5

99 15 4
                                    

"Re! Lo lihat kaca mata gue nggak?" teriak Tommy saat kepalaku baru muncul di pintu rumahnya.

"Lo sakit, Tom?" gerutuku sebal. Cowok gempal itu terkekeh sambil berusaha mengorek-ngorek di antara sofa dan pegangan, atau sandarannya.

"Kaca mata gue ngilang!" keluhnya sedih.

"Terus, lo pikir kaca mata itu kayak remot, yang bisa nyempil di mana aja!" sungutku. Nick menatap ekspresi wajahku sambil senyum-senyum.
"Apa? Emang lo ngerti?" tantangku. Si Bule mengangkat bahu, lalu melengos ke kamarnya.

"Mana yang lain? Kok nggak ada makanan sih?" tanyaku pada Tommy. Ruang tamuTommy memang luas, kira-kita empat kali ruang tamuku. Mungkin karena Om dan Tante Umar punya dua anak laki-laki yang nggak bisa diam, jadi rumah mereka di disain ala lapangan bola. Luas!

Kutatap potret keluarga di dinding yang nyaris sebesar lemari pakaianku. Foto keluarga bahagia. Senyum Tommy lebar, selebar badannya. Sementara Jim dan Mamanya hanya tersenyum simpul. Om Umar sendiri terlihat lucu dengan tubuhnya yang sama gempalnya dengan Tommy.

"Lah! Bukannya lo yang mau masak buat sarapan anak-anak? Si Bule tanya ama gue, lo bisa masak apa nggak, klu nggak bisa dia mau ngajarin lo masak!"

"Bah!" Aku melangkah ke dapur. Maklum, aku dan Tommy memang bukan baru kenal. Kami berteman sejak masih sama-sama pakai popok. Bedanya, dia pakai popok mahal yang disebut pempers, karena orang tuanya kaya. Sementara aku pakai popok sisa Bella waktu kecil, bahkan sebagian popokku juga pemberian maminya Tommy, jadi aku pakai popok bekas Tommy ... Idih!

Usia Tommy mungkin hnya terpaut dua tahun denganku. Saking dekatnya, kami memang sudah seperti keluarga, keluargaku dan keluarga Umar! Jadi, meskipun Om dan Tante Umar sudah tidak tinggal di kampung kami lagi, mereka tak pernah cemas, karena Mamih akan menjaga anak-anaknya!

"Lo nggak masak, Jim? Biasanya kan lo jagoan masak?" tanya ku saat melihat ruang makannya yang kosong. "Maksudnya ngangetin sayuran!"

"Bu Tami sakit, jadi hari ini nggak ada katering, kami rencana mau makan di Lembang," tukas Jim dari balik novelnya. 'Lo mau ikut makan, atau mau bantuin masak, Brow?" tanyanya datar.

"Emang lo mau masak beneran? Mending gue ikut ke Lembang aja, daripada keracunan!"

"Kali aja lo tergerak buat masak! Biar tampang lo nggak jelas kan jenis lo masih cewek!"

"Maksud lo apaan bawa-bawa tampang? Emangnya tampang gue kenapa?" tanyaku sewot.

"Lo emang nggak kenapa-kenapa, Tom Raider! Cewek kok serem banget!" celetuk Budi yang baru saja bangun.

"Hati-hati bicara sama Tere," kata Jim pada Victor yang bergabung dengan kami di dapur. "Dia itu 'Black Widow,' 'Tom Raider,' pokok Morning Glory's hero, alias Preman Kebon Kangkung!"

Suara tawa mereka membahana meski mataku mendelik. Victor dan Nick tersenyum kaku, bingung menebak-nebak apa yang lucu dari kata-kata Jim. Giliran aku yang tertawa geli.

"Kalian ngomong apaan, sih! Noh liat si Bule kebingungan, garing!" 

Nick hanya melihat kami saling mengolok, lalu melintas di tengah-tengah untuk mengambil penggorengan teflon dan sutil. Pria itu membuka kulkas, mengeluarkan tiga buah telur ayam, mentega, tomat, keju dan ... bawang putih?

"Kamu mau masak?" tanyaku takjub. Nick hanya memberi senyuman manis dengan mata birunya yng berbinar. Pria itu kini terlihat keren dengan celemek tante Umar yang dililitkannya sendiri di pinggang.

Caranya memotong-motong tomat dan bumbu-bumbu juga terlihat profesional. Mungkin Nick memang jagoan memasak di kampungnya.

Aku, Jim, Budi dan Victor berdiri mengelilinginya. Tommy yang tertarik dengan pemandangan ini juga ikut berdiri menatap Nick yang tengah asyik sendiri.

"Gile, Re, Lo kalah telak sama si Bule!" bisik Tommy. Tanpa menunggu adegan berikutnya, Tommy langsung menuju kulkas dan mengeluarkan beberapa butir telur dan tomat lagi, tak lupa menambahkan keju. "Re, bilang sama dia masakin kita semua sekalian!"

Aku mengangguk sambil memberi kode agar Tommy menaruh telur-telur itu di meja.

Nick menatap kami dengan senyum pongah, lalu mulai mengocok telur dan menaruhnya di panci.

Sambil menunggu telur matang, dia memotong-motong bawang, tomat dan keju yang diberikan Tommy. Setelah telur terlihat mengeras, dia mengangkat pancinya, lalu melempar telur itu untuk membalikkannya. Lalu ....

Telur itu sukses mendarat di lantai dan langsung berhamburan tanpa bentuk.

Aku menatap telur yang jatuh, lalu menatap Nick dan Tommy bergantian dengan mulut ternganga.  Suara tawa kami pagi itu sukses membangunkan Handoko dan Dennis yang langsung menatap telur tak berdosa itu dengan kasihan. Sementara Victor menjitak Nick dan meninggalkannya di dapur.

"Duh, pagi-pagi dua bule gila ini sukses bikin gue ngakak!" kataku pada Tommy. "Tadi pagi waktu gue anter mereka ke warnet, Victor yang lagi sakit perut kentut beberapa kali sampe sewarnet bau bangke. Sekarang giliran Nick yang sok jago masak, udah keren-keren, itu telor dibiarin split di lantai. Sayang, kan!"

Tommy tertawa terbahak-bahak hingga seorang cewek sok seksi memasuki ruang tamu tanpa permisi.

"Pagi, Bad Boys!" teriaknya. "Tetangga biawak lo lagi di sini, ya!"

Aku menatap sebal. "Sembarangan! Pantat panci!" selorohku pada Yola. Gadis itu hanya tertawa sambil menenteng kantong plastik dengan beberapa kaset DVD di dalamnya.

"Katanya lo mau pinjem kaset drama korea gue, ini ada beberapa judul! Gue sengaja cari yang lucu, biar lo cepet move on dari si Aji!" tukasnya dengan suara sedikit tak jelas. Yola memang ke mana-mana selalu mengunyah permen karet, mudah-mudahan dia tidak membuangnya di kolong meja Tommy lagi.

"Sejak kapan cupu begini nonton drakor? Nggak salah lu, La?" tukas Tommy sambil merebut barang bawaan Yola.

"Udeh, udeh, pada percaya dikit dunk kalau Tere lagi sedih! Kalian nggak liat tampang dia murung begitu!" serunya cuek.

Aku hanya bisa memonyongkan bibir. Mungkin Yola benar, aku sedih sekali karena diputusin Aji. Tapi aku nggak terima kalau dibilang lemah.

"La, lo lupa Tere siapa ya! Dari SD, kerjaan dia cuma bikin orang patah hati brow!" seru Jim disusul tawa teman-teman lain. "Makanya, sesekali lo coba datengin sekolahnya, mungkin dia sama Aji itu karma, karena udah nyakitin cowok-cowok sebelumnya!"

"Eh! Kok jadi ngegosip sih!" seruku sambil tak lupa melayangkan tinju ke bahu Jim. Pria itu terbahak-bahak.

"Lo ikut kita-kita jalan, yuk! Kita pada mau naik motor ke Lembang!" seru Budi sambil menggantung handuk ke pundaknya. "Gue mandi dulu, ya! Lo sama si Tere siap-siap!" perintahnya pada Yola. Gadis itu terlihat senang.

"Kamu ikut aku, ya!" seru Nick sambil menarik leher kausku.

"Astaga, Nick! Aku bukan kucing!" seruku jengkel. Tapi aku setuju. Mungkin berdekatan dengan Nick bisa membuat perasaanku tenang. Setidaknya, hati dan pikiranku bisa ikut berlibur dari memikirkan Aji!

Ya Semoga aku bisa segera move on dari Aji.

Ya Semoga aku bisa segera move on dari Aji

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.









Nick & Tere (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang