Sore itu sangat cerah, tepatnya 3 tahun yang lalu. Waktu itu aku selalu membantu orang tuaku berjualan barang harian. Kedai kami biasanya tutup pukul 17:30 wib. Kadang juga tergantung pembeli, bisa lebih cepat atau lebih lambat. Masih ada waktu beberapa menit untuk bermain sepak bola sampai pukul 18:00. Aku memang hobi sepak bola, tapi aku juga bertanggung jawab terhadap tugasku. Sorakan dan suara teman-teman bermain bola kaki kudengar setiap sore dari kejauhan, bahkan pernah juga ku dengar di dalam mimpi. Jika toko tutup lebih awal, syukur bisa main sebentar. Jika toko tutup lambat harus ikhas, berharap hari esok masih ada kesempatan.
Hari demi hari berlalu. ketika ada kesempatan bermain bola aku merasa senang. Aku tidak menyia-nyiakan waktuku. aku terus-terusan mencetak goal dengan semangat. Mereka semua sangat senang karena ku mencetak goal. Setiap hari selalu ku coba membuat goal dengan berbagai gaya. Tendangan belakang, congkel, tumit, salto, tendangan jarak jauh, mendribel penjaga gawang, tendangan kecoh, dan berbagai gaya lainnya.
Suatu ketika, aku mencetak goal dengan semangat. Kugiring bola seperti "leonel messi" dan ku cetak goal dengan salto. Hari itu lapangan terasa sangat sepi, aku tidak mendengar mereka bersorak, cuma ekspresi datar yg kulihat, ada juga beberapa ekspresi kesal. "Apa aku terlalu berlebihan" pertanyaan dalam diriku. Sifat iri di dalam hati bisa membuat seseorang tersingkir. Setelah itu mereka tidak pernah mengoper pada ku. Setelah selesai bermain pun aku juga diabaikan. "Apa yang salah dengan mencetak goal? Apa goal membuat seseorang dijauhi?". Keinginan tulus dalam hati dan di desak oleh kecilnya kesempatan tentu saja akan membuatku mempunyai skill yang hebat di sepak bola. Manusia memang kebanyakan seperti itu, pemikiran tentang keberhasilan yang kita dapat namun seharusnya mereka yg mendapatkannya. Deskriminasi memang menyedihkan, jika di lawan kita tertindas dan di tahan kita juga yang akan hancur perlahan.
Permainan ku mulai berubah drastis sejak saat itu, aku menjadi pengumpan/asist. Aku hampir tidak pernah menggiring bola. Operanku yang sempurna memudahkan mereka mencetak goal. Melihat mereka bersorak gembira saat mencetak goal aku juga ikut bersorak gembira. "Aku rindu sekali bermain seperti diriku yang kemaren "Namun lebih baik seperti ini, daripada tidak punya teman sama sekali" itulah yang kupikirkan saat itu. Sepak bola ini seperti drama bagiku. Aku mulai belajar tentang cara agar tidak kesepian. Namun setiap kali bersama mereka, aku selalu merasa sepi. "Aku ada disini, tapi aku ingin berada di tempat lain" gambaran kesunyian di dalam hati. Sorakan dan tertawa bersama mereka tetap saja cuma sandiwara belaka.
Kemampuan mengoper yang selama ini ku latih, sudah tajam jauh diatas rata-rata. Akurat, tidak terbaca arahnya, dan tidak terduga adalah kemampuan mengoper yang baru kumiliki. Kemampuan membaca pergerakan lawan, melihat posisi teman, memperkirakan tempat terbaik di lapangan, menghafal gaya dribel lawan, kemudian merebut bola dan mengoper pada kawan, itulah yang selalu kulakukan. "Mencetak goal?" Itu hanyalah keinginan yang kukubur hidup-hidup, bagiku cukup rekan setim yang melakukannya, lebih baik seperti ini dari pada dijauhi.
Hingga di suatu pertandingan aku dikeluarkan, padahal baru sekitar 2 menit bermain. Ternyata kemampuan hebat ku selama ini dianggap tidak berarti apa-apa. sebagus apapun aku merebut bola dan mengoper, cuma si pencetak goal yang mereka lihat. Sekeras apapun aku berusaha, aku cuma dipandang sebagai peran figuran. Sangat mengecewakan bagiku, begitulah kebanyakan manusia. "Memang aku seharusnya tidak berada disini, bersama mereka memang seharusnya aku merasa sepi". Untuk pertandingan selanjutnya permainanku kacau, operan ku selalu meleset. Semua skill yg kumiliki terasa hilang. "Dan saat kita sudah tidak berguna, kita akan dibuang". Aku memutuskan berhenti dari sepak bola. Untuk apa ikut bergabung dalam tim jika kita dianggap tidak berarti. Tapi tetap saja saat melihat pertandingan dari luar lapangan, di hati terasa sakit. Aku selalu berusaha menghapus sepak bola dari kehidupanku, menontonnya pun tidak akan, apalagi memainkannya. Manusia yang terlalu rendah hati sepertiku memang tidak cocok dalam dunia olahraga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Seharusnya
Short StoryPertandingan sepak bola antar pelajar tingkat kecamatan sedang berlansung, pertandingan sudah berjalan selama 60 menit. kekalahan sudah di depan mata, tim lawan pun sudah mengerahkan pemain terbaik mereka. Menyerah, menyerah, dan menyerah, itulah ti...