Jam dinding menunjukkan 6 lewat 15 menit. Sekar sudah siap sedari tadi. Tahun ini, ia tak membeli tas maupun sepatu baru, hanya seragamnya saja yang baru. Hanya seragam putih abu-abunya yang baru dan memang memberi kesan seolah ia lebih dewasa.
"Sekar, nanti pulang jam berapa? Ibu nanti yang jemput" Kata ibu sembari menyuapi adikku.
"Belum tahu, nanti sekar sms ya Bu."
"Oke." Singkat, padat, jelas.
Sekar mengecek kembali peralatan sekolahnya. HPnya, lebih tepatnya tablet merk Adfan ia masukkan ke dalam tas. Tabletnya memang sudah usang. Sudah dua kali dibenarkan. Ia ingat, tabletnya pernah terjun bebas ke kolam ikan belakang rumahnya melalui jendela dapur. Saat itu, ia dan adiknya saling berebut dan tablet terlempar jatuh masuk ke kolam. Ia reflek langsung keluar dapur dan berlari kecil menuju kolam. Tak peduli baju dan celananya kotor, ia segera mencari tabletnya.
Ketemu...
Batinnya saat itu, tetapi rasa senangnya tidak bisa mengalahkan rasa sedihnya. Ia menangis sepanjang keluar dari dapur hingga kembali masuk ke rumah. Ia menenteng tabletnya dengan posisi tegak berdiri dan diketuk-ketuk tabletnya agar air keluar. Ia nyalakan kembali, dan pastinya tidak bisa menyala.
Ibunya marah. Tablet itu adalah hadiah dari undian di sebuah toko baju. Namun, itu adalah gawai layar sentuh pertama di rumah. Ketika HP layar sentuh merk Sams*ng sudah banyak yang beredar dan hampir semua orang berlomba untuk membeli, ibu memilih untuk tutup telinga dan mata. Faktanya, HP ibu masih berupa HP 'tulalit' dengan tombol-tombolnya yang hampir lepas. HP itu bukan dari hasil membeli, tetapi teman kantor ibu memberikan HP itu karena temannya sudah beralih ke HP canggih lain.
Tepatnya, adikku yang lebih banyak terkena marah. Sekar tak mau kalau ia jadi pelaku utama kejadian terjun bebas tablet adfan. Sebenarnya, kasihan melihat adiknya terkena marah. Namun, hatinya masih keras, egonya masih tinggi untuk mengatakan bahwa ia juga salah, 50-50 salahnya dengan adik atau seimbang.
Waktu itu, ibu tak mau membetulkan tablet. Kata ibu, kalau mau membetulkan pakai uang sendiri. Namun, ujung-ujungnya ibu masih membetulkan tablet. Diam-diam ibu pergi ke tukang servis HP di kota, memang rasa marah ibu bukan tandingan sebanding dengan rasa sayang ibu.
Pukul 06.30 Sekar berangkat sekolah, adiknya masih libur dan baru masuk hari Senin.
"Kar, Bapak antar sampai mana?" Suara bapak masih terdengar jelas walaupun samping kiri kanannya suara mesin kendaraan berlomba-lomba menduduki peringkat satu suara terbising.
"Sampai gerbang saja awal saja pak, jangan yang dekat pos satpam."
Tugas mengantar terkadang bergantian antara ibu dan bapak Sekar. Kalau ibu ada tugas di kantor, ibu sekalian mengantar Sekar dan Ulhaq.
Mengenai gerbang sekolah sebenarnya ada dua. Jarak gerbang awal dan gerbang kedua yang dekat pos satpam sekitar 15 meter. Pada jarak itu, sisi kanan dan kirinya berupa rumah warga yang sebelahnya di tanami tanaman seragam dari gerbang awal sampai gerbang kedua.
Sekar turun dari motor bapak. Bersalaman dengan gaya mereka tersendiri dan tentunya meminta doa agar lancar hari pertamanya sekolah.
Tubuh kecilnya yang dibalut seragam putih abu-abu, dengan sepatu yang terlihat seperti baru, tas merah jeans kebanggaannya sejak SMP kelas 1 karena tidak ada lagi tas lain, kerudung putih dengan warna yang belum ternodai coretan tinta bolpen, spidol, maupun bekas jarum yang sedikit berkarat, membuat tampilannya fresh. Dirinya bukan lagi anak SMP.
YOU ARE READING
Hari
RandomBukan, ini bukan hanya cerita. Bukan, ini bukan hanya tentang menulis, lalu dilupa. Bukan itu kawan. Ini adalah awal perjalanan yang akhirnya belum ditentukan. Hanya ikuti, dan ikuti. Entah bagaimana caramu menikmati, biarkan ia masuk dan hanya berp...