"Kalau memang sudah tak mau lagi, lepaskan Seul" bisikanku bergema ditempat yang sunyi ini.
Disini hanya ada aku, dia, dan pohon besar yang berdiri kokoh diantara kita. Seperti memberikan kita jarak—seperti memisahkan kita.
"Pfft.." Datang balasan yang cukup menggetarkan hati namun aku sama sekali tidak menyukai getaran ini, "Kau tau apa?" Lanjutnya lagi dengan nada dingin yang semakin membuat aku gemetar.
Aku tau apa?
Kutatap dirinya, kutatap dia yang berdiri beberapa langkah dihadapanku. Menatap kedua matanya, menatap jendela jiwanya untuk mencari jawaban tentang arti dari kata aku tau apa?
Tapi aku tidak menemukan jawabannya.
"Maaf aku—"
"Hanya bisa minta maaf, setelah dimaafkan, berbuat salah lagi, minta maaf lagi, dimaafkan lagi, lalu berbuat salah lagi dan begitu seterusnya dan aku muak harus memaafkan kesalahan bodohmu lagi, lagi dan lagi"
Aku harusnya terkejut tapi entah kenapa hati ini sudah terbiasa dengan kata-kata menyakitkan seperti itu. Di hari-hari biasanya mungkin aku akan menangis dan meminta maaf lagi.
"Baiklah kalau kau seperti ini.."
Aku berhenti sejenak, mengumpulkan keberanian untuk mengucapkan perkataan itu. Saat kutatap lagi matanya, saat kulihat tak ada lagi cinta disana, aku pikir inilah waktu yang tepat untuk melangkah pergi.
"Lebih baik kita berteman saja" dan akhirnya aku berhasil mengatakannya tanpa terbata-bata.
Seulgi mengerutkan dahinya dan saat aku pikir dia akan menyesali segala perbuatannya yang tak adil bagiku selama ini, aku salah.
Karna dia dengan wajah tak berdosanya berucap dengan pelan, "Lebih baik kita jangan saling kenal"
Dan dengan itu dia pergi meninggalkanku dengan ucapan selamat tinggalnya yang menyakitkan.
Karna benar saja..
Dia, Kang Seulgi adalah patah hati terbesarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengakhiri Kita Dengan Satu Kalimat; SeulRene
Short StorySatu kalimat; Angst-nya dipatenkan. (Ada beberapa chapter yang saling berkaitan dan ada yang tidak) Selamat membaca ~~