"Kak, udah belom sih makan nya?"
Fandy menghentikan kegiatan makannya lalu menatap datar ke Fayola."Buta? Masih setengah nih sabar dulu napa sih."
'Sabar? Lah gue kurang sabar gimana? Dia udah makan sekitar tiga puluh menit, bel aja juga udah bunyi.'desis Fayola dari dalam hatinya.
Ya! Bel masuk sudah bunyi dan Fayola malah terjebak disini untuk menemani majikannya yang belum sarapan karena bangun kesiangan.
Fayola memberenggut kesal sembari memandang Fandy dengan tatapan jengkel dan ingin membunuh, sedangkan Fandy hanya mengangkat sebelah mulutnya sinis. Akhirnya setelah Fayola menunggu cukup lama, Fandy akhirnya menyelesaikan sarapannya dan meyeret Fayola.
"Yuk cabut ke mading."
Mengapa ke mading? Karena hari ini adalah pembagian kelas untuk kelas sepuluh. Fayola menelusuri satu persatu kertas di mading tersebut dan menemukan nama nya di barisan salah satu kelas. Dan wajahnya yang tadi girang mendadak murung.
Disamping Fayola berdiri, Fandy menatap dengan aneh."Kenapa muka lo kaya gitu?"
Fayola tidak menjawab, ia hanya menunjuk namanya yang ada di kertas madding. Fandy menaikkan satu alisnya. "Ya bagus dong masuk IPA, kenapa malah manyun gitu?"
"Ketemu matematika lagi dong?"Fayola menatap Fandy dengan wajah menyedihkan, sedangkan Fandy mengangguk antusias.
"Hua, gue itu alergi sama pelajaran matematika. Gak tau badan gue suka gatel gatel kalo pelajaran matematika, bahkan pernah sampe muntah."
Fandy tertawa mendengar ucapan ngawur Fayola."Hahaha alay banget sih lo, kalo gak suka ya bilang aja gak suka karena lo gak bisa kan? Pake alesan alergi konon."ucap Fandy.
Fayola menghentakkan kakinya seperti anak kecil."Ih bukan alesan, tapi emang beneran."
"AWAS WOI!"teriak seseorang yang sedang berlarian di koridor entah karena apa. Membuat Fayola yang berdiri di tengah jalan terdorong dan hampir terjatuh sebelum Fandy menangkapnya. Alhasil wajah Fayola dan Fandy sudah sangat dekat, bahkan saking dekatnya mata Fayola sampai juling ke dalam. Tak ada yang melepaskan pandangan dari mereka berdua sampai ada deheman dari seorang cleaning service.
Fandy dan Fayola langsung mendorong satu sama lain dan mereka berdua sama sama salah tingkah di depan petugas kebersihan.
"Maaf, bukannya mau ganggu cuma mau ngepel mas, mbak."
"Gapapa kok pak, untung aja bapak sadarin kalo nggak bia bisa dia terpesona sama saya lagi. Saya bayanginnya aja udah merinding pak." Mendengar ucapan Fandy, Fayola langsung bergidik ngeri bahkan bulu kuduknya naik semua.
"Udah udah ayo gue anterin ke kelas baru lo."Fandy mengalungkan tangan kirinya ke leher Fayola lalu menyeretnya menuju kelas Fayola.
Mereka berdua berhenti di depan kelas dengan tulisan X-IPA 3. Fandy tersenyum dan mengangkat kedua tangannya seperti petugas tempat wisata yang menyambut pengunjung.
"Kita sudah sampai di depan kelas babu gue yang paling jelek, oh ya btw lo gak mau makasih gitu sama gue."
"Buat? Karena lo nganterin gue? Seharusnya lo yang berterimakasih sama gue karena gue mau nungguin lo makan di kantin."
Fandy menggeleng lalu memasang senyum menyebalkannya."No, karena gue yang udah buat lo masuk kelas ini, gimana baik banget gak sih gue? Sebenernya nilai lo itu jelek banget tapi lo tetep bisa masuk IPA."
"WHAT?! Jadj gue masuk IPA gara gara lo?!"
"Yap gue masukin lo kesini karena kelas ini tepat di depan kelas gue dan kalau gue lagi butuh bantuan, gue gak usah susah susah jalan jauh, tinggal aja lambai lambai di depan kelas."Fayola memelototkan matanya, ternyata dibalik perbuatan Fandy masih terselip niat yang busuk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Fayola
أدب المراهقينMereka yang paling dekat seringkali menjadi yang paling jauh. Cause when trust breaks, love fades~