" Berkas-berkasnya tolong rapiin ya lalu bawa ke meja ibu," Rara menatap tumpukan kertas yang ditunjuk Bu Reno.
" Sama satu lagi, jangan lupa nilai satu kelas yang semester satu segera direkap ya." perintahnya lagi membuat Rara kembali mengangguk patuh.
Sudah tugasnya sebagai sekretaris kelas berurusan dengan hal seperti ini. Biasanya ia dibantu dengan Aidan. Mereka berdua sama-sama menjabat sebagai sekretaris namun di situasi saat ini Aidan belum terlihat batang hidungnya, membuat Rara dongkol sembari menenteng kertas-kertas menuju ruang guru.
" Ra, lo disuruh sama Bu Reno lagi?" seseorang bertubuh tinggi dengan rambut klimis tiba-tiba berada dihadapannya. Kedua matanya menatap Rara dengan raut keheranan.
"Iya, gue disuruh ngerekap nilai sama bantuin bawa berkas ke meja Bu Reno. Kalo lo nggak mau bantuin mending minggir deh," jawabnya sinis. Arif tertawa pelan melihat wajah kesal Rara.
"Galak amat ibu sekre. Sini gue bantu," mata Rara melotot melihat Arif mengambil paksa semua berkas dari tangannya. Tanpa berucap apa-apa, cowok itu berbalik menjauh.
Bukannya senang, Rara semakin sebal. Pasalnya bagi cewek itu, apa yang dilakukan Arif merupakan bentuk penghinaan. Dikira cewek nggak bisa apa-apa kali ya, cuih, batinnya mengerutuk.
Ia menarik lengan baju Arif setelah berhasil mengejar cowok tersebut lalu merebut kembali semua kertas dari tangannya.
"Nggak usah repot-repot. Gue bisa sendiri kok. Lagian lo tadi dipanggil Pak Jay kan?" jelas Rara setelah melihat kening Arif yang mengkerut kebingungan.
Pernyataan Rara memang ada benarnya. Seharusnya ia sekarang sudah berada di ruang wakasek menemui Pak Jay bersama ketua kelas 10 lainnya namun cowok itu malah merepotkan dirinya sendiri dengan membantu cewek tersebut.
"Sebagai ketua kelas yang baik, gaada salahnya gue bantuㅡ," ucapannya terputus saat tangan lentik milik Rara membekap mulut cowok tersebut.
"Gausah ngeles. Gue tau lo males ketemu Pak Jay. Dah sono ah," ketus Rara membungkam omongan cowok tersebut sembari mengibaskan tangannya kemudian berlalu dari hadapan Arif.
Cowok tersebut menipiskan bibirnya, memandang punggung Rara yang menjauh sebelum berbalik menuju ruang wakasek.
***
"Aww sakit, Ra. Ampunn," Aidan meringis saat Rara menjewer kupingnya tanpa ampun. Bukannya dilepas, cewek tersebut malah mengencangkan jewerannya, membuat Aidan berjengkit kesakitan.
"Lo dari mana? Tau nggak capeknya ngerekap nilai sendirian? 16 mapel dan 35 siswa," Rara mengamuk.
Temannya yang semula mengompori seketika diam dan mundur teratur.
"Gue tadi pipis, Ra. Suwer nggak boong," Aidan beralasan. Wajahnya semerah tomat menahan perih.
Rara makin garang, " Bagus ya. Pipis sampai satu jam. Ngeluarin batu ginjal? " nyali cowok tersebut semakin ciut.
Aidan, termasuk salah satu pentolan di sekolah karena parasnya yang teduh dan sifat ramahnya. Memiliki mata setajam elang dengan rahangnya yang tegas membuat ia termasuk kedalam the most wanted boy di sekolah. Namun, kesan cowok cool dan keren seketika menguap saat berhadapan dengan Rara, si macan kelas.
Tontonan Rara sudah menjadi makanan sehari-hari bagi kelas 10 MIPA 1. Karena di kelasnya dominan teman lama dari SMP membuatnya dekat satu sama lain. Rara adu bacot dengan Arif atau adu jotos dengan Aidan seperti hobi bagi cewek tersebut. Namun, bukannya kesal justru teman kelasnya malah senang mengerjai Rara seperti saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakuna | IN HOLD
Teen FictionRomansa masa SMA memang menarik. Banyak perempuan yang mendambakan memiliki pasangan anggota OSIS, atau anak futsal dan basket seperti yang biasa mereka temui di novel-novel remaja. Terdengar klise memang. Beberapa juga berharap berjodoh dengan k...