BAG | 01

595K 16.2K 693
                                    

Freyya berjalan santai menyusuri koridor sekolahnya untuk menuju ke kantin. Kedua sahabatnya sudah menunggu di sana sejak dirinya izin ke toilet tadi.

Tiba-tiba, langkah Freyya mendadak terhenti ketika matanya menangkap sosok pemuda tampan yang kini sudah berdiri di hadapannya nya. Ah, lebih tepatnya menghadang dirinya.

"Ngapain lo?" Freyya melipat kedua tangannya didepan dada sambil menatap pemuda itu sinis.

"Galak amat nis." Balasnya, tersenyum lebar.

Freyya yang mengerti maksud panggilan pemuda itu pun hanya mampu memutar bola matanya malas, "Harus berapa kali sih gue bilang hah? Nama gue bukan manis! Gue, FREYYA!"

"Dari pada gue panggil lo pahit? Masa iya nanti gue bilang gini, 'Galak amat hit' gitu? Ntar gue di sangka manggil Muhit lagi. Kan gak lucu." Balas Edsel, seraya memasukkan kedua tangannya disaku celana.

"Ck, ngelucu mas?" Freyya berdecih sinis.

"Emang lucu ya? Wahh!! Alhamdulillah deh kalo eneng terhibur sama ucapan abang."

"Jijik! Ternyata selain mesum dan bad boy, lo juga agak gesrek ya!"

"Gesek apaan?"

"Alah Bolot! Udah awas minggir, gue mau ke kantin!"

"Yaudah bareng aja sama gue, yuk?"

"OGAH!"

Freyya berjalan meninggalkan Edsel dengan sengaja menabrak bahu pemuda itu cukup kuat. Edsel membalikkan tubuhnya, menatap punggung Freyya yang perlahan menjauh.

"Galak, tapi gue suka. Selain cantik body nya juga kayak nya mantep."

-----

"Lama amat lo Ya'? Darimana? Toilet kan?" Tanya Lesha--sahabat Freyya, ketika ia melihat Freyya menarik kursi kantin dihadapannya lalu mendudukkan tubuhnya disana.

"Biasa, tadi ada jurig yang hadang gue pas gue mau ke sini."

"Jurig?" Vioryn menyergitkan dahinya, "Jurig siapa?"

"Siapa lagi sih kalo bukan Edsel? Kesel gue lama-lama. Setiap hari kerjaan nya selalu gangguin gue!"

"Seharusnya lo bersyukur bisa dideketin sama Edsel. Lo satu-satunya cewek yang beruntung di sukain dan dideketin sama anak pemilih sekolah. Udah ganteng, mapan, pinter, uh! Pokoknya idaman banget lah." Lesha tampak senyum-senyum sendiri, membayangkan bahwa dirinya lah yang di dekati oleh Edsel--putra tunggal sang pemilik sekolah itu.

"Beruntung? Beruntung apanya? Yang ada gue sial, di sukain sama cowok mesum kayak dia."

"Mesum-mesum gitu juga, tapi ganteng kan?" Vioryn menaik-turunkan alisnya sambil tersenyum menggoda.

"Ya....ganteng sih."

Freyya akui, Edsel memang tampan. Tak jarang dari banyaknya siswi di SMA JUVENAL yang menyukai pemuda itu. Selain tampan, pemuda itu juga berbakat dan cerdas. Dalam bidang olahraga maupun materi Edsel selalu bisa menjuarai nya.

"Nah, itu lo akuin!" Ujar Lesha.

"Ya kan emang fakta nya begitu gimana sih?"

"Yaelah mbak tuh muka dari tadi ga nyelo, santai aja sih." Vioryn menggelengkan kepalanya menatap Freyya dengan diiringi kekehan kecil.

"Ih, gue masih kesel sama tuh cowok."

"Yaudah yaudah, cepet tuh minum tadi kita udah pesenin." Lesha menunjuk minuman dingin kesukaan Freyya yang sudah ia pesan kan sebelumnya.

"Thanks ya." Freyya mengulum senyum. Lesha dan Vioryn mengangguk menanggapi.

-----

"Bos, ngapain sih lo? Handphone mulu yang lo liatin." Pemuda bernama Cavan itu menyergit bingung menatap sahabatnya.

Kini, Edsel dkk tengah berada di rooftop. Ketika istirahat tiba mereka lebih dulu membeli makanan serta minuman dikantin lalu segera bergegas ke rooftop.

"Nonton bokep palingan." Bisik pemuda disampingnya. Dia, Ryan.

"Astaga iya juga ya, kok gue ga kepikiran ke situ?"

"Akh! Anjiirr!!!!"

Cavan dan Ryan sontak saja langsung melihat kearah Edsel yang baru saja bersorak.

"Kenapa Sel? Masuk?"

Edsel yang mendengar suara Cavan refleks menoleh kearahnya. Ia menatap Cavan dengan satu alis yang terangkat.

Apanya yang masuk?

"Maksud lo?"

"Lo lagi nonton bokep kan?"

Pertanyaan Ryan sontak membuat Edsel membulatkan matanya. Bokep apaan? Orang dari tadi Edsel lagi bermain game.

"Muka lo noh kek bokep! Enak aja kalo ngomong!"

"Lah, gue bener kan?" Ryan menunjuk dirinya sendiri.

"Bener pala lo pe'a! Ya gak lah! Orang dari tadi gue main game."

"Lah, terus barusan lo teriak kenapa?" Tanya Cavan.

"Gue kalah maen game. Gara-gara kalian tuh bisik-bisik!"

"Lah, kok kita?"

"Emang jelas-jelas kalian. Udah ah, bosen maen game." Edsel menyimpan ponselnya disaku celana, lalu beralih mengambil sebuah bungkus rokok sekaligus pematik nya yang berada diatas meja.

Edsel merokok? Ya. Namun, hanya sesekali saja. Ia tahu dimana tempat dan waktu yang cocok dan tidak cocok untuk merokok. Edsel bilang, awalnya ia hanya coba-coba merokok. Eh, hingga ia menjadi ketagihan sampai sekarang.

Tidak ada yang tahu Edsel merokok kecuali kedua sahabatnya. Bahkan, kedua orangtua Edsel pun tidak mengetahuinya. Edsel tidak berani merokok didepan orangtunya. Bisa-bisa, ia habis nanti jika ketahuan oleh sang ayah.

"Sel?"

Edsel mengepulkan asap rokok nya lalu melirik Ryan yang baru saja memanggilnya. Ia mengangkat satu alisnya seolah bertanya 'kenapa?'

"Resleting celana lo..."

"Rusak?" Sambungnya.

"Hah? Maksud lo?"

"Tuh!" Ryan menunjuk tepat pada resleting celana Edsel. Edsel mengikuti arah tunjuk Ryan.

Spontan, yang awalnya kaki Edsel terbuka langsung ia rapatkan. Ia menatap kedua sahabatnya dengan tatapan malu.

Sial! Ia lupa menutup resleting celananya setelah dari toilet tadi.

-----

Voment:)

Married A Pervert Young Man [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang