10. Pramitha dan Aluna

42.1K 4.4K 102
                                    

Ethan tak bisa fokus dan konsentrasi pada meeting pagi ini. Kerap kali pikiran pria itu teringat pada kejadian pagi tadi saat menjemput Aluna. Bukan, bukan saat ia mengecup singkat bibir gadis irit bicara itu. Namun, mengingat wajah cantik Pramitha yang meski berisi karena hamil, tetap saja menarik.

Apalagi, pagi hari tadi wanita itu sudah tampil paripurna dengan rambut ikal tebal yang tergerai sempurna. Mengantar anak-anak kecil berseragam sampai pagar dan melambai kala mereka menaiki mobil jemputan sekolah. Naasnya, ia harus segera pergi dari tempat itu padahal matanya masih nyaman melihat Pramitha yang duduk di taman sembari bicara pada kamera depan ponselnya. Mungkin wanita itu sedang vlogging?

"Ethan, bagaimana?" pertanyaan Emily membuat pikiran Ethan harus kembali pada ruang meeting ini.

"Apa?"

"Ide tentang mengangkat sosial responsibility untuk strategi marketing penjualan unit nanti."

Ethan mengangguk seakan paham dan sepaham dengan pemikiran para anak buah dari marketing communication-nya. "Iya. Jalankan saja," jawab pria itu sekenanya. Padahal sesungguhnya, ia tak paham sekalipun tentang apa yang mereka bahas diruangan ini.

"Lalu kamu ada ide apa?"

Ethan menyernyit. Ide? Ide yang selalu ia fokuskan untuk digali adalah bagaimana caranya ia bisa dekat dengan Pramitha lagi!

"Sorry?" Ethan berwajah penuh tanda tanya.

Emily mendengus sebal. "Kamu setuju. Kamu bilang jalani saja. Lalu idemu apa? Fasilitas sosial apa yang menurut kamu harus kami bangun sebagai corporate social responsibility tahun ini?"

"Gedung serba guna, bagaimana?" celetuk salah satu orang.

Emily menggeleng.

"Sekolah?"

Emily menggeleng lagi. "Sudah banyak yang membangun sekolah. Perusahaan otomotif biasanya membangun sekolah sebagai social responsibility mereka." 

"Sarana olah raga?"

Emily menggeleng lagi. "Perusahaan rokok bahkan menggelontorkan banyak dana untuk berbagai acara olah raga. Kita harus cari yang beda."

Entah mengapa Ethan teringat Pramitha lagi. Di wajah tampannya tersungging senyum penuh misteri. Apalagi saat mengingat senyum wanita itu kala melambai pada anak-anak asuh suaminya.

"Bagaimana jika panti asuhan?" Ethan bicara dan semua mata tertuju padanya. "Belum banyak yang peduli pada fasilitas rumah tinggal kan?"

Para peserta meeting mengerjap berfikir.

"Kita perusahaan properti. Produk kita adalah hunian. Kita buat hunian layak untuk mereka yang membutuhkan. Kita bisa mulai dari panti asuhan. Bagaimana?"

Bicara Ethan sudah seperti menteri sosial yang sangat bijaksana. Padahal, ada ide yang kini terlintas di benaknya. Mengundang Pramitha dalam acara peletakan batu pertama saat ia membangun panti asuhan atau panti sosial lainnya nanti. Pramitha saja bisa jatuh pada pria yang merawat tujuh anak panti asuhan. Bagaimana dengan pria yang membangun hunian bagi kalangan mereka? Pramitha pasti menyesal pernah meninggalkannya dulu.

"Bisa dicoba," respon Emily yang mengangguk menyetujui ide adiknya. "Pak Hasan, tolong bantu list lima panti asuhan dan panti sosial yang akan kita bangunkan hunian. Arista ikut saya meeting dengan direktur keuangan untuk membuat budget pembangunan ini."

Si bapak berkemeja hijau tua itu mengangguk dan mulai mencatat to do list yang harus ia dan timnya lakukan.

Ethan tersenyum samar dengan sejuta pikiran. Ribuan langkah telah ia susun agar rencananya mulai dapat dijalankan. Yang pertama, mengambil hati Aluna. Gadis itu tidak boleh tau bahwa alasannya mengecup bibir Aluna pagi tadi adalah, untuk menyadarkan dirinya bahwa ia tidak boleh turun dari mobil dan menghampiri Pramitha. Ada Aluna yang harus ia taklukan saat ini. Mengecup bibir gadis itu, mampu menyadarkannya bahwa fokusnya saat ini harus pada Aluna. Jalan menuju balas dendamnya pada Abimana Barata.

Another Rainbow ( Sudah Terbit ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang