#MALAM_PERTAMA_DI_KAMAR_ABIlamaku di tempat kost dulu yang bertandang ke kediaman Abi, aku segera beranjak menuju kamar pengantin.
Hingga jam 7 malam, masih ada satu dua tamu yang datang ke rumah Abi. Tak terkecuali beberapa temanku yang tinggal di Jakarta dan Depok.Aku segera menyusul Sarah yang masuk duluan karena tadi bilang sedikit lelah dan pengen cepat ganti baju.
Ya tadi siang walimatul ursy kami dilakukan di aula pondok pesantren. Hajatan besar itu sukses terselenggara karena banyak pihak yang membantu Abi.
Sekarang aku harus membiasakan diri memanggil Pak Ustad Abdurrahman demikian, seperti anak-anak dan menantunya yang lain. 'Abi'.Kulihat Sarah tengah duduk di depan meja kaca dengan rambut tergerai. Ia tengah menyisir. Sepertinya ia baru dari kamar mandi.
Duhai, seumur-umur baru kali ini aku melihat gadis tengah menyisir rambutnya yang hitam legam. Berdecak kagum aku dibuatnya. Istriku nampak cantik sempurna. Aih, ini malam pertama kami. Meski aku sudah mengenalnya gara-gara diskusi propaganda waktu itu namun malam ini tentu saja beda.Aku akan mengenalnya lebih dekat bahkan mungkin tanpa jarak. Tak sabar rasa laki-laki ku untuk sampai ke sana.
"Sarah ...."panggilku. Dia menoleh menawarkan sesungging senyum. Jauh lebih manis dan menarik dibanding pertama aku mengenalnya di tumpukan buku Pojok Azzam.
Perempuanku berkulit sawo matang. Wajahnya oval semakin manis jika tertawa apalagi kalau bicara dengan penuh semangat. Kelihatan sekali karakter cerdasnya. Mengingatkanku pada Hillary Clinton atau Michelle Obama yang anggun berwibawa justru kalau di atas podium. Seperti itulah perumpamaannya.
Aku memang terobsesi dengan perempuan cerdas syukur-syukur cantik, karena menurut penelitian dari perempuan cerdaslah akan lahir anak-anak cerdas. Ya para ibu menyokong 75% energi dari mitokondria selnya.
Aku juga suka dengan karakter perempuan yang bersemangat bukan yang manis manja atau malu-malu kemayu.
Aku butuh orang yang lebih bersemangat hidupnya daripada aku sendiri. Itu yang pertama aku temukan pada Sarah saat dia mendebatku. Lucu, dia yang minta saran tapi dia sendiri yang doyan mempertahankan argumen. Tapi well toh akhirnya saranku dipake juga. Ya begitulah perempuan. Berbelit-belit dan meliuk-liuk idenya kayak ular tapi toh akhirnya ngaku juga kekurangannya.
Sejurus aku mengucap syukur kepada Allah atas nikmat tak terperi ini. Tak perlu lama bagiku mencari sosok belahan hati. Sarah ibarat dikirimkanNya kepadaku begitu saja tanpa perlu segala tenaga dan pengorbanan yang besar aku untuk mendekatinya. Aku tertarik padanya dan kata Abi, Sarah pun demikian.
"Eh Fikar,....maaf...maaf Kak Fikar!" Dia nampak grogi mendadak meralat panggilan untukku. Ya masak sih ke suami panggilnya 'Fak Fik Fak Fik' seperti dulu.
"Kalau sekarang panggil saja Abang. Bang Fikar. Aku ogah dipanggil kaka apalagi agan," godaku mengusir kekakuan. Masak di depan istri aku jadi kikuk. Nggak lah. Aku sudah 2 bulan menahan kangen untuk bertemu. Apa iya setelah berduaan di kamar begini malah jadi mati gaya?
"Iye, Bang. Temen-temen sudah pulang?"
Aku mengangguk sembari melepas jas hitam model betawi yang bikin gerah.
"Kamu lebih cakep gak pakai jilbab," pujiku jujur. Rayuan pertamaku buat perempuan. Suer. Biasanya aku merayu customer buat beli buku.
"Sama, Bang Fikar juga keliatan lebih handsome dibanding dulu- dulu," jawabnya.
"Iyalah dulu kan kucel karena kerjanya bebersih buku melulu!"ujarku sembari mendekatinya.
Aku memeluk pundak Sarah dan menatap seraut wajah di pantulan cermin.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEHANGAT KASIH ABI (SUDAH TERBIT)
Ficción GeneralTentang sosok Abi berputri 4 yang amat dekat dan hangat dengan keluarganya. Saking dekatnya, Abi pun benar-benar mencarikan jodoh yang pas menurutnya buat keempat anaknya