyum lebar melihatku menggerutu.

-------

Kejadian itu membuatku tak pernah lagi ke Jogja,  aku takut berada dikeramaian. Kepalaku akan pusing,  jantungku berdetak kencang,  dan bisa membuatku pingsan.

Semenjak hari dimana Kak Dika dilukai, aku menjadi takut keramaian dan hanya bisa bersekolah di rumah (Home Schooling).

Aku baru bisa sekolah di sekolah yang  sesungguhnya yaitu saat mulai memasuki bangku SMA. Aku mulai belajar menghadapi ramai, tapi terus saja aku masih takut.

Sejak insiden itu sahabatku hanyalah kedua kakak Kembarku dan satu kakak perempuanku. Tapi,  saat masuk SMA aku mendapat 2 teman yang sangat baik. Mereka sangat cerewet, tapi aku suka mereka.

Kisah SMA ku mungkin akan sedikit menarik. Itu kupikirkan saat pertama masuk SMA Trisakti.

Kalau kalian bilang bisa melupakan kenangan,  pasti kalian sedang berbohong karna sebuah alasan. Siapapun dia,  selagi dia pernah mengisi hidupmu kau pasti takan melupakan kenangan
dengannya.  Kapanpun.

Jangan lupa like dan vomen yah.. Maaf kalau ada Typo, tinggal tandai ajah yahh soalnya buru buru.

Proposal nggak direvisi, malah keenakan nulis. Kalau nyaman emang gitu,  nggak mandang. 😁😁😁



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

INTROVERTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang