Bagian 8

169 31 3
                                    

Gemma POV

Aku duduk bertopang dagu, menatap Asha lekat-lekat. "Sudah terlambat kalau ingin mengabaikanku, kau sudah terlalu banyak bicara sebelumnya." Di ruang istirahat ini, hanya ada kami berdua.

Dia berbalik badan, mendelik kesal padaku. "Percuma saja kau menggangguku! Kau tak akan mendapatkan apa-apa dari ku!"

"Kalau begitu biar kucari tahu lewat Egor," balasku cuek.

Asha lalu berdiri, menghampiriku hanya untuk mendorongku hingga jatuh ke lantai. "Sudah kukatakan untuk tidak merebut tamuku!" Kemarahan yang berlebihan itu semakin membuatku yakin, kalau Egor adalah sasaran yang tepat.

"Jadi benar orang itu?" Asha lalu mencengkeram bajuku, menduduki dengan ekspresi wajah kalut. Mungkin takut tamunya marah, terus-menerus membawa masalah bagi mereka.

"Aku bilang hentikan!" bentak Asha. Saat itulah aku mengeluarkan jarum suntik dari balik pakaianku yang telah lebih dulu kusiapkan. Menusuknya ke leher Asha saat dia lengah.

"Apa yang kau suntik –" kesadarannya lenyap sebelum kalimat itu selesai ia lontarkan. Obat bius buatanku memang terlalu keras dan reaksinya cepat, tapi ini sangat efektif untuk menenangkan orang yang sedang mengamuk.

"Ada apa?" Tak lama, pegawai lain datang karena mendengar suara keributan tadi.

Aku segera berpura-pura cemas. "Aku tak tahu, tiba-tiba saja Asha pingsan. Dia akan baik-baik saja, kan?" bertanya dengan polosnya. Ini bukan hal aneh di sini, tak jarang ada host atau hostess yang pingsan tiba-tiba. Kalaupun ketahuan dibius, mereka hanya akan mencurigai si tamu. Itu karena terlalu banyak aktivitas mencurigakan di sini.

"Dia baik-baik saja. Kembali bekerja, biar aku yang mengurusnya." Pria itu tak terlalu peduli, hanya membawa Asha pergi setelah memerintahku.

Aku pun menurut, kembali ke ruang depan menunggu kedatangan Egor. Menurut petugas penerima tamu, Egor membuat janji hari ini. Dia memberi tahu padaku dan Asha saat datang tadi.

Begitu pria itu datang, aku menghampirinya. "Selamat malam, Tuan Egor. Hari ini biarkan saya yang menemani Anda," menyapa dengan sopan sesuai dengan ketentuan klub.

"Di mana wanita yang satunya?" Dia mencari Asha, langsung mengedarkan pandangan ke sekeliling.

"Asha sakit dan saat ini tidak sadarkan diri, Tuan." Tentu saja dia tak akan menemukannya, dan hanya punya pilihan untuk percaya pada perkataanku.

"Baiklah," setuju Egor.

Selanjutnya hanya ada pembicaraan biasa di antara kami. Kebanyakan dia yang bertanya-tanya mengenaiku. Seperti sedang mengecek, kalau aku tiba-tiba saja mati dan menghilang, apakah ada yang akan melapor pada polisi atau tidak. Setelah tahu aku tak punya keluarga dan belum lama datang ke sini, dia mendekatkan tubuhnya padaku.

"Bagaimana kalau pindah ke ruang pribadi?" Inilah yang kutunggu, diminta untuk masuk ke ruangan khusus.

"Boleh, ada bonus, kan?" Aku pura-pura hanya tergiur dengan uang bonus dari pelayanan pribadi, bersikap tak tahu apa yang ada dibalik ruangan itu.

"Ada, tapi sebelumnya aku ingin tahu. Apakah kamu pernah masuk ke sana atau tidak?" Pengecekan terakhir rupanya, dia ingin memastikan kalau aku sungguh gadis bodoh tak tahu apa-apa, atau sejenis Asha yang bisa digunakan.

Aku menggeleng dengan kuat. "Saya masih baru dan tamu belum ada langganan," menjawab dengan malu-malu.

"Kalau begitu aku akan jadi langgananmu."

"Senangnya, terima kasih, Tuan Egor."

Setelah itu dia membawaku ke ruangan yang biasanya dia gunakan, mengunci kami di dalam. Aku, dia dan dua orang bertubuh besar yang jadi pengawalnya. Begitu pintu tertutup, sikapnya langsung berubah. Ia tersenyum licik, menjentikkan jarinya memberi perintah ke dua orang itu.

The Answer [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang