4

54 6 4
                                    

"Hay kay.. apa kabar?"
"Aku tidak pernah lihat ibu mu lagi, apa dia keluar rumah setiap hari?"
"Apa benar jika orangtua mu itu bercerai?"
"Apa ayah mu selingkuh lagi?"

_*_

Pertanyaan  pertanyaan yang tak bosan  bosannya di suguhkan oleh hampir semua orang. Semuanya terjadi begitu saja.

Pagi itu setelah aku terbangun dari tidurku, aku merasakan semuanya sunyi, memang hampir setiap hari aku temukan keadaan yang seperti ini dirumah. Tapi kali ini seperti ada yang berbeda. Aku berjalan menapaki tangga dan yang aku temukan hanya seorang wanita paruh baya yang menyiapkan sarapan dia menatapku ramah sambil menyambut dengan senyumnya.
Kemudian aku menghampirinya dan duduk di salah satu kursi meja makan itu.

"Monggo non, dahar rien... disekecakaken"(silahkan non, makan dulu.. dikenyangin ya).

"I..njih, maturnuwun mbok"( iya, makasih mbok).

Aku menyuapkan nasi suap demi suap kedalam mulutku.

" oh iya mbok, liat bunda gak?, biasanya jam segini masih dirumah."tanyaku penasaran pada pembantu rumahku itu.

"Wahh... saya mboten ngertos i non( wahh saya nggak tahu tuh non), apa mungkin kebutik non?."

"Apa bunda nggak bilang mau kemana gitu mbok?"

"Bilang sih non, tapi dia cuman pesen buat saya jagain non, trus suruh marahin non kalo misalnya non buat salah".

"Maksudnya mbok?". Tanyaku malah semakin dibuat kebingungan setelah mendapat jawaban.

"Saya juga nggak begitu paham non, saya hanya langsung mengiyakan saja, karena sepertinya bundanya non sedang buru buru".

"Menurut mbok, kalo bunda kayak gitu masalah nggak ya?."

"Palingan ada tamu penting dibutik non, butik kan lumayan jauh dari rumah, jadi mungkin bundanya non pengen ngejar waktu, mungkin takut kena macet non"

"Halah mbok.. gayanya kayak ibukota aja" aku menanggapinya sambil nyengir.

"Hehehe non bisa aja. Ya sudah non nanti bunda juga pulang toh, memang ada perlu apa non"

"Tidak apa apa mbok, tidak tahu kenapa, saya hari ini sangat rindu pada bunda"

"Yah.. namanya juga ikatan batin anak dan ibu gitu lho non."

Aku menanggapinya dengan tersenyum simpul dan menangguk pelan. Lalu melanjutkan sarapan. Biasanya bunda selalu bangunkan aku dan menemani sarapan. Namun tidak kali ini.

Memang tadi pagi seperti ada yang membuka pintu kamarku. Rasanya seperti ada tangan yang menyisihkan rambut yang menutupi keningku.. lalu mengecupnya dengan lembut.
Aku pikir itu hanya bagian dalam mimpiku saja.

Bunda tadi malam juga menemaniku tidur. Padahal aku sudah biasa dari kecil tidur sendiri. Bunda terus saja bertanya padaku tentang ini itu. Tentang sekolah teman guru. Aku sampai bosan menjawabnya.

"Udah ah bun.. dari tadi ngeciwis(ngomong) aja. Kay mau tidur bun".

Dia balas merangkul dengan erat. Sambil berkata "kamu itu harus jadi anak yang berguna, meskipun nanti.. kalo semisal jauh sama bunda"

"Haduhhh.. i..njih bunda. Ongkep(gerah)  lo bun dirangkul."

Iya.. flashback yang manis. Namun kini itu hanya bagian dari memoriku. Itu termasuk memori manis atau pahit ya. Karena sampai datik ini pun aku tak tau bunda dimana. Dibutik tidak ada. Bahkan asistennya yang membantu disana juga ikut bingung.
Bunda ntah ada dimana.

Hey.. aku juga tidak dapat menjawab pertanyaanmu

Aku juga masih belum mengerti kenapa bunda belum pulang

Kenapa ayah selingkuh, padahal itu adalah kesalahan yang sama.

Kenapa tidak bicara saja kenapa malah saling pergi.

Kenapa malah sekarang supir dan pembantu rumah seperti berperan menggantikan posisi orangtua.

Hey.. aku juga tidak mau menggubris pertanyaan kalian.

Toh aku juga tidak tahu kalian itu peduli atau kasihan atau hanya menjadikan musibahku ini bahan tukar menukar gibah.

Hey.. tak usah ambil pusing. Nikmati saja duduk bercanda denganku. Aku tak butuh ceramah ataupun nasehat kalian. Aku tahu apa yang seharusnya aku lakukan. Karena seberapa banyakpun aku bercerita kalian tidak akan paham karena kalian tidak berada diposisi ini. Cukup diam saja ya. Pura pura saja bahwa kamu tidak tahu keluargaku itu berantakan, dengan begitu aku akan lebih menghargainya dari pada sok simpati begitu. Aku tidak suka kalian mencampuri urusan keluargaku padahal kalian tidak benar benar mengenal siapa aku.

Baiklah. Kalo begitu aku harus lebih pintar untuk menyembunyikan ini semua.

Jika cangkangnya retak dan aku tak mengerti bagaimana cara menyempurnakannya lagi berarti aku harus menjaga agar tak retak lagi dan berusaha menutupi retaknya.

Langit malam terasa cukup menemani. Warnanya gelap?
Oh tidak.. tidak.. gelap itu tidak ada. Ia hanya kekurangan cahaya.

Redupnya langit malam tidak mengurangi makna langit, bagi bintang. Bintang sebenarnya selalu ada. Hanya saja kadang tak terlihat. Seringkali ditutupi siang atau mendung.

Sama seperti aku. Bagaimanapun keadaanku akan selalu ada manusia manusia baik ditengah tengah manusia manusia jahat. Dan akan selalu ada hal hal baik untukku, hanya saja akan sering tak terlihat jika aku tidak mensyukurinya.

Angin malam memaksa masuk melewati pori pori kulit. Dingin menusuk. Aku berjalan membelakangi balkon. Menutup pintunya, dan menghempaskan diri ke kasur. Aku menutup mataku. Mungkin karena mataku lelah habis menangis aku dapat dengan cepat tidur lelap. Aku ingin hari esok dapat berjalan dengan lebih baik dari pada sebelumnya. Semoga...

Terimakasih sudah membaca :)
Berikan vote kamu untuk mendukung ceritaku ♡

Blue SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang