Chapter 3. Sifat Kami

1.8K 109 53
                                    


(Masih Daun POV)

.

"Daun, ayo bangun! Giliranmu sekarang!" Aku bisa mendengar suara orang memanggil namaku. Aneh, aku masih tidur tapi kenapa bisa mendengar suara itu dengan jelas. "Daun, ayo, giliranmu!" Suara itu kembali kudengar.

"Hua!" Jeritan kecil tertahan keluar dari mulutku dan sontak aku langsung terduduk tegak di atas ranjang rumah sakit tempatku berbaring. 'Duh... Aku mimpi ya? Tapi kenapa suara tadi begitu jelas kudengar?'

"Daun?!" Fang yang menemaniku jadi bangun dari duduknya dengan terkejut karena jeritanku tadi. "Kamu kenapa? Sakit lagi lukanya?" tanya si penguasa bayang. Kekhawatiran jelas terlihat dari remaja berambut lavender itu.

"Ah, ngga kok. Daun mimpi saja ... mungkin ....," jawabku ragu karena aku sendiri tidak faham dengan apa yang terjadi tadi di alam pikiranku. Mencegah pertanyaan lebih lanjut, aku langsung bertanya "BoBoiBoy mana?"

"Barusan dia telepon aku. Katanya lagi di jalan sekalian mau beli makanan buatmu," jawab Fang sambil meregangkan badannya yang mengeluarkan bunyi gemerutuk. Mungkin karena duduk terlalu lama menemaniku.

"Bagaimana perasaanmu, BoBoiBoy?" Sebuah suara komputer sengau yang sangat kukenal mendadak terdengar dari bawah ranjangku.

"Ochobot?" Dari bawah ranjang yang kutempati, melayanglah sebuah Power Sphera yang sangat kukenal. Sebuah Power Sphera yang sudah mendampingi kami semua selama bertahun-tahun.

"Iya lah, memang kamu pikir siapa? Robot ABAM lagi?"

Kontan aku kembali merinding dan bergidik mendengar nama itu disebut kembali. "Jangan sebut nama dia dong ... Daun masih trauma."

"Menarik .... Kamu sekarang bagian elemental BoBoiBoy yang sekarang terpisah, dan sifatmu beda dengan BoBoiBoy. Padahal kukira akan sama," gumam Ochobot. Bukannya khawatir denganku yang lagi sakit begini tapi malah sibuk membuat kesimpulan sendiri.

"Berapa lama Daun ketiduran tadi?" tanyaku mengganti topik pembicaraan sembari melirik ke arah Fang.

"Lumayan lama. Pulas banget tidurmu tadi, mungkin karena pengaruh obat painkiller yang disuntikkan dokter."

"Painkiller?" tanyaku. Setahu aku yang ada nama killer nya itu pasti menyeramkan. "Daun diapain lagi tadi."

"Astaga Daun ...." Fang mengeluh mendengar pertanyaanku dan menepuk keningnya. "Kamu ini polosnya kebangetan. Painkiller itu obat untuk menghilangkan sakit. Kalau ngga ada obat itu tanganmu pasti terasa sakit lagi."

Aku terkekeh saja mendengar penjelasan Fang "Eeh ... begitu ya?" Memang boleh dibilang aku ini mewakili kepolosan BoBoiBoy, bahkan banyak yang bilang kepolosanku dan kekanak-kanakan Angin itu hampir mirip. 'Bedanya kalau Angin, terkadang polos dan jahilnya itu dibuat-buat untuk menghibur.'

"Daun."

"BoBoiBoy". Senyumku langsung terkembang mendengar suaranya dan melihat kepalanya menyembul dari balik pintu kamar.

"Gimana lukanya? Masih sakit?" tanya BoBoiBoy sembari tersenyum kepadaku.

Aku menggeleng. "Ngga sih. Asal ngga disentil Fang lagi."

Lucu juga melihat BoBoiBoy memelototi Fang yang terlihat gugup. 'Ayo loh Fang .... Ngga ada BoBoiBoy berani. Begitu ada orangnya malah ciut.'

"Eh ya, Daun. Ini ada titipan buatmu," ujar BoBoiBoy sambil memberikan beberapa lembar surat kepadaku. Aku mengalihkan perhatianku pada surat yang kuterima dan membiarkan BoBoiBoy yang sudah berubah menjadi Tanah untuk mengurus Fang.

PecahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang