Round 10

1.7K 495 141
                                    

Semua yang dipersiapkan untuk ke luar negeri sudah selesai. Bahkan, Jaejoong sudah membawa pakaian anak-anak ke rumah mertuanya. Jaehyun dan Jihyun yang ingin di sana, jujur saja ia sudah memberi pilihan dan mereka memang ingin disana selama ia dan Yunho keluar negeri. Well, memang di sana akan lebih aman, mengingat ada Soojung yang bisa diandalkan. Jika di rumah orang tuanya, tidak ada yang bisa ia andalkan selain Bibi pengasuhnya yang masih bekerja menjadi asisten rumah tangga di sana.

Jaejoong mengesampingkan koper yang akan mereka bawa, ia kemudian ke kamar anak-anak dan merapikannya. Setelahnya, Jaejoong mengecek dapur dan ia segera menoleh saat pintu apartemen terbuka. Ia melihat Yunho masuk dan menghampiri pria itu.

"Sudah mengantar anak-anak hmm?" ia sedikit kesal karena Yunho lebih dari lama mengantar kedua anaknya. Bahkan ia sudah ke pasar dan berbenah. Chat dan telepon darinya juga tidak di balas Yunho.

"Sudah Sayang," sahut Yunho dan pria itu melirik Jaejoong. Ia menggenggam tangan Jaejoong dan menekan pipi dalam dengan lidah. "Ada yang ingin kubicarakan!"

Yunho mengajak sang istri duduk di sofa. Ia sedikit sangsi untuk memberitahu ini, tapi menurutnya ia harus memberitahu Jaejoong. Well, memang ia harus mengatakan sekarang, karena tidak ingin mengacaukan Jaejoong nanti.

"Apa uumh?" tanya polos Jaejoong, tidak biasanya wajah Yunho sekusut ini.

Mengerjap sejenak, Yunho berucap, "Keluar negeri, aku menundanya sepekan, maaf!"

Menunda keluar negeri? Jaejoong cukup terkejut. Sejak awal ide itu dicetuskan oleh Yunho dan pria itu juga yang excited ingin ke sana bersamanya. Lantas sekarang, ketika ia sudah menyiapkan semua, Yunho mengatakan menunda?

"Ditunda? Apa ada kerjaan mendesak?" Jaejoong bertanya dengan realistis mungkin saja bahwa Yunho harus mengurus kerjaan dan tidak bisa mengambil cuti sesukanya.

Menggeleng, Yunho menggigit bibir bawahanya. Bagaimana menjelaskan pada Jaejoong. Ia menjilat bibirnya kemudian bicara serampangan. "Aku bertemu dengan temanku sejak kecil dan kami aku berjanji menemaninya tiba-tiba, aku senang bertemu jadi aku membatalkan acara kita karena aku terlanjur berjanji dengannya."

"Maksudnya bagaimana? Bicara yang lebih jelas Yunho," ucap Jaejoong dan menggeleng pelan, entah kenapa ia merasa sedikit tidak suka dengan penjelasan rumit Yunho.

Mengusap wajahnya, Yunho diam sejenak. Ia menatap wajah Jaejoong dan berucap lebih jelas. "Maaf, aku membatalkan acara kita, tadi aku bertemu dengan temanku, sudah lama kami tidak bertemu karena dia pindah ke Jepang. Dan tidak sengaja kami bertemu tadi, dia memintaku menemaninya selama ia di sini, aku bersedia, maaf Sayang."

Mengernyitkan kening, Jaejoong merasa kecewa mendengar apa yang Yunho jelaskan. Pria itu membatalkan acara mereka tanpa persetujuan darinya. Ia mengigit bibir bawahnya, mencoba memahami Yunho. Tetapi entah kenapa ia tetap saja kesal.

"Temanmu tiba-tiba datang dan meminta kau menemaninya?"

Mengangguk, Yunho membenarkan, "Iya Cintaku, aku tidak bisa menolak."

"Jadi selama waktu cutimu seminggu kau akan menemaninya, begitu?"

"Aku kurang tahu, tapi jika ia minta temani aku tidak bisa mengelak, kumohon Sayang, dia adalah temanku sejak kecil. Aku tidak enak jika menolaknya."

Tertawa kering, Jaejoong tidak bisa terima meski ia mencoba memahami di posisi Yunho. Baginya saat mereka menikah, maka semua perlu dibicarakan. Bahkan ia saja selalu memberitahu pria itu jika anak-anaknya meminta sesuatu. Ia selalu memberi laporan tentang anaknya yang menurut Jaejoong Yunho harus tahu. Dan, dengan antengnya Yunho membatalkan acara mereka.

Ia tidak bisa terima. Sungguh tidak bisa. Bukan karena batal keluar negeri, tapi karena Yunho lebih mementingkan temannya dibanding dirinya.

"Lalu bagaimana dengan rencana kencan kita, apa akan batal?" ia berucap dengan aura dingin.

Yunho menjilat bibirnya lagi, ia juga sudah mengiyakan untuk segera menemani temannya setelah bersiap-siap. "Aku minta maaf, aku akan mengganti kencan kita dengan yang lebih—"

"Tidak perlu! Lupakan saja!" sela Jaejoong.

"Sayang jangan marah, astaga kita bisa kencan setiap hari setelah dia kembali ke Jepang. Lagi pula sudah aku katakan aku dan dia berteman sejak kecil, hmm?"

"Dan jangan katakan bahwa temanmu itu seorang wanita!" sahut Jaejoong, semakin kesal dengan Yunho.

Ia tidak menebak secara asal tentang teman Yunho. Tidak mungkin kan jika pria semanja itu minta ditemani oleh teman sejak kecil. Mengalihkan pandangan, rasanya Jaejoong ingin menangis.

"Namanya Kwon BoA. Aku dan dia sudah seperti saudara, orang tua kami kenal dengan baik. Ayolah, jangan cemburu, hmm?"

"Apa aku tidak boleh cemburu? Kau pria dan dia wanita? Kau lupa bagaimana kau yang menikahi aku? Kau saja masih setengah hati memilih anak-anak dan aku, kau—"

"Itu sudah berlalu, sekarang hanya kau wanita yang akan aku cintai. Jangan berlebihan, aku tidak akan menyukai BoA atau tergoda olehnya, bagiku dia tidak lebih dari sekedar saudara!"

Terserah apa kata Yunho, pria itu ia rasa akan tetap memenuhi janji pada wanita itu. Ia tetap akan terkalahkan karena wanita itu adalah teman sejak kecil, sahabat Yunho, dan bagai saudara? Sedangkan ia, hanya istri Yunho. Mungkin posisinya tidak begitu kuat sehingga Yunho lebih memilih menemani wanita lain dibanding dengannya.

Jaejoong berdiri. Ia melangkah dengan cepat ke dalam. Ia tahu bahwa Yunho juga segera berdiri dan mengekori langkahnya. Ia menarik koper yang ada di sisi pintu. Kemudian membuka dengan tangan gemetar. Percuma ia menyiapkan semua ini. Mengeluarkan isinya Jaejoong lantas membuka lemari, ia meletakkan dengan sembarang pakaian miliknya ke dalam lemari.

"Je, aku minta maaf, jangan begini hmm?"

Sebisa mungkin Jaejoong menahan tangisnya dan mengabaikan Yunho. Pria itu menarik tangannya dan ia menepis, mundur dari Yunho dan menatak ke arah balkon.

"Lakukan saja sesukamu, aku tidak memiliki hak menahanmu menemani temanmu atau siapa saja!"

Yunho tidak suka keadaan ini, ia mencoba jujur agar tidak ada kesalah pahaman yang terjadi, tapi Jaejoong malah bereaksi berlebih atas tindakan jujurnya. Andai ia mengatakan mendesak ada kerjaan, Jaejoong juga tidak akan tahu. Tapi tidak, ia jujur pada istrinya.

"Je, hentikan! Aku sudah jujur padamu, aku tidak ada niat menyembunyikan ini dan lagi aku akan mengenalkan kalian berdua!"

Jaejoong tidak menyahut, ia dibentak. Menggigit bibir bawahnya. Jaejoong menahan lebih keras agar air matanya tidak mengucur. Poin yang ia maksud Yunho tidak paham. Apa perlu ia katakan satu persatu maksudnya agar pria itu mengerti.

Ia melangkah, melalui Yunho, namun tangannya ditarik dan tubuhnya dipeluk pria itu. Mendorong sekuat tenaga Yunho, Jaejoong berhasil lepas dari pelukan Yunho, ia berlari keluar kamar dan menuju ke kamar anak-anak. Ia tidak mau melihat wajah Yunho. Tidak untuk sekarang.

.
.
.

Eyd ga beraturan, typo dimana".

Ciiee yang idolanya Nongol ~ pwiwiwit.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Spread This LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang