Cerita ini diangkat dari kisah nyata seorang teman dengan sedikit modifikasi dan tentunya nama tokoh disamarkan.
Jika kamu memiliki kisah yang ingin dijadikan sebuah tulisan, bisa hubungi @26ratifamazari ya! ^_^
Selamat membaca ^_^
'
'
'
'
Aku paling tidak suka dengan orang-orang yang gemar menganggap suatu kejadian adalah sebuah kebetulaan belaka. Rasanya tidak adil saja, jika Allah sudah merancang dan merencanakan segalanya dengan matang dan indah, lalu orang-orang tersebut dengan tanpa pengetahuan, menyebutnya sebagai sebuah kebetulan. Jadi, jangan pernah mengatakan apa yang terjadi dalam cerita ini adalah kebetulan. Kami adalah takdir. Entah untuk sekedar bertemu atau mungkin bersatu.
"Hei, kalian." Lelaki berkaca mata yang duduk di bagian paling tengah tersebut menoleh ke kanan, menegur tiga lelaki yang sedari tadi berisik. Ini sudah peringatan yang kesekian. Tak luput, lelaki berkaca mata itu juga mendekatkan telunjuk ke bibir sambil berdesis, sebagai peringatan agar tidak menimbulkan suara.
Bibirku tertarik. Ada yang menggelitik melihat tiga lelaki di pojok kanan itu memperbaiki posisi mereka lalu menunduk. Lagi pula, mereka bertiga juga ada-ada saja, sudah jelas berada dalam situasi menegangkan, bisa-bisanya mereka mengobrol sambil tertawa. Bahkan ketika aku menjamah sekitar, aku bisa melihat beberapa wajah senior menatap mereka dengan sinis dan jengkel. Sementara sebagian lagi, lebih pada mahasiswa yang berada di tingkat yang sama denganku (Mahasiswa Baru), melihat sambil menahan tawa.
Lelaki berkaca mata itu kembali melanjutkan diskusi. Membuat seluruh perhatian tertuju pada beberapa orang di balik meja panjang bagian depan. Musyawarah Akbar kembali berlanjut. Aku, selaku mahasiswa baru yang pertama kali mengikuti Musyawwarah semacam ini, hanya mendengarkan dengan baik, menoleh ke sana ke mari mengikuti si empunya argumen. Dan tanpa sadar, beberapa kali pula, mataku mencuri pandang ke arah tiga lelaki berisik tadi. Mereka lagi-lagi mengobrol sambil berbisik-bisik, menunjuk layar ponsel lalu menahan tawa.
"Ta." Terasa seseorang menyenggol lenganku, membuat bibir yang semula tersenyum kembali datar.
"Apanya yang lucu?" Alin berbisik, alisnya terangkat.
Mulutku menganga, tidak mengerti maksud pertanyaan Alin. Aku benar-benar tidak sadar kalau diam-diam sudah memperhatikan tiga lelaki tersebut dan sudah tersenyum sendirian.
"Ngga ada." Aku menggeleng dan kembali memperhatikan jalannya musyawarah. Menahan diri agar tidak memperhatikan tiga lelaki tersebut. Ah, tepatnya, ada satu lelaki yang paling mencuri perhatianku. Dia yang berada di paling sudut, yang paling banyak tertawa, membuat aku tertarik melihat matanya menyipit ketika tertawa. Lucu.
Itu adalah waktu dimana aku melihatnya untuk pertama kali. Jarak pandang antara aku dan dia ketika itu sekitar 4 meter. Ada sekitar 30 mahasiswa dalam ruangan tersebut, tapi entah kenapa, dia menjadi satu-satunya yang mencuri perhatian. Dan, sepertinya apa yang dikatakan pepatah itu benar. Dari mata turun ke hati.
Pernah tidak matamu menangkap sosok seseorang yang kemudian, entah karena apa, rasanya sosok itu istimewa. Membuat kamu tertarik. Ingin melihatnya terus dan terus. Bahkan, semakin lama dan semakin sering kamu melihatnya, harapan lain muncul. Perasaan ingin dekat dengannya. Lalu, setelah suatu pintu terbuka dan membuat kau bisa dekat dengannya, harapan berikutnya muncul lagi. Perasaan ingin bersamanya, ingin memilikinya. Pernah?
Mungkin perasaan semacam itulah yang mulai aku rasakan. Aku tidak paham apa yang disukai oleh mataku ketika melihatnya, hanya saja ... perasaanku terus saja memaksa agar mataku melihatnya. Merasa ... aku suka, titik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerita Pendek
Krótkie OpowiadaniaKeseluruhan Cerita Pendek yang diposting dalam bagian ini adalah cerita yang diangkat dari kisah nyata, baik kisah yang dialami oleh penulis sendiri ataupun dari teman-teman yang telah berkenan berbagi pengalamannya. Ingin kisahmu ditulis oleh penul...