Inka menatap tangan yang terulur di depannya, tangan yang meminta nya untuk menerima dengan suka cita. Ia menata ke depan di mana si pemilik tangan itu berdiri dengan senyum yang seakan membuatnya terbang dari pijakka nya saat ini. Sudah lama ia tidak merasakan nya.
Entah dorongan dari mana tangan nya terulur untuk menerima tangan itu. Keduanya sama-sama tersenyum tulus. Hati mereka menghangat. Lalu mereka berangkat.
¤¤¤
Selama perjalanan hanya ada keheningan di antara mereka, sekarang suasana terasa canggung, tidak seperti tadi.
"Kita mau kemana, Len?", Tanya Inka berusaha mencairkan suasana.
Falen menoleh, tetap dengan tangan mereka yang saling terkait.
"Aku mau ajak kamu ke suatu tempat". Jawabnya dengan senyum khasnya.
"Kok jadi penasaran ya," Sahut Inka dengan wajah penasaran yang kentara membuat wajahnya dua kali lipat lebih menggemaskan di mata Falen. Wkwk, Inka memang begitu, kadang polosnya keterlaluan, apalagi lemot, aduhhhh jangan di tanya lagi.
Falen tertawa kecil melihat tingkah Inka.
"Udah, ngikut aja. Kadal itu tugasnya ngikut sama curut". Jawabnya sambil mengacak-acak rambut indah Inka, membuat sang empunya mengerucutkan bibir.
"Iiiiiih, Curuuuttt. Berantakan tauuu", rengek Inka sebal dengan tingkah laki-laki di sampingnya ini. Sedangkan Falen hanya terkekeh melihat sang putri mencak-mencak.
¤¤¤
Mereka sudah sampai di tempat yang di tuju. Mata Inka langsung melotot takjub melihat pemandangan di sekeliling nya.
Iya, mereka sedang berada di rooftop gedung apartemen milik paman Falen.
Falen mengamati wajah Inka yang terlihat takjub. Dan itu semakin membuat Falen betah memandangnya lama-lama.
"Aih, bucin banget sih gueee". Teriak Falen dalam batin nya.
Sedangkan Inka yang sudah selesai dengan ketakjubannya beralih menatap Falen yang tingkah nya sedikit aneh.
"Len", Inka melambaikan tangan nya di depan wajah Falen.
Tiga kali Inka memanggil masih tidak ada sahutan. Akhirnyaa..
"LENN", Inka berteriak sambil menepuk bahu Falen keras membuat sang empunya meringis sakit karena tepukan Inka tidak main-main.
Falen menatap Inka sebal, sedangkan yang di tatap sedang tertawa terpingkal-pingkal melihat eksperesi terkejut bercampur kesakitan nya tadi.
"Malah ketawa lagi", sungutnya sebal.
"Lagian kamu sihh, nglamun mulu", masih dengan tawanya yang belum reda.
"Saya dari tadi tuh manggil-manggil kamu, tapi nggak ada sahutan sama sekali. Yaudah terpaksa deh saya kagetin kayak tadi". Inka kembali tertawa setelah menjelaskan itu."Ya tapi jangan pake mukul dong sayang, sakit tau", Falen memasang wajah cemberut nya. Ia tidak sadar dengan panggilan yang ia gunakan membuat lawan bicaranya diam mencerna dengan pipi yang bersemu merah.
Falen menoleh karena tidak ada sahutan dari perempuan di sampingnya.
"Kadal, pipi kamu kok merah gitu. Abis dilempar tomat sama siapa?", tanyanya polos dengan tangan yang mengusap-usap pipi Inka.
Sedangkan Inka, jantungnya serasa di pacu adrenaline, ritme detaknya sangat cepat. Tak lama ia tersadar dari kagetnya.
"Ih, tau tuh. Siapa sih yang lempar tomat sembarangan. Nggak tau apa nanti anak orang bisa baper. Emang kalo baper dia mau tanggung jawab?", cerocosnya menahan senyum yang ingin nampak dari tadi.
"Lah, kok nggak nyambung sih Curut?". Falen mengernyitkan dahi nya. Pasalnya, mana ada orang yang lempar tomat terus ujung-ujungnya baper?? Kan aneh.
"Ya abis nya si pelempar tomat kayak nggak sadar gitu", sambung Inka yang semakin membuat Falen tidak paham dengan yang di ucap Inka.
¤¤¤
Di lain tempat.
London, 30 May 2018."Reee, turunlah nak. Udah hampir pukul 09.00 p.m". Teriak wanita paruh baya memanggil anak bungsunya.
"Iya mom, 5 menit lagi", Teriak laki-laki tersebut dari kamarnya yang terletak di lantai atas.
"Oh ayolah boy, pesawat kamu sebentar lagi take off, nanti kamu terlambat", Sambung Tania tak sabaran melihat keleletan anak bungsunya tersebut.
"Udah siap, Mom sayang". Lelaki tersebut turun dengan menyeret 2 koper di tangan nya, lalu menyerahkan ke bodyguard Papanya.
"Kau ini. Lihatlah, kakakmu sudah menunggumu di bagasi dari 15 menit yang lalu", sungutnya kesal. Sedangkan yang laki-laki itu sedang nyengir tanpa rasa bersalah sama sekali.
"Mom tidak bisa ikut mengantarmu ke Bandara. Mom takut tidak bisa mengandalkan diri Mom disana", lirih Tania. Bagaimanapun seorang ibu akan merasa sedih jika harus jauh dari anaknya. Karena anaknya akan pulang ke tanah air mereka malam ini.
"Mom, maafin Ree", laki-laki tersebut menundukkan kepalanya, merasa bersalah. Tapi, ia akan jauh lebih merasa bersalah jika membiarkan seseorang di sana sedih seorang diri.
Ia sebenarnya tidak tega meninggalkan keluarganya. Tapi, ia tidak punya pilihan lain. Ini juga atas restu kedua orang tua nya.
"Sudahlah boy, Mom tak apa," katanya menenangkan.
"Pergilah dengan tetap hati-hati, ingat kami di sini selalu mendo'akan kalian. Sampaikan juga salam Mom pada mereka semua, terutama gadismu", ia berbisik ketika mengucapkan kalimat terakhir dengan nada menggoda sehingga anaknya itu terkekeh."Baiklah Mom, sampaikan salamku ke Dad", Laki-laki itu memeluk ibunya dan mencium kedua pipi ibunya dengan sayang.
"Aku akan merindukan kaliannn", teriaknya sambil berlari ke bagasi mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penyembuh Luka
Teen Fiction"Huft" seorang gadis sedang duduk manis menatap hujan yg turun di langit sore. Dia sedang teringat akan kenangan-kenangan lalu dimana hal tersebut sangat merubah rasa percayanya. Kecewa, marah, benci tapi terlalu sulit pula untuk membenci. Lalu sese...