Ketulusan Abi

1.5K 89 1
                                    

#SEKUEL_Calon_Pilihan_Abi
#SEHANGAT_KASIH_ABI

Aku segera meletakkan kembali kenangan tentang Abi dan Umi di ruang benakku karena terdengar suara Abi memulai kisah lain di depan Bang Fikar.

Kucoba mencerna kisah apakah gerangan yang akan Abi paparkan. Sejak tadi siang senyum Abi masih samar-samar. Tapi masih lebih baik dari pada bibirku yang tak sanggup tersenyum sama sekali. Semua terasa pahit.

Umi??! Aku tak tega melihat raganya yang terdiam di bangsal perawatan itu. Matanya mengatup bibirnya pucat membisu.

"Nak Fikar, sebelum menikah dengan Umi, Abi nggak tahu sama sekali kalau Pak Kyai Ilyasa punya anak perempuan. Setahu Abi anaknya Pak Kyai ada 7 laki-laki semua. Nggak tahunya ada 2 perempuan. Yang pertama tapi meninggal waktu kecil dan yang bungsu. Uminya Sarah itu."

Aku tercenung. Persamaan antara aku dan Umi memang status kami yang sama. Sama-sama anak bungsu. Tapi kalau Umi kakak-kakaknya semua lelaki sedangkan aku perempuan semua.

Abi lalu meneguk teh di cangkir yang tadi kubuatkan. Fikar pun ikut-ikutan.

"Waktu itu setelah lulus dari Madrasah Aliyah di Sukabumi, Abi merantau ke Jakarta lalu kuliah di LIPIA. Setelah lulus itu Abi mengajar di sebuah mahad yang salah satu petinggi yayasannya adalah Pak Kyai. Abi mengenal beliau sebatas bawahan, ya karena beliau kan orang penting di yayasan. Sementara Abi hanya pemuda sederhana yang sekedar punya cita-cita sederhana. Mengajar dan menebarkan ilmu yang Abi punya. Itu saja. Nggak muluk-muluk."

"Fikar tahu, Abi pasti dijodohkan sama Kyai Ilyasa ya?" tebak suamiku. Aku tersenyum lirih dipaksakan. Ya elah ... Bang Fikar ini kayak kebanyakan penonton sinetron Indonesia pengennya langsung tahu ending.

"Kenapa sih? Ada yang salah?" bisiknya. Mungkin melihat tatapan mataku ke arahnya yang menyelidik. Aku menggeleng.

"Jangan potong cerita Abi. Itu tadi baru prolog," jawabku. Dia mengangguk.

Abi tersenyum arif.

"Padahal yang mengantre uminya Sarah ada 5 orang. Tapi entahlah mengapa Kyai Ilyasa malah memilih Abi yang nggak punya apa-apa ini. Tentu saja Abi sangat bersyukur dan mendapat kehormatan besar bisa menyunting anak seorang tokoh masyarakat dan agama terkenal."

"Maksudnya Abi? Apa Kyai Ilyasa memberikan alasan utamanya memilih Abi?"

"Abi nggak tahu, tapi Kyai Ilyasa memutuskan itu setelah tanpa sengaja Abi menolong urusannya lancar. Sebenarnya pertolongan sederhana dan biasa-biasa saja menurut Abi. "

Bang Fikar tampak mengangguk-angguk. Aku agak lupa cerita yang ini. Malah ragu apakah Abi sudah cerita? ya cerita mengenai bagaimana kakekku memilih Abi jadi menantunya.
Oh apakah ini juga yang menyebabkan Abi juga ikut-ikutan menjaring calon suami untuk putri-putrinya? Kenapa aku baru ngeh.

"Abi akan cerita ke kalian, tapi tak usah diceritakan lagi ke yang lain. Abi nggak enak, malu sebenarnya menceritakan, khawatir terkesan mengingat-ingat kebaikan yang telah lalu," ujarnya bikin wajah Fikar jadi terperangah.

Abi menghela nafas sesaat.

"Waktu itu hujan sangat deras. Abi baru selesai mengajar di mahad. Saat keluar pintu itu Abi melihat Kyai Ilyasa berdiri di depan pintu yayasan sambil sesekali melihat jam tangan.

Sepertinya beliau hendak pergi tapi terhalang hujan. Sementara di halaman mahad tak ada satu pun mobil. Ketika Abi tanya, beliau sedang menunggu sopirnya tapi tak datang-datang padahal setengah jam lagi kata beliau dia harus menghadiri acara super penting dan kehadirannya ditunggu-tunggu. Saat itu belum ada handphone jadi Kyai tak bisa leluasa memberitahu kalau beliau bisa saja terlambat."

"Itu tahun berapa Abi?" tanyaku.

"Awal tahun 1990. Umur Abi waktu itu 28 tahun. Belum menikah, karena Abi belum bekerja secara mapan dan masih konsentrasi belajar mengajar."

"Lalu apa yang Abi lakukan?"tanyaku tak sabar.

"Mendengar paparan Kyai Ilyasa dan pentingnya acara, Abi bilang ke beliau tunggu sebentar. Abi akan carikan mobil untuk mengantar. Padahal beliau nggak kenal Abi, hanya Abi yang tahu namanya yang masyhur.

Abi ambil motor butut Abi dan langsung menembus hujan lebat mencari mobil. Akhirnya ketemu sebuah angkot carteran yang tinggal di dekat rumah kepala desa. Singkat cerita akhirnya Kyai Ilyasa sampai di tempat acara persis jam 14.00. Beliau sudah ditunggu jamaah sebanyak 500 orang dari berbagai daerah."

Fikar tampak mengangguk-angguk kepala lagi.

"Terus?" ujarku.

"Kyai Ilyasa pasti merasa berjasa pada Abi?" tebak Bang Fikar.

"Abi malah lupa kejadian itu, waktu itu Abi spontan karena melihat kehadiran Kyai Ilyasa di sana pasti sangat berpengaruh kepada orang banyak, apalagi itu menyangkut umat. "

Wajah Abi menerawang lalu sesekali matanya berpindah ke arah Umi yang masih terdiam.

"Tiba-tiba di suatu sore Kyai Ilyasa mendekati Abi waktu hendak ambil wudu."

"Mengucap terima kasih?" sambungku.

"Bukan itu saja. Abi diundang ke rumahnya untuk makan malam, katanya demikian."

Abi lanjut bercerita pelan dan hati-hati. Sampai di sana katanya sudah berkumpul keluarga besar Kyai Ilyasa. Mereka makan malam bersama. Usai makan malam dan bercengkerama di antara tokh-tokoh itu Kyai Ilyasa berdiri dan mengatakan sesuatu yang membuat Abi terkaget-kaget.

"Kyai Ilyasa mengatakan di hadapan tamunya bahwa ia sudah menemukan calon pendamping untuk anak bungsunya. Dari lima pelamar semuanya bagus-bagus, tapi katanya ia tertarik dengan pemuda sederhana yang memiliki jiwa tanpa pamrih untuk berkorban buat orang lain. Bukan sekedar orang lain, tapi niatnya karena menyangkut masalah umat."

Aku tertegun. Sungguh yang ini memang baru kudengar. Abi tersenyum tertunduk.

"Abi menerima? kan Abi tak kenal anak Kyai Ilyasa?"tanya Fikar.

"Abi menerima karena Abi percaya sama ayahnya beliau memiliki kharisma dan ketawadhuan, istri Kyai Ilyasa adalah ustadzah yang terpercaya."

"Memangnya Abi sudah pernah melihat wajah Umi sebelumnya?" tanyaku.

Abi menggeleng.

"Tidak. Belum pernah sama sekali. Tapi itu kan tak jadi soal, Sarah."

"Kapan Abi diperkenalkannya?" Gantian Fikar yang seolah tak sabar mengikuti jalan cerita Abi.

"Saat itu juga sehabis makan malam. Abi diperkenalkan dengan uminya Sarah setelah Kyai Ilyasa bicara. Entah mengapa Abi langsung seperti jatuh cinta pada uminya Sarah pas pertama bertemu itu. Ya sesudahnya kami menikah."

Suara Abi terdengar berubah seolah ada kecamuk haru yang memaksanya.

"Wow ... indah sekali kisah pertemuan Abi dan Umi ya Sarah...." kata suamiku. Aku hanya tersenyum tipis denga mata berkaca-kaca membayangkan wajah Umi kembali.

Kulihat kemudian Abi berjalan mendekati ranjang Umi. Abi mengambil kursi dan duduk di dekatnya. Diciumnya tangan Umi hangat. Aku beranjak mendekati posisi Abi.
"May ... aku yakin kamu kuat menghadapi ini semua. Maafkan aku May .... insya Allah engkau akan pulih kembali seperti semula."

Kusentuh bahu Abi dan kulihat mata Abi yang kini sembab.

'Ya Allah, bangunkanlah Umiku ... Sadarkalah ...."

-BERSAMBUNG-

SEHANGAT KASIH ABI (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang