E M P A T : Stay?

502 55 1
                                    

❦ ════ ⊰❂⊱ ════

"Bocah."

Yaya dan Thorn menghentikan langkahnya.

"Lo yang bikin lecet motor gue, 'kan?"

Kepala Yaya tertoleh lebih dulu ke sumber suara. Thorn mengikuti ke mana Yaya menoleh.

Tepat di belakang mereka, berdiri seorang remaja laki-laki yang terbilang keren–sangat keren dengan iris merah marunnya itu.

Perawakannya bertubuh tinggi tegap, kulit putih bersih, hidung mancung, bibir lebar tipis dan berambut ungu tua.

"Apa yang kamu mau?" tanya Yaya lantang.

Laki-laki itu tertawa renyah. "Apa yang gue mau? Sekarang gue balikkin pertanyaan lo," dia selangkah lebih dekat. "Gimana kalo kendaraan lo dilecetin sama bocah amatir dengan sengaja?"

"G-Gue gak sengaja!" sergahan Thorn membuat murid lain yang menyaksikan menahan napas.

Pandangan laki-laki itu beralih ke pemilik iris hijau. "Gue perlu bukti."

Sementara itu, di sisi lain, BoBoiBoy bersaudara menghampiri Halilintar yang sedang menyandar di pagar taman dengan salah satu kaki yang tertekuk–kecuali Thorn.

"Kak Hali, di mana T–" pertanyaan Gempa dipotong oleh dagu Halilintar yang sedikit dicondongkan ke depan, tanda sedang memberitahu.

Sontak lima pasang mata dengan warna yang berbeda itu mengikuti ke mana dagu itu dimajukan.

Tepat di kerumunan yang dilingkari banyak murid, samar-samar mereka mendengar suara yang sedang berdebat. Suara perempuan dan laki-laki mendominasi lorong mading.

"Kayak gue kenal tuh suara," tutur Solar sambil mengetuk-ngetuk pelipisnya menggunakan pena.

Halilintar mendengus. "Yang pernah berurusan sama lo saat lo nulis berita gak bener di mading."

Iris kuning Solar di balik kacamata jingganya membulat. "K-Kaizo?!"

"Gak ada bukti?" Kaizo berdecih dan mengepalkan tangannya di samping paha. "Gue bakal bikin lo bayar semuanya."

Masing-masing penggemar meneriakkan nama primadonanya versi SMA Galaksi.

Penggemar Kaizo tak kalah banyak dengan Thorn, tentu saja.  Dia adalah remaja laki-laki pertama di SMA Galaksi yang berhasil menceklis semua kategori; fisik, harta, kepopuleran. Dan juga nakal, sedikit.

Kini, Kaizo duduk di kelas XII IPA 1 dan selalu mendapat juara umum di sekolah. Kesadisannya setara dengan Halilintar. Tapi tenang saja, dia hanya menunjukkan sifat aslinya pada orang yang berhasil memancing amarahnya. Yah, sama macam Halilintar, sih.

Penonton semakin riuh ketika Kaizo menarik kerah Thorn dan melempar tatapan sadisnya ke arah iris polos itu.

Yaya yang melangkah maju berniat menolong dicegah Thorn. "Gue gak pa-pa, Ya."

"Kak. Kalau Kakak maafin Thorn, aku bakal—"

"Bakal apa?" intrupsi Rose.

Kaizo melepas cengkeramannya. Sepertinya dia sudah mengerti keadaan kalau Rose dan Yaya bertemu. Akan terjadi adu mulut yang tak terhentikan dan menjadi gosip terbesar Galaksi lagi.

Thorn dan Yaya menatap dua punggung yang semakin menjauh itu.

"Maafin... Thorn... ."

Tiga bulan setelah insiden dengan Kaizo, Thorn kini menangkup pipinya sambil mengarahkan matanya ke pecahan pot tanaman tersayang.

Thorn berhasil mengubah gaya bicaranya menjadi anak gaul zaman sekarang. Tapi, Thorn tetaplah Thorn. Takdir sebagai manusia polos masih belum meleset.

Tok-Tok!

"Masuk."

Pintu kamar terbuka. Memunculkan lima sosok kembarnya yang berekspresi ragu.

Taufan dan Solar duduk di tepi ranjang. Ice melipat kaki di sofa. Sementara Blaze tidur di atas ranjang Thorn.

"Thorn." Taufan menepuk pundak Thorn. "Kak Taufan bakal beliin pot ba—"

"Gak perlu, Kak," sergah Thorn. "Thorn harus berusaha sendiri."

"Kamu yakin, Thorn?" Blaze sedikit tertawa. "Aku akuin kamu gak butuh Taufan lagi buat jadi tukang ojek, tapi—"

"Coba bilang sekali lagi." Taufan melotot.

"Sekali lagi," kekeh Blaze tanpa dosa. "—tapi kamu masih butuh si kulkas berjalan itu soal ekonomi. Masih butuh Gempa soal makanan. Masih butuh Solar sebagai partner tidur. Dan masih butuh—"

"Oi. Ambigu banget partner tidur. Gue masih normal," semprot Solar dengan dengusan.

"Banyak kecot nih. Gue lagi Mamah Dedeh Mode On, tau," Blaze memutar bola matanya malas, kemudian melanjutkan. "—butuh aku sebagai teman hibur. Ya, 'kan?"

Thorn bergeming.

"Lah, gue?" Ice merasa terabaikan.

"Apa jasa lo, Wahai Manusia Hibernasi?" tantang Blaze.

"Gue ini guru privat dia, remember?" ucap Ice dengan bangga.

"Halah. Jasa gue paling dikenang. Ya, 'kan, Thorn?" Alis Taufan naik-turun.

"Udah-udah," Gempa melerai, lagi, "Jadi, Thorn. Kamu masih mau lanjutin challenge dari Kak Hali?"

Pertanyaan Gempa membuat Thorn skak mat.

Menaklukan bad girl yang masih memiliki pacar? Itu bukan hal mudah bagi Thorn.

Ditambah lagi dengan banyak kasus negatif yang mulai menumpuk. Siapa lagi kalau pelakunya bukan Rose?

Merokok, mabuk, memeras adik kelas, dan penurunan nilai akademisnya sangat drastis. Entah apa hanya itu kelakuan negatif yang dia perbuat.

Setelah terdiam cukup lama, Thorn angkat bicara. "Masih."

"Nyalinya gede juga!" Puji Taufan dan Blaze serentak.

"Thorn. Aku takut kamu dicecar lagi sama Kaizo," ucap Solar. "Ternyata yang lecet itu motor Kaizo. Bukan Rose."

Thorn manggut-manggut.

"Kenapa kamu rela ngelakuin challenge dari Kak Hali? Kamu suka sama Rose?" Tanya Gempa hati-hati.

"Enggak," jawab Thorn singkat.

"Abis itu apa?" Giliran Ice yang bertanya.

Thorn terkekeh. "Aku rasa ...,"

"..., Ada sesuatu yang merubah Rose. Aku harus tau rahasia di balik semua ini."

Prickly Flower [BBB Thorn]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang