18. Cinta itu ...

40.2K 4.2K 83
                                    

"Pagi Aluna ..."

Sapaan itu lagi.

Jika bukan karena bunda panti yang meminta Aluna untuk tinggal di rumah singgah sementara setiap akhir minggu, mungkin saja gadis itu tak harus bertemu dengan si juragan setiap minggu pagi.

Aluna hanya melirik Ethan yang memasuki pekarangan rumah tinggal anak-anak panti sementara. Pria itu tampak atletis dengan kaus pas badan yang sedikit basah akibat keringat.

"Saya bawa bubur ayam. Temani saya sarapan, ya!" Senyum manis Ethan, jujur saja menarik hati Aluna yang memang selalu berbunga setiap bertemu pria itu. Jantungnya pun belum sembuh dari efek ekstra degup ketika menatap mata hitam kebiruan milik pria yang perlahan, Aluna sadari mulai masuk kedalam hati dan pikirannya.

"Saya sibuk," tolak Aluna. "Anda bisa sarapan sendiri di meja makan, atau teras depan." Aluna lantas meninggalkan Ethan yang masih menjinjing plastik berisi bubur ayam itu.

Menghela napas, Ethan yang sudah tiga kali minggu pagi selalu gagal menarik Aluna untuk dekat lagi dengannya, hanya bisa menuruti perintah gadis itu. Ia berjalan memasuki area makan dengan meja besar dan banyak kursi yang mengelilingi.

Gerakan tangan Ethan yang tengah mengeluarkan kotak foam berisi bubur terhenti saat pria itu menyadari Aluna datang dengan mangkuk dan satu gelas air putih. "Foam tidak baik untuk kesehatan," ucap Aluna yang seketika menerbitkan senyum di wajah Ethan. Netra Ethan kini memperhatikan gadis incarannya yang tengah memindah bubur ke dalam mangkuk lalu menata sarapannya itu dengan satu gelas air putih dan satu toples kerupuk milik panti untuk ia santap.

"Thankyou," bisik Ethan lirih di telinga Aluna. "Membayangkan bisa seperti ini setiap pagi dengan kamu ...," Ethan tersenyum mendapati Aluna yang menunduk dengan wajah merona, "saya rasa hidup saya akan menyenangkan," lanjutnya dan berhasil membuat Aluna langsung pergi meninggalkan pria itu seorang diri. Ethan tertawa lirih, bagaimanapun Aluna berusaha menghindar darinya, ia tahu bahwa gadis itu pasti sudah ada rasa terhadap dirinya.

Ethan melahap sarapannya lambat. Bukan karena rasa bubur itu tidak enak, namun karena ia terlalu asyik memandang Aluna yang sibuk kesana kemari mengurus anak-anak disini. Tempat ini ramai, namun entah mengapa Ethan justru merasa nyaman berada disini. Apalagi, dengan Aluna yang tampak ramah dan keibuan pada anak-anak itu. Aluna dengan kesederhanaannya. Namun gadis itu memiliki sesuatu yang membuat sudut hati Ethan entah mengapa terasa nyaman.

Salahkah jika Ethan ... seperti menemukan oase untuk hatinya yang gersang?

"Ehm," suara itu mengalihkan pandangan Ethan pada Aluna. Begitupun Aluna yang sejak tadi bergelut di dapur dengan beberapa anak yang mengupas kentang.

"Loh, Mas!?" Aluna yang terkejut mendapati kehadiran Abimana, segera beranjak dari dapur dan menghampiri kakak satu-satunya itu. "Kapan datang? Kok ..."

"Pemeriksaan kesehatan bulanan, Luna. Sudah lupa?" suara yang selalu ramai penuh canda itu, mendadak dingin dipagi yang disinari hangat mentari ini.

Aluna mengangguk. "Ah ... iya. Aluna bilang Retha dulu untuk siapkan anak-anak. Mas kesini sendiri atau ...,"

"Dengan Pramitha. Usai memeriksa anak-anak, kami ingin ke Rainbow Land." Datar. Cara bicara Abimana datar dan dingin. Ini bukan Abimana kakak dari Aluna. Mana canda dan cengenges yang biasa Abimana tunjukan?

Canggung, Aluna menoleh pada Ethan sesaat, lalu menatap kakaknya lagi. "Anu ..., Ethan itu ..." entah mengapa Aluna jadi gugup sendiri sampai ia sibuk memainkan dua tangannya sambil menunduk di depan sang kakak.

"Mas sudah tau. Bunda cerita semuanya barusan."

Aluna mendongak dan menatap mata Abimana. "Mas gak marah?"

Another Rainbow ( Sudah Terbit ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang