Bagian 2

33 4 1
                                    

Hadeuh....  Rico! Rico... Ini kamu sebenarnya mau lulus apa nggak sih, kapan kamu di Wishuda kalau nilai semester kamu ancur Begini. Kamu kuliah sudah hampir duabelas semster, gak malu apa dengan tittle keren kamu" suara Pak Hamid menceramahi Rico diruanganya. Seperti biasa, Rico hanya acuh tak acuh mendengar omelan dari dosennya.

"orang keren itu gak selalu Dilihat dari materi, tapi juga akhlak. Attitude, sekeren apa pun orang kalau gak punya akhlak tidak akan penah dilirik oleh perempuan mana pun. Kecuali permepuan itu tanda kutip" lanjutnya, sembari membuat gerakan jari telunjuk tangan di kepalanya.

"maksud bapak?" tanya Rico bingung.

"maksud bapak, perempuan itu bukan orang baik-baik, ya kalau gak materialistis ya murahan, yang mau deket sama kamu karena ada maunya"

"lah itu mah syarat utama pak, buat dapat calon isteri, kalau kere mana ada yang mau"

"Memang benar, tapi... Akhlak lah jauh diatas segalanya. Qorun aja kaya raya mati mengenaskan terimpa kekayaannya sendiri. Firaun saja mati ditenggelamkan di laut oleh Allah.. nah apalagi kamu yang kekayaannya gak seberapa, apalagi masih minta sama orang tua, mau sombong, bapak akui kamu ganteng Co, tapi kegantengan itu bisa lenyap dimakan usia, dan tampang gak akan menjamin kamu dapat pendamping yang baik"

Rico hanya diam, ia memang tidak pernah ambil pusing dengan kata-kata siapapun, karena baginya dia yang menjalani kehidupannya.

"Co, bapak mau tanya satu hal sama kamu, boleh?" ucap Pak Hamid lembut sembari duduk berhadapan dengan Rico. Rico tak mengiyakan dan tak menolak, ia hanya memandang sekilas wajah pak Hamid, lalu kembali tertunduk.

"apa kamu pernah merasa bahagia melakukan semua ini, bergaul dengan teman-temanmu yang seksrang, menghabiskan waktu di Pub malam, dan berakhir di ranjang sama permepuan-perempuan murahan?" tanya Pak Hamid, Rico terlihat kaget mendengar ucapan Pak Hamid.
"kamu tidak perlu kaget seperti itu, bapak tahu semua apa yang kamu lakukan diluar sana?"

"tidak'kan? Kamu selalu merasa kosong, dan bahkan merasa bersalah'kan..."

"tidak pak, saya fine-fine saja dengan kehidupan saya" kilah Rico, yang membuat pak Hamid tersenyum.

"ya sudah kalau itu jawab kamu Co, mudah-mudahan sama seperti apa hatimu rasakan saat ini. Co, bapak bilang seperti ini karena bapak sayang sama kamu, kamu punya potensi besar jadi orang sukses, jadi orang besar, dengan tangan kamu sendiri tentunya,  tanpa tangan ayah kamu, atau kakak kamu, Revan" Ucap Pak Hamid tegas, lagi Rico menegakn kepalanya karena terkejut mendengar perkataan dosennya itu.

"dari mana bapak tahu Kak Revan?"

"siapa yang tidak tahu Revan, pengusaha muda, sukses dan pekerja keras, dan yang paling penting Revan adalah Mahasiswa terbaik saya dulu"

"hah...!" ucap Rico tambah terkejut. Dia langsung menahan keterkejutannya.

"koq bisa?"

"Iyah dia dulu kuliah di kampus sahabat saya, hampir setiap saya berkunjung ke Rumahnya selalu saja bercerita tentang kakakmu. Sampai pada suatu kesempatan bapak bertemu dengan kakakmu ternyata teman kakak tidak salah melebih-lebihkan kakakmu, dan terbukti dia sukses sekarang"

"beberpa hari yang lalu Bapak bertemu dengan kakakmu, dia menitipkan kamu sama Bapak Co, kamu tahu itu artinya apa, Co?" Rico menggelengkan kepalanya pelannya.

"itu berarti kakamu punya harapan lebih sama kamu, tidak mengikuti jejak kehidupannya"

"benarkah Kak Revan bicara kayak gitu pak?"

"untuk apa bapak bohong"

"tapi kehidupan saya yang sekarang karena saya mencontoh kehidupan kakak saya pak"

"tapi kamu lupa satu hal Co, bahwa kakakmu seperti itu setelah sukses, jadi kalau kamu ingin punya gaya hidup sepeti kakakmu minimal kamu harus lulus kuliah dulu, punya pekerjaan yang bagus baru deh kamu kayak kakakmu"

Pembicaraan mereka terhenti, ketika terdengar ketukan pintu. "masuk" ucap pak Hamid, seseorang masuk tanpa memperhatikan ada siapa didalam.

"Asalamualaikum pak" suara lembut seseorang mengalihkan pandangan mata Rico. Wajah cantik putih bersih ditambah balutan hijab syar'i membuat dia terlihat semakin cantik.

Mata Rico sama sekali tidak beranjak dari gadis yang masih berdiri ditengah pintu menunggu pak Hamid menyuruhnya untuk masuk.

"Walaikumsalam, masuk Rin! "

perempuan itu mendekat pada pak Hamid. "pak ini buku yang bapak minta, dan oh ya pak Maaf, ini absen mahasiswa" Ucap gadis bernama Arini itu sembari memberikan setumpuk buku besar yang Ia bawa dari perpustakaan.

"terimakasih ya Rin.. "

"sama-sama pak, kalau begitu saya pamit dulu, permisi. Asamaualikum"

"Walaikumsalam... "

Setelah mendengar jawaban salam dari pak Hamid, Arini langsung keluar ruangan dengan tanpa memperhatikan Rico tentu saja.

"siapa pak?" tanya Rico, pertanyaan yang sejak tadi ia utarakan.

"Namanya Arini, dia semester lima fakultas kedokteran, kenapa kamu bertanya tentang Arini, dia'kan bukan tipe kamu"

"bertanya bukan berarti suka pak, cuma saya kesel saja, saya seperti diabaikan. Kayak setan gitu gak sapa, boro disapa di lirik saja nggak"

"itu berarti kamu kurang keren dimata dia, Co"

"masak sih, semua cewek bertekuk lutut sama saya masa dia... Apa jangan-jangan punya kelainan kali ya"
Pak Hamid yang mendengar celotehan Rico hanya geleng-geleng kepala geli.

"koq bapak geleng-geleng kepala?"

"ya kamu lucu, Owhh iya bagaimana kalau kita taruhan... " ucap Pak Hamid tiba-tiba.

"taruhan?"

"iya taruhan, Kalu kamu bisa dapatkan Arini, maka semua nilai kamu akan bapak perbaiki tanpa kamu mengulang mata kulaih bapak selama tiga semester, tapi kalau kamu gagal kamu harus mengejar semua nilai kamu yang kosong selama sebulan bagaimana?" tawar pak Hamid memberi tawaran. Rico terlihat berfikir.

"bagaimana berani 'nggak? Katanya keren tapi koq takut" pak Hamid memancing harga diri seorang Rico.

"Ok pak, berapa lama"

"sampai menjelang wishuda"

"Ok deal..." ucap Rico pasti, keduanya berjabat tangan menyepakati perjanjian yang entah baik atau tidak.

"kalau begitu saya permisi dulu pak?"

"Oke.. Jangan lupa, bapak tinggu tugas susulan kamu Co.. "

"Siap pak..." Rico pamit meninggalkan ruangan pak Hamid. Dilobi dia bertemu dengan Arini, gadis yang menurutnya tidak cantik, tapi manis.

Wajahnya teduh dengan balutan busana muslim membungkus seluruh tubuhnya, ia perhatikan dengan Arini yang sepertinya sedang asyik berdiskusi dengan temannya dengan ekor matanya.

"gue pasti bisa, perempuan mana sih yang gak bertekuk lutut sama gue" gumamnya dalam hati, sembari menyusun beberapa strategi untuk mendekati gadis itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pintu LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang