#SEKUEL_ABI
#Sehangat_Kasih_Abi
#Sekuel4 (3)
Kami bergantian menjaga Umi tiap hari. Hingga hari kelima kondisi Umi belum nampak perubahan. Setiap malam Abi setia membaca Al Quran di samping Umi hingga larut. Dalam doa-doa shalatnya, tahajud dan sujud di sepertiga malam Abi dan kami yang kebetulan giliran mendampingi, tak tertahankan bagaimana memohon pertolongan Allah agar kiranya Umi disadarkan dalam tidur tak sadarnya.
Nama Umi kami sebut dalam doa-doa khusyuk kami dengan linangan air mata.
"Malam Jumat ini Abi meminta kita kumpul semua di rumah sakit."
Aku terkesiap mendengar info dari Bang Fikar. Aku baru saja keluar dari kamar mandi setelah jam 4 sore tiba dari kampus bareng dia.
"Abi kasih tahu ke Abang?"
"Di WA grup keluarga. Kamu belum baca?" tanyanya. Aku menggeleng. Sejak Umi koma nafsuku terhadap handphone dan medsos memang mendadak ngedrop. Aku takut sekali memikirkan Umi.
Bagaimana kalau Umi .... Ah! jangan! aku belum siap ditinggal pergi Umi.
Kata Dokter kondisi Umi masih kritis dan fifty fifty kesembuhannya.'Ya Allah seandainya Engkau turunkan keajaiban untuk Umiku ...'
Bagaimanapun aku masih berharap bisa membahagiakannya. Aku pernah berjanji mengajak Umi jalan-jalan ke pasar apung di Banjarmasin. Dulu aku sempat sebulan semacam praktek lapang di sana di dekat sungai Martapura. Mempelajari komunikasi masyarakat Banjar. Aku cerita tentang pasar apung yang ramai di waktu subuh kepada Umi. Lalu Umi begitu antusias ingin ke sana. Aku mengiyakan saja dan sampai sekarang belum kesampaian.
"Sarah, kamu masih capai. Istirahat aja dulu sebentar. Kita ke Cibubur habis maghrib saja." Terdengar suara Bang Fikar membangunkan lamunanku.
****
"Menantu-menatu Abi, Abi mohon maaf kalian jadi ikut repot bolak balik kemari. Dan sekarang Abi mau meminta ijin kepada kalian. Karena bagaimanapun putri-putri Abi sekarang adalah tanggungbjawab kalian. Maka Abi minta persetujuan dulu."
"Abi, jangan bilang begitu. Kami juga anak-anak Abi nggak ada istilah repot dan direpotkan. Bukan kehendak Umi harus melewati koma beberapa hari."
Suara Kak Bayu bagai mewakili isi hati kakak lakak iparku lainnya. Bang Ihsan mengangguk."Abi minta ijin, keempat anak Abi malam ini berkumpul di kamar ini. Istirahat dan berdoa bersama Abi berlima. Apa kalian keberatan?"
Mas Danang, Bang Ihsan dan Kak Bayu saling pandang. Sementara Bang Fikar malah memandangku.
"Maksud Abi?" tanya Bang Ihsan.
"Abi sudah lama tidak shalat tahajud bareng anak-anak Abi sejak mereka berumah tangga. Abi merindukan kebersamaan seperti dulu.
Ya mungkin kalian bisa tidur di mushola rumah sakit untuk sementara. Hanya malam ini saja. Besok habis subuh kalian bisa ke sini kembali untuk menjemput."Suara Abi terdengar serak. Aku tak sampai hati melihatnya.
Terlihat Mas Danang dan Bang Ihsan tersenyum. Mereka pun mengangguk-angguk.
"Ah iya Abi, masak kami melarang Abi yang lagi kangen sama anaknya ....," ujar Kak Bayu menetralisir suasana lalu mencium tangan Abi dan pamit keluar. Yang lain ikut-ikutan. Kompak sekali terlihat.
Benar sudah lama sekali kami memang tak shalat malam bersama seperti dulu waktu kami masih pada sendiri di rumah Abi di Depok.
Setelah keempat menantu Abi keluar, Abi malah menyuruh kami istirahat di atas kasur lipat yang sudah Abi persiapkan. Tepat pukul 3 pagi Abi membangunkan kami persis seperti dulu beliau lakukan di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEHANGAT KASIH ABI (SUDAH TERBIT)
Ficción GeneralTentang sosok Abi berputri 4 yang amat dekat dan hangat dengan keluarganya. Saking dekatnya, Abi pun benar-benar mencarikan jodoh yang pas menurutnya buat keempat anaknya