Jam dinding berwarna merah itu sudah menunjukkan jam 6.40, tetapi Rara masih memakan sarapannya dengan santai. Ibunya menjadi gemas sendiri.
"Cepetan makannya, Ra. Nanti kamu telat," kata Ibu Rara. Rara cuma balas tersenyum. "Eh, malah senyum. Cepetan di habisin sarapannya, Ra."
"Iya, Ma. 5 menit lagi habis kok."
Dan benar, lima menit kemudian makanan Rara tandas. Ibunya segera bersiap dan mereka meluncur menuju sekolah.
"Ma, Rara masuk, ya," kata Rara sembari mencium tangan ibunya.
"Iya, Nak. Belajar rajin, ya!" balas Ibu Rara sembari tersenyum. Rara hanya mengangguk dan masuk ke gerbang.
Orang-orang bilang kelasnya berisi biang kerok, sebab setiap hari kelas itu selalu terdengar ramai hingga ruang guru. Namun, Rara tidak ambil pusing. Omongan orang, biarlah tetap jadi omongan orang. Kelas itu kelasnya, terserah orang mau bilang apa.
Seperti hari-hari biasanya, kelasnya ramai. Teman-teman Rara sedang membicarakan sesuatu yang heboh. Entah apa yang mereka obrolkan, Rara masuk dan mengambil tempat duduk paling depan.
Sedetik kemudian seorang cowok masuk. Jalannya sangat santai dan wajahnya memberitahu semua orang bahwa ia bukanlah tipe orang yang acuh.
"Yeeeey, Riko dateeng!" teriak cewek berambut pendek. Ia melompat girang, membuat Riko tersenyum. Cewek itu adalah Nisa.
Nisa dan Riko terlihat dekat belakangan ini. Beberapa orang membicarakan mereka, tetapi tidak ada yang berani bertanya langsung. Semuanya masih menjadi kasak-kusuk di penjuru kelas.
Rara melihat mereka. Riko tersenyum dan Nisa mengatakan sesuatu padanya. Tidak, ia tidak sanggup melihat mereka terus-terusan. Tidak, tetapi ia juga tidak bisa tidak penasaran dengan apa yang mereka lakukan saat ini.
Rara memalingkan pandangan. Ia mengambil hp-nya dan memilih membuka ruang obrolan. Ia membuka kontak Widya.
rara03: Wid, lo berangkat nggak, sih? Lama amat!
Tanda centang dua berwarna abu-abu menunjukkan pesannya terkirim. Namun, Widya tak kunjung membalasnya. Hingga bel masuk berbunyi, tak ada tanda-tanda Widya muncul dari pintu kelas.
Rara menghela napas. "Tahu gini, mending tadi nggak usah masuk aja!"
"Ngapain lo mau nggak masuk?" kata seseorang tiba-tiba. Ia mendongak ke kursi di sebelahnya. Riko duduk di sana.
"Eh, eh--sejak kapan lo di sini?" tanya Rara. Ia buru-buru menyembunyikan hp-nya.
"Sejak tadi? Emang Widya nggak berangkat, ya?" kata Riko balas bertanya. Rara cemberut.
"Tahu, tuh! Gue chat nggak dibaca. Sebel, deh."
Riko terkekeh. "Santai, lo kayak nggak punya temen selain Widya aja."
Lalu Riko menaruh tasnya di samping kursi tempatnya duduk. Rara melihatnya dan mengernyit. "Lo duduk di sini?"
"Iya, kenapa? Nggak boleh, ya?" kata Riko menatap Rara lekat.
"Boleh, sih, tapi emangnya lo nggak sama Nisa?" tanya Rara hati-hati. Takut si pemilik nama mendengar Rara menyebut-nyebut dirinya.
"Em, enggak. Kenapa? Kok lo nanya-nanya soal Nisa?"
Rara merasa dirinya menjadi aneh. Lalu ia bertanya, "Bukannya lo berdua lagi deket, ya?"
"Lo mikir gue pacaran sama Nisa?" kata Riko menarik kesimpulan dari pertanyaan Rara.
"Iya, kan? Lo berdua deket banget sih."
Riko tersenyum. "Lo cemburu, ya? Sampe merhatiin gue gitu amat!"
Rara menjadi salah tingkah, pipinya bersemu. "Eh, eh--nggak! Siapa bilang?! Kan gue cuma nanya."
"Iya, deh. Terserah Rara aja."
Percakapan mereka berhenti. Rara kembali fokus pada hp-nya. Namun, Riko memanggil-manggil namanya.
"Ra!"
Rara menoleh. "Ha!"
Sedetik kemudian Rara terlonjak kaget. Sebab mendapati wajah Riko yang sangat dekat dengan wajahnya. Hingga bibir mereka hampir bersentuhan kalau-kalau Rara bergerak 1 cm lebih dekat.Rara menjauhkan wajahnya. "Apaan, sih, Rikooo. Kaget tahu, gue!"
Si pemilik nama cuma tertawa keras. "Kurang deket Ra kagetnya, kan jadi gagal dapet ciuman dari lo!"
"Dasar mesum!" Rara bersemu dan memalingkan pandangan. Dia sangat malu pada Riko karena sulit menyembunyikan perasaannya.
"Ra, gue mau ngomong, nih. Liat gue dong!" kata Riko. Rara mendongak.
"Gue suka Ra sama lo."
Mata Rara membelalak dan berkedip tak percaya. "Hah? Seriusan?"
Riko tertawa lagi. "Muka lo, sumpah geli gue."
"Ih, lo becandain gue, ya?!" Rara menghela napas kesal. Namun, dalam hatinya ia kecewa karena pernyataan itu hanya candaan belaka.
"...Ra!"
"Eh--eh. Saya!"
Rara merasa pusing. Matanya mengerjap beberapa kali.
"Kamu, tuh, dibangunin susah banget!"
"Haa?! Kok ada Mama di sini?" tanya Rara heran.
"Eh, kamu masih tidur, ya?! Ini udah jam setengah tujuh! Daritadi dipanggil-panggil nggak nyaut."
Mama Rara melemparkan handuk pada Rara yang masih duduk di kasur. "Nih, mandi cepetan!"
Rara menghela napas. "Iya, Ma."
Mama Rara pergi dari kamar Rara. Rara menghela napas kembali.
"Kirain itu beneran lo, Riko. Ternyata cuma mimpi gue." Rara bangun dan masuk ke kamar mandi. "Seenggaknya gue bisa ngerasain kehadiran lo, walaupun cuma di mimpi."
●●●
one-shoot gue yang cuma iseng. Gimana, ngefeel nggak, nih? Jawab di kolom komentar, ya!
Cheers❤,
Ornblu!
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shoot Story - Cerita Pendek
Cerita PendekKumpulan cerita pendek berbagai genre. Temukan cerita lo di sini!❤